Bukannya Menyuarakan Keadilan tuk Kaum Marjinal, Raja Brawijaya Malah Fokus Main TikTok biar Viral

Raja Brawijaya Fokus TikTok ketimbang Isu Kemanusiaan (Anom Harya via Shutterstock.com)

Raja Brawijaya Fokus TikTok ketimbang Isu Kemanusiaan (Anom Harya via Shutterstock.com)

Tidak perlu menjadi pribadi yang peka pada isu-isu sosial apabila ingin menjadi panitia Raja Brawijaya. Syarat utamanya adalah mahir bikin konten, syukur-syukur bisa viral, lebih syukur pula kalau pernah FYP TikTok.

Ospek Universitas Brawijaya atau Raja Brawijaya (14-16 Agustus 2023) viral, lalu dihujat karena beberapa hal. Mulai dari banyaknya mahasiswa baru yang pingsan karena dijemur gladi papermob yang entah fungsinya untuk apa, sampai biaya penugasan ospek yang tidak murah alias menjadi malapetaka bagi anak kos yang uangnya tidak seberapa. Sebagai peserta ospek, saya tentu jengkel. Namun, saya masih berpikir positif, barangkali ada alasan masuk akal di balik fenomena tersebut.

Ospek bikin konten TikTok Raja Brawijaya yang aneh banget

Pikiran positif ini mula-mula terganggu saat ada panitia dengan raut wajah percaya diri memberi instruksi pada kami. Dia bilang begini:

“Untuk adek-adek mahasiswa baru, mohon perhatiannya, kami mau bikin konten.”

Saya langsung melotot keheranan. Panitia itu melanjutkan begini: 

“Kalau aku bilang ‘UB ada di hati’ kalian jawab, ‘karena yang di hati ada di UB’ yah.” Bagi saya, instruksi tersebut sangat di luar nurul dan nggak masuk haikal untuk ukuran Perguruan Tinggi Negeri (PTN) top 10 Indonesia. Ospek bikin konten buat TikTok? Kocak banget.

Ada lagi panitia ospek Brawijaya, wajahnya penuh keringat, mungkin karena kecapekan ngonten TikTok, mengajak salah satu mahasiswa baru untuk maju. Instruksi yang menyembur dari mulutnya nggak kalah aneh. Dia bilang: 

“Adek-adek mahasiswa baru, banyak yang julid ke Raja Brawijaya karena viral di mana-mana. Oleh karena itu, jika teman kalian ini berkata ‘Julid doang, viral gak?’ kalian jawab ‘Chuaakks’ yah.” 

Bukan sekali dua panitia mengajak kami, mahasiswa baru, untuk membuat konten yang kata mereka bertujuan agar trending di medsos, salah satunya TikTok. Seolah konten ini merupakan sunnah Nabi.

Nggak ada yang salah dengan konten tersebut. Cuma mengherankan saja, sekaligus menjadi kecurigaan saya bahwa hal tersebut bisa jadi penyebab pingsannya mahasiswa. Seketika saya teringat materi dari salah satu Wakil Rektor, perihal dibutuhkannya SDM unggul untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Saya bertanya dalam kepala, apakah panitia ospek Brawijaya yang membuat konten sesuai tren biar viral itu termasuk dalam SDM unggul? Semoga saja “iya”.

Baca halaman selanjutnya: Kejanggalan dan kecurigaan di seputar Raja Brawijaya.

Ospek yang seharusnya, hai Brawijaya

Hari pertama Rangkaian Acara Jelajah Almamater (RAJA) Brawijaya atau agenda ospek Universitas Brawijaya, 14 Agustus 2023, bertepatan dengan sampainya Pak Midun di Gelora Bung Karno, Jakarta. Dia mengayuh sepeda dari Malang selama 11 hari dalam rangka menyuarakan keadilan untuk Tragedi Kanjuruhan. 

Hari kedua Raja Brawijaya, 15 Agustus 2023, bertepatan dengan aksi represif polisi (mendobrak rumah, menembakkan gas air mata, dan menangkap beberapa warga) terhadap warga Dago Elos.

Namun, meski Raja Brawijaya berjalan bertepatan dengan momen-momen tersebut, pihak panitia sama sekali tidak ada yang menyuarakannya. Mereka lebih memilih mengisi ospek dengan konten-konten demi kepopuleran. Padahal ngonten di TikTok bisa sambil menyuarakan isu-isu sosial. Eh, panitia malah ngajak julid dengan kata “chuaaaksss” di atas.

Saat saya bertanya pada salah satu panitia ospek Brawijaya, dia bilang konten tersebut bermaksud baik untuk menunjang kreativitas. Terlihat rasional? Namun, pertanyaannya adalah apa kegunaan kreativitas jika tidak berpihak pada rakyat tertindas? Barangkali cuplikan puisi “Sajak Pertemuan Mahasiswa” karya WS Rendra relevan untuk dikutip di sini:

orang berkata: kami ada maksud baik

dan kita bertanya: maksud baik untuk siapa? ya!

ada yang jaya, ada yang terhina

ada yang bersenjata, ada yang terluka

ada yang duduk, ada yang diduduki

ada yang berlimpah, ada yang terkuras

dan kita disini bertanya:

maksud baik saudara untuk siapa?

saudara berdiri di pihak yang mana?

kenapa maksud baik dilakukan

tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya

tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota

perkebunan yang luas

hanya menguntungkan segolongan kecil saja

kita juga bertanya:

kita ini dididik untuk memihak yang mana?

ilmu-ilmu diajarkan disini

akan menjadi alat pembebasan

ataukah alat penindasan?

Kejanggalan Raja Brawijaya

Ospek adalah ajang pengaktifan imajinasi bagi mahasiswa baru. Agenda-agenda ospek menjadi semacam kacamata untuk melihat dunia perkuliahan, bahkan masa depan. Apabila ospek diisi agenda yang memperlihatkan ketidakadilan yang dialami oleh kaum marjinal, maka kacamata yang terbentuk adalah empati pada tidak baiknya kondisi negeri dan pandangan untuk memperjuangkan dunia menjadi lebih baik. 

Apabila ospek diisi agenda membuat konten untuk TikTok, demi mengikuti tren agar viral, maka kacamata yang terbentuk adalah semacam fetish pada popularitas dan narsisme kedirian. Sebuah sikap kerdil yang terombang-ambing dalam imajinasi “trending”.

Dalam liputannya, LPM Kavling10 menjelaskan bahwa Raja Brawijaya 2023 sepenuhnya dikendalikan oleh rektorat berdasarkan Peraturan Rektor (pertor) nomor 34 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2023/2024. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa panitia Raja Brawijaya diseleksi oleh Wakil Rektor 3 bidang kemahasiswaan. 

Sementara itu, tanggung jawabnya juga pada Wakil Rektor 3 melalui panitia pelaksana unsur dosen. Semenjak mengetahui hal ini, pikiran positif dalam benak saya tiba-tiba sudah menghilang entah kenapa.

Kecurigaan yang muncul

Kita bisa menduga adanya motif politis dan ideologis di balik pertor ini. Mengapa harus diseleksi? Singkatnya, apabila panitia Raja Brawijaya adalah mahasiswa kritis yang berani menyuarakan masalah, yang ada mental dan kepentingan pihak rektorat bisa terganggu. Seperti salah satu kutipan terkenal, “No one is going to give education you need to overthrow them.” 

Jangan-jangan memang sengaja panitia yang dipilih bukanlah mahasiswa kritis. Sebab, jika mahasiswa kritis yang terpilih, berbagai kebobrokan bisa nampak ke permukaan.

Salah satu poin press release panitia Raja Brawijaya 2023 terkait kepanitiaan adalah bahwa ada ketidaksepahaman antara panitia mahasiswa dengan panitia dosen perihal konsep acara. Di titik ini, fenomena pingsannya mahasiswa dan tugas ospek yang menguras biaya menjadi masuk akal.

Di satu sisi, panitia mahasiswa yang terseleksi kurang kompeten karena memiliki hasrat berlebih untuk ngonten dan viral di TikTok. Salah satunya adalah papermob dengan konsep yang tidak matang. Di sisi lain, ada panitia dosen yang memiliki pandangan dan keinginan berbeda terhadap ospek.

Jadi tahu, kan? Jangankan bersuara terkait demokrasi dan semacamnya, urusan administrasi dan komunikasi saja tidak selesai. Akhirnya, menjadi suatu hal yang tidak mengherankan apabila Raja Brawijaya lebih fokus untuk membuat konten viral di TikTok, alih-alih menyuarakan keadilan bagi kaum marjinal. Terakhir, meminjam perkataan Presiden Ke-6 Republik Indonesia, Pak SBY, “Saya prihatin.”

Penulis: Mohammad Rafi Azzamy

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 4 Hal Nggak Enaknya Menjadi Mahasiswa Universitas Brawijaya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version