Purworejo, Kabupaten Penuh Potensi, tapi Ditinggal Kabur Pemudanya, Berpotensi Jadi Kota (yang Terpaksa) Tua!

Kabupaten Purworejo, Kabupaten Tak Dianggