Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Quo Vadis Hak Privasi: Dari Mental Kerumunan Polisi Sampai Bebas Geledah Modal Asumsi

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
18 Oktober 2021
A A
Quo Vadis Hak Privasi: Dari Mental Kerumunan Polisi Sampai Bebas Geledah Modal Asumsi terminal mojok.co

Quo Vadis Hak Privasi: Dari Mental Kerumunan Polisi Sampai Bebas Geledah Modal Asumsi terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Hastag “polisi sesuai prosedur” ramai dibicarakan di Twitter, tapi dengan alasan yang ironis. Ketika tagar ini didengungkan, besar harapan untuk memperbaiki citra kepolisian Indonesia. Bisik-bisik tagar ini untuk menaklukkan tagar #percumalaporpolisi yang sebelumnya menguasai media sosial. Dan memang, tagar #polisisesuaiprosedur ini sukses menaklukkan tagar bernada negatif sebelumnya.

Namun, bukan makin memperbaiki citra, tagar karya kepolisian ini malah makin memperburuk nama polisi. Aksi smackdown polisi vs demonstran menjadi simbol ironi dari tagar yang baru beberapa hari lahir. Dan ironi ini disempurnakan dengan sikap subversif “oknum” polisi yang merebut hak privasi seseorang.

Hal yang saya maksud jelas perkara perampasan handphone yang viral di Twitter. Dari cuplikan video yang berasal dari salah satu acara TV, terlihat sekelompok polisi memaksa seorang pelanggar rambu lalu lintas. Alasannya adalah mengetahui identitas si pelanggar dan mengetahui “adanya perencanaan kejahatan”.

Tanpa ada surat perintah, serta dibalut permainan kata dari “apa itu hak privasi” serta “wewenang polisi”. Sang “oknum” tadi menekankan bahwa alasan mereka meminta HP tadi adalah bagian dari wewenang polisi untuk mencegah pelanggaran hukum. Bahkan sampai mengajak adu data menggunakan pendekatan, “siapa tahu ada perencanaan pembunuhan di HP itu.”

Saya sebenarnya punya banyak pertanyaan dan sanggahan atas perilaku (sekali lagi) “oknum” polisi ini. Beberapa akun Twitter dan website hukum menunjukkan pro dan kontra terhadap perilaku polisi ini. Intinya, memang ada hak untuk melakukan penggeledahan setelah ada surat perintah dari pengadilan. Serta ada hak ganti rugi dari masyarakat yang mengalami penggeledahan.

Hal yang membuat saya gemas lebih pada mentalitas “oknum” polisi tadi. Terlepas dari potensi pelanggaran hak privasi, gestur yang ditunjukkan memang bernuansa arogan. Bahkan pertanyaan dan sanggahan dari warga tadi ditanggapi dengan sikap menyepelekan serta pemaksaan yang tidak perlu.

Mental kerumunan kuat terasa dalam peristiwa ini. Bagaimana “oknum” polisi tadi menekan warga karena dalam posisi yang memiliki kuasa. Posisi yang lahir dari identitas sosial yang sebenarnya melenceng dari fungsi seorang polisi.

Fungsi menjaga keamanan ini diejawantahkan menjadi pelanggaran keamanan itu sendiri. Ketika seseorang digeledah tanpa surat perintah, bukankah ini sudah mengancam keamanan orang tadi? Dan yang mengancam malah pihak yang seharusnya memastikan keamanan masyarakat terjaga.

Baca Juga:

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Nuansa penuh adu kekuasaan ini makin terasa ketika sang “oknum” polisi tadi memamerkan hak untuk merampas privasi seseorang, bahkan dengan tuduhan tidak masuk akal dan tanpa landasan. Membahas kemungkinan seperti rencana pembunuhan tanpa ada pengusutan yang jelas sudah mencederai asas praduga tidak bersalah.

Namun, mental kerumunan dan identitas sosial mengambil peran di peristiwa ini. Lantaran polisi memiliki “kekuatan” yang berasal dari kesepakatan bersama, maka si “oknum” tadi merasa berhak melanggar batasan-batasan fungsional mereka. Dan dengan berlindung di balik benteng institusi, “oknum” tadi menunjukkan sikap berkuasa atas warga tersebut.

Mental kerumunan ini sudah banyak ditunjukkan oleh para “oknum” polisi. Paling baru ya perundungan seorang warganet yang membandingkan polisi dengan satpam BCA. Bukannya melakukan komunikasi yang membangun, banyak “oknum” polisi yang menyerang warganet tadi secara personal.

Ini adalah perilaku berbahaya. Dan jelas telah melanggar fungsi polisi sebagai garda depan keamanan masyarakat. Kalau dibilang abuse of power, ya jelas itu yang terjadi. Karena hak dan posisi sosial yang disepakati oleh masyarakat, para “oknum” brengsek ini bisa bebas melakukan apa yang berasal dari “asumsi” mereka. Padahal, ada hukum yang tegas mengatur peran polisi ini.

Namun, mental kerumunan dan posisi sosial malah yang muncul. “Oknum” polisi, baik yang merampas HP atau merundung warganet, bebas melanggar hak serta meneror warga. Hanya atas dasar mereka polisi yang harus dihargai posisinya dalam masyarakat.

Tanpa sadar, masyarakat kita kembali ke era feodal. Di mana hak dan kewajiban seseorang ditentukan oleh kasta yang tersemat dalam diri mereka. Ketika sekelompok orang memiliki kasta lebih tinggi, ia berhak mengatur hak dan kewajiban kelompok dengan kasta yang lebih rendah. Meskipun ada hukum yang menjadi kesepakatan bersama, pada akhirnya posisi sosial dan kasta yang berkuasa.

Wajar jika warganet (dan masyarakat pada umumnya) terjebak polemik karena ini. Sebagian menyetujui karena memandang polisi berhak merebut hak seseorang atas dasar keamanan. Sisanya menginginkan “oknum” polisi untuk tetap mengedepankan pelaksanaan hukum yang benar dan tidak menabrak aturan yang ada.

Namun, apakah ini hanyalah kerja “oknum” polisi? Atau secara luas memang sudah ada pergeseran makna dari “penjaga keamanan” menjadi “warga kasta kesatria”? Atau memang kita sedang menuju distopia, di mana kita semua terjebak dalam tatanan police state? Apakah kita akan menuju era di mana privasi adalah kejahatan dan otoritas berhak mengetahui dan mengatur hidup kita sampai hal paling dasar?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 Oktober 2021 oleh

Tags: Hak Privasipilihan redaksipolisi
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Kasta Es Krim Wall’s dari Sultan hingga Legend Terminal Mojok

Kasta Es Krim Wall’s dari Sultan hingga Legend

7 Oktober 2022
Kuliah S2 Beda dengan S1, Mahasiswa Jangan Kebanyakan Caper, Sudah Bukan Umur dan Tempatnya

Kuliah S2 Beda dengan S1, Mahasiswa Jangan Kebanyakan Caper, Sudah Bukan Umur dan Tempatnya

8 September 2025
10 Drama Korea yang Menyajikan Cerita Realistis Terminal Mojok

10 Drama Korea yang Menyajikan Cerita Realistis

28 Mei 2022
7 Kebaikan Fizi yang Nggak Disadari Penonton Upin Ipin, Bukti kalau Dia Masih Punya Hati Nurani!

7 Kebaikan Fizi yang Nggak Disadari Penonton Upin Ipin, Bukti kalau Dia Masih Punya Hati Nurani!

4 Mei 2024
4 UMKM Klaten yang Berhasil Go Digital, Ada yang Sukses Jualan sampai ke Luar Negeri!

4 UMKM Klaten yang Berhasil Go Digital, Ada yang Sukses Jualan sampai ke Luar Negeri!

9 Oktober 2025
Pengalaman Saya sebagai “Anak Baik-baik” Tinggal di Kos LV Jogja yang Penuh Drama Mojok.co

Pengalaman Saya sebagai “Anak Baik-baik” Tinggal di Kos LV Jogja yang Penuh Drama

23 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.