Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Otomotif

Rasanya Menempuh 150 Kilometer dengan Motor Chopper: Keren sih, tapi Bikin Punggung Merintih

Budi oleh Budi
2 Agustus 2023
A A
Rasanya Menempuh 150 Kilometer dengan Motor Chopper: Keren sih, tapi Bikin Punggung Merintih

Rasanya Menempuh 150 Kilometer dengan Motor Chopper: Keren sih, tapi Bikin Punggung Merintih (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya pernah, dan selalu bermimpi laiknya Billy yang menaiki motor Chopper berbahan Harley-Davidson Hydra—Glide tahun 1950 dalam Film Easy Rider. Tapi angan hanya sebatas angan. Meski sama-sama mengendarai Chopper, saya tak benar-benar seperti Billy yang enjoy mengendarai Chopper rigid itu. Motor yang saya kendarai hanya Yamaha Scorpio 225 cc yang bahkan getaran mesinnya saja nggak bakal bisa setara Harley-Davidson.

Dulu, saya pikir Chopper adalah sekeren-kerennya motor. Tampilan simpel bikin yang naik ikutan kece. Desain motornya tak pernah gagal untuk menambah kepercayaan seorang laki-laki. Aksesoris simpel, tanpa shock belakang, stang clean nggak banyak kabel seliweran, suara knalpot intimidatif yang berkesan manly abis. Pokoknya keren, no debat. Namun pikiran tersebut sirna setelah saya mencoba motor Chopper dengan jarak 150 kilometer. Dari Kudus ke Jogja.

Percobaan pertama

Kami berencana ke acara bertajuk Kustomfest di Jogjakarta. Beriringan dua motor. Saya mengendarai Honda CB jadul sementara seorang teman memakai motor chopper kesayangan. Perjalanan dimulai sejak pukul 07.00 pagi. Laju kami santai, lebih mau menikmati perjalanan yang akan memakan waktu lebih dari empat jam dari Kota Kudus.

Saya memutuskan untuk bertukar motor. Teman saya setuju, dan motor chopper dengan basic Yamaha Scorpio itu akhirnya saya duduki. Visual motor ini clean dan simpel. Rasa yang menyenangkan. Seat height yang memang pendek bikin kaki menapak turah-turah.

Motor chopper ini memakai frame rigid, hanya ada suspensi depan, sementara bagian belakang nggak shock-nya. Peredaman yang bisa diandalkan bokong hanya bergantung sama pegas mungil dua biji di bawah jok.

Riding position-nya agak jongkok. Letak footstep agak digeser ke depan plus meninggi jadi penyebabnya. Sementara ban belakang saya taksir perlu diwaspadai sebab ban berukuran 4.00/16 inci hanya ditutupi spakbor kecil, tak menutup sempurna ketika ban berputar. Salah-salah baju bisa nyelempit masuk ke sana.

Secara keseluruhan desain Chopper memang simpel, karena aliran modifikasi ini terlahir dari keinginan punya motor ringan dan kencang. Ide itu muncul setelah Perang Dunia II di Amerika. Waktu itu, kebanyakan motor Harley-Davidson punya bobot berat. Ditambah, muncul motor Eropa seperti Triumph yang lebih ringan dengan ukuran lebih kecil. Alhasil, para veteran perang mempreteli parts Harley yang dirasa nggak perlu dan merombaknya. Maka, lahirlah genre ini hingga dikenal dan disukai orang.

Saya kembali fokus melihat Chopper ini. Yah meski motor yang dimiliki teman saya hanya bermesin Yamaha Scorpio yang getaran mesinnya saja nggak setara sama Harley. Tapi tak apa, disebutnya tetap chopper. Apalagi jika menengok bagian depan dengan tangki peanut, ban depan berdiameter 21 inci tanpa rem. Iya, kalian nggak salah baca kok. Motor teman saya ini nggak ada rem depan, semua faktor keselamatan hanya dipasrahkan sama disc brake belakang.

Baca Juga:

4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang

Dari Sekian Banyak Jurusan Pendidikan, Pendidikan Sejarah Adalah Jurusan yang Tidak Terlalu Berguna

Mengendalikan sebiji motor Chopper tak pernah mudah

Tanpa rem depan menjadikan saya sedikit kagok. Saya dilema, antara mengikuti kesenangan atau lebih sayang nyawa. Hanya mengandalkan rem belakang bukan opsi tepat untuk sebuah kesukaan dan mengabaikan nyawa sendiri.

“Aman-aman,” ujar Beny, teman saya.

Akhirnya saya tetap menaiki motor chopper menuju Jogja. Mesinnya menyala setelah menekan tombol electric starter. Suara knalpot freeflow karatan mengoar keseluruh jalan, brot-brot-brottt. Suara itu makin bising saat saya memutar grip gas.

