Tidak dapat dimungkiri bahwa, kebutuhan hidup manusia yang berkembang cukup pesat. Fakta ini membuat beberapa sektor mau tidak mau juga dituntut untuk berkembang, salah satunya sektor ekonomi. Minimarket, dalam hal ini Indomaret, menjadi satu dari sekian banyak solusi untuk memenuhi kebutuhan yang relatif meningkat dan tuntutan waktu yang instan dan cepat, menyaingi toko kelontong.
Minimarket sudah menjamur hampir (untuk tidak mengatakan semua) di seluruh wilayah. Dari kota hingga ke pelosok desa. Indomaret sendiri menjadi minimarket dengan gerai terbanyak di Indonesia, menembus 20.200 gerai, dilansir dari laman GoodStats. Disusul kemudian oleh Alfamart yang menempati posisi kedua dengan jumlah gerai mencapai 16.400.
Meskipun Indomaret menempati podium satu perlu diingat kembali bahwa di dunia yang fana ini tidak ada kata sempurna. Setiap kelebihan tidak lepas dari kekurangan. Saya, sebagai anak desa, selain karena malu jika hanya membeli sebotol minuman ke Indomaret, toko kelontong tetap lebih nyaman. Iya, lebih nyaman untuk membeli kebutuhannya sebatas rokok eceran, korek seribuan, gula eceran, beras kiloan, dan lain-lain. Selain bisa ngebon di akhir bulan, toko kelontong juga sangat membumi dan pengertian.
Contoh kecilnya, saya pernah membeli obat nyamuk bakar di atas pukul 23.00 di sebuah toko kelontong dekat rumah. Meskipun sudah tutup, saya memberanikan diri mengetuk pintu. Dan alhamdulillah, dengan sabar pemilik toko tetap melayani pembelinya walaupun di luar jam buka.
Daftar Isi
Toko kelontong dengan kekhasan membulatkan harga pembayaran
Kalau bagi saya, memberikan kembalian berupa permen lebih baik ketimbang membulatkan harga dengan semena-mena. Saya lupa detail waktu dan tempat kejadiannya. Namun, dosa kasir itu akan tetap melekat di ingatan. Kejadian berlangsung saat saya membeli sebungkus rokok Surya 12.
Waktu itu, saya sudah lama tidak membeli rokok Surya di Indomaret. Si kasir menyebutkan harganya Rp25.300. Lalu, saya membayar dengan uang Rp100.000. Rokok saya terima beserta kembaliannya.
Saya mendadak tercengang dan mengumpat dalam hati. Sebab, kembalian yang saya terima Rp40.500. Mungkin kalian bertanya: “Kan hanya Rp200, mosok mau jadi perkara?” Yang jadi perkara bukan nominalnya, tapi sikap si kasir yang semena-mena membulatkan harga tanpa embel-embel “200 rupiahnya mau didonasikan, kakak?” atau apalah gitu.
Ketika berbelanja di toko kelontong kalian tidak akan menemukan kasus seperti di atas. Biasanya, tidak ada harga ganjil sebagaimana Indomaret. Semisal harga rokok Surya yang asalnya 25.300 menjadi Rp25.500. lalu, apa bedanya? Ya, jelas beda.
Pemilik toko kelontong mengulak barang dagangan mereka ke toko-toko besar, tak terkecuali Indomaret, Alfamart, atau Basmalah. Penambahan laba tersebut termasuk juga uang bensin. Bahkan jangan heran jika ada toko yang malah menjual lebih murah dari harga di miminarket kebanyakan.
Baca halaman selanjutnya….
Pengawasan yang ketat
Berdasar pengalaman pribadi, saya pernah membeli sesuatu di Indomaret terdekat di desa. Kejengkelan saya timbul sebab seorang pegawai menguntit saya dan sesekali curi-curi pandang dari kejauhan.
Okelah jika alasannya untuk meminimalisir pencurian. Tapi, tolong, dong! Kan tidak semua orang perlu dicurigai sebagai maling. Hal itu tentu membuat orang lain termasuk saya tidak nyaman. Apalagi sudah ada CCTV di semua sudut gerai. Huft!
Saya tidak sepenuhnya menyalahkan. Sebab, hal tersebut mungkin termasuk dalam job-desc pegawai. Mungkin juga tujuannya adalah membantu pelanggan jika mencari suatu barang yang sulit ditemukan. Yang perlu dicatat adalah seorang pegawai wajib melakukannya dengan sepenuh hati dan sabar. Bukan malah pasang pandangan sinis dan diam seribu kata.
Di toko kelontong, kalian dipersilahkan memilih barang sesuai yang diinginkan tanpa ada intervensi dan pengawasan. Bahkan jika sudah kenal dengan pemilik warung, kalian bisa dipersilahkan ambil sendiri dan meletakkan uangnya di atas etalase ketika si pemilik sedang sibuk dengan hal lain.
Antrean yang Menyebalkan
Untuk yang terakhir ini, sungguh sangat menyebalkan. Bukannya saya tidak suka budaya antre, tapi kadang ada saja pembeli yang tidak memikirkan pembeli lain. Dengan seenak dengkul dia malah ngambil barang lagi. Tentu, hal tersebut membuat orang-orang harus menunggu dia selesai. Padahal mungkin saja ada yang sedang dikejar waktu atau semacamnya.
Menyebalkannya lagi, kasir Indomaret tidak akan menerima pembeli lain sebelum selesai dengan pembeli yang sedang dilayaninya. Sangat berbanding terbalik dengan toko kelontong. Aturannya sederhana, yang belanjaannya banyak dilayani paling akhir daripada yang cuma beli rokok sebatang dua batang.
Artikel ini mungkin ada sedikit mengandung kampanye bisnis UMKM di pedesaan. Meskipun begitu tapi saya akui tidak sepenuhnya. Setidaknya ini sejenis sindiran bagi muda-mudi di desa yang pergi ke Indomaret.
Saya kasih tahu, ya. Bisa ke Indomaret itu bukan pencapaian. Aneh bener cara berpikirnya. Mending ke toko kelontong, di mana kamu akan berkontribusi kepada UMKM desa sendiri. Itu baru pencapaian.
Penulis: Abd. Muhaimin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 5 Camilan Terbaik Indomaret dan Alfamart di Bawah Rp20 Ribu