Tulisan ini saya buat sesaat setelah wasit meniup peluit panjang akhir pertandingan Indonesia melawan Malaysia di Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Di mana Indonesia harus menelan pil pahit setelah kalah 2-3 dari tetangga sebelah sekaligus rival terbesar Indonesia.
Permainan timnas sejatinya tidak buruk, mereka mampu menguasai pertandingan setidaknya sampai menit 60. Sempat unggul 2x melalui brace dari Beto Goncalves. Namun sayang, 30 menit sisanya sangat kacau. Mungkin momen itu akan diingat sebagai 30 menit paling memalukan dalam sepak bola Indonesia.
Dalam 30 menit tersebut timnas harus kebobolan 2 gol dari pemain Malaysia, padahal saat itu timnas sudah unggul 2-1. Bukan hanya itu, hal memalukan tersebut ditambah dengan ulah bodoh, barbar, nggak jelas, dan entahlah kata-kata kotor apalagi yang patut diberikan untuk suporter timnas yang membuat rusuh di stadion. Saya pikir, ketika harga tiket dibuat mahal, akan mampu menyortir fans Indonesia yang datang ke stadion menjadi lebih dewasa, namun kenyataannya tidak.
Saya tidak mau membahas soal permainan, itu bukan kapasitas saya, saya bukan pundit ataupun pelatih. Dan saya juga percaya kalau tim pelatih lebih tahu dan harus tahu tentunya soal apa yang perlu dievaluasi dari permainan timnas hari ini.
Saya sebagai sesama suporter timnas ingin sekadar mengingatkan ke kalian semua suporter timnas yang lain, bukan meremehkan atau tidak nasionalis. Tapi rasanya berharap tidak jadi juru kunci grup akan sangat realistis saat ini. Pada saat pengundian grup, Indonesia berada di pot 5 yang berarti diatas kertas, kita berpotensi besar menjadi juru kunci di fase putaran grup. Kita sempat diberikan harapan tinggi karena satu grup dengan 3 negara ASEAN yang lain, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Namun kita lupa, di ajang AFF pun kita tidak pernah juara, kok sekarang berharap finis diatas Thailand, Vietnam, dan Malaysia yang sudah pernah menjuarai kompetisi tertinggi se ASEAN tersebut. Satu-satu nya tempat kita bisa mengalahkan mereka hanyalah di kompetisi Dangdut Academy bukan sepak bola.
Berhenti memikirkan Piala Dunia 2022 di Qatar, Piala dunia mungkin hanya sebatas untuk kita lihat dan nikmati lewat layar televisi saja, bukan untuk diikuti kompetisinya. Level kita bukan disana, bahkan level asia pun menurut saya masih terlalu tinggi untuk timnas, lha wong level ASEAN saja kita tidak pernah juara apalagi berharap ke piala dunia. Sudahlah, mungkin hanya Badminton saja satu-satunya cabor yang bisa kita harapkan untuk konsisten memberikan prestasi.
Permainan timnas bagi beberapa orang mungkin buruk, tapi tidak ada yang jauh lebih buruk daripada kelakuan suporter timnas di stadion. Untuk kalian semua yang berbuat bodoh di stadion, kalau saya jadi anda, saya mungkin akan sangat malu dan menyesali perbuatan saya, tapi ya gitu, penyesalan selalu tiba di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran. Mungkin sudah saatnya juga kita lupakan soal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, pertandingan tadi menjadi bukti bahwa kita bukan tuan rumah yang baik. Jadi daripada membuat malu, lebih baik lupakan saja.
“Itu kan kelakuan suporter, nggak ada hubungannya sama permainan?”, Komen salah satu akun di media sosial. Memang, mereka tidak membuat onar dengan mencederai pemain kita atau mencetak gol bunuh diri ke gawang sendiri. Tapi ulah mereka membuat pertandingan berhenti hampir 10 menit. Sebentar? Memang, tapi 10 menit itu lah yang meruntuhkan semuanya. 10 menit tersebut dimanfaatkan oleh pemain Malaysia untuk istirahat sekaligus memberikan waktu untuk mengatur taktik yang lebih baik. Sedangkan tim kita? Jangankan bicara taktik. Mereka justru sibuk membantu meredam hal konyol yang dilakukan oknum suporter tadi.
Memang, harapan itu perlu. Silahkan berharap setinggi-tinggi nya, tapi bersiaplah lebih sakit saat jatuh karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan realita. Harapan tinggi, target yang diusung juga tinggi, tapi kita terlalu melihat ke atas tanpa melihat apa yang kita punya. Lihat kualitas pemain kita, lihat kualitas suporter kita, lihat kualitas liga kita, dan lihat juga kualitas federasi kita. Dengan semua yang kita punya, pantas kah kita memberikan harapan dan target tinggi??
Berhenti mengambing hitamkan salah satu pihak, entah itu federasi, pelatih, maupun pemain. Semua pihak salah, tapi tanpa kita sadari, kita sendiri juga salah karena terlalu tinggi menaruh harapan tanpa melihat apa yang kita punya. Jangan teriak Revolusi PSSI atau Revolusi taktik pelatih jika Revolusi perilaku dan mental suporter saja kita nggak bisa.
Saya juga kecewa, tapi saya masih akan terus mendukung timnas, mau seburuk apapun itu. Saya juga masih punya harapan untuk timnas berprestasi. Namun untuk saat ini, saya akan jauh lebih realistis lagi, bahwa level kita saat ini belum ada di level dunia bahkan asia. Mungkin suatu saat nanti, semoga saja.
Berbenahlah suporter, pelatih, federasi, dan semua pihak yang terlibat tanpa terkecuali. Apapun yang terjadi, garuda akan tetap di dada. (*)
BACA JUGA In Klopp We Trust: Tidak Ada yang Perlu Dikhawatirkan Dari Kekesalan Sadio Mane Kepada Mo Salah atau tulisan Nurul Arrijal Fahmi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.