Perjalanan dari Kudus sampai daerah Purwodadi bisa saya lalui lumayan lancar. Hanya sesekali hampir nabrak gara-gara kagok mau ngerem depan tapi lupa di stang motor ini hanya ada tuas kopling dan sebiji spion bulat mungil. Pas macet, saya harus menjaga keseimbangan dengan mengandalkan kaki kiri sementara kaki kanan stand by menginjak rem. “Repot juga naik chopper ,” batin saya.

Sementara Beny enjoy-enjoy aja memakai CB jadul yang pakai mesin Tiger bore up. Tak jarang dia slundap-slundup sampai lupa saya kepayahan di belakang.

Selepas melewati Purwodadi, perjalanan lanjut menuju Sragen menjadi tak mudah buat saya. Jalan naik turun tajam menjadi begitu memilukan. Kecepatan motor melambat, saya tak mau mati sia-sia. Apalagi sampai ada headline berita “Pengendara Chopper amatiran mati terjun ke jurang karena gagal menginjak rem”.

Perjalanan yang tak pernah tuntas

Namun begitu, saya tetap bisa membawa motor chopper itu sampai di Solo setelah tuntas melewati Sragen dengan wajah agak pucat. Saya meminta istirahat dulu. “Ngeri banget pakai Chopper lewat jalan tadi.”

“Biasa wae. Kamu aja yang belum jago,” jawab Beny seraya menenggak kopi botolan.

Apalagi punggung sudah terasa pegal, mulai boyoken. Frame rigid nggak ada suspensi belakang membuat tulang-tulang saya saling beradu untuk menahan getaran jalan Sragen-Solo. Pokoknya nggak enak rasanya.

Menaiki motor Chopper tak pernah mudah dan nggak nyaman. Alih-alih keren, badan saya remuk, boyoken dan hampir celaka.

Saya akhirnya memutuskan bertukar motor lagi untuk lanjut ke Jogja. Saya menyerah, perjalanan itu tak pernah saya selesaikan tuntas menaiki Chopper. Boyok saya nggak kuat.

Sebelum lanjut perjalanan Beny sedikit mengurangi tekanan ban belakang. “Gini lho biar nggak boyoken, ban belakang agak dikempesin,” ujar dia. Tapi apakah saya mau mencoba motor itu lagi? Tentu saja tidak. “Tetap enakan motor yang pakai shock belakang lah,” jawab saya.

Tetap cinta motor chopper, tak peduli omongan orang

Di sela-sela perjalanan menuju Kustomfest, omongan kami tak pernah habis. Ada saja yang dia omongin. Dari tips biar tetap enak pakai Chopper buat commuting, sampai stereotip motor rongsok.

Saat teman saya menaiki motor Chopper, selain nggak nyaman-nyaman amat, motornya sering disangka orang motor rosok. Padahal, uang yang dia habiskan untuk motor yang di tangkinya ada gambar mantan amat mahal. Tapi orang-orang mana peduli, berapa pun uang yang ia habiskan, stereotipe itu nggak bakal benar-benar hilang.

“Terus kenapa kamu masih naik motor Chopper ini?” tanya saya.

“Ya, karena aku suka. Rasanya tak perlu validasi dari orang lain untuk hal yang kita suka. Bukan begitu?”

Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Yamaha All New NMAX 155: Bikin Motor kok Nanggung Banget, Nggak Worth untuk Dibeli

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 2 Agustus 2023 oleh

Tags: ergonomiharley-davidsonmotor choppersejarah
Budi

Budi

Suka minum es teh.

ArtikelTerkait

Sejarah Gunung Sindoro dan Misteri Suara Sinden di Jalur Pendakian

Sejarah Gunung Sindoro dan Misteri Suara Sinden di Jalur Pendakian

27 Mei 2022
KAA 1955 Sempat Diwarnai Operasi Pembunuhan oleh CIA terminal mojok.co

KAA 1955 Sempat Diwarnai Operasi Pembunuhan oleh CIA

1 Agustus 2021
Sejarah Gunung Gede Pangrango dan Mitos Makhluk Gaib Pengganggu Pendaki terminal mojok

Sejarah Gunung Gede Pangrango dan Makhluk Gaib Pengganggu Pendaki

8 Desember 2021
Historical Walking Tour, Upaya Membumikan Sejarah Kota lewat Trip Kekinian

Historical Walking Tour, Upaya Membumikan Sejarah Kota lewat Trip Kekinian

7 Juli 2022
Bika Ambon, si Manis Legit yang Ternyata Berasal dari Medan

Bika Ambon, si Manis Legit yang Ternyata Berasal dari Medan

30 Agustus 2022
Di Balik Pro Kontra soal Daendels Ada Kita yang Kurang Banyak Baca Buku Sejarah terminal mojok.co

Di Balik Pro Kontra soal Daendels Ada Kita yang Kurang Banyak Baca Buku Sejarah

18 Februari 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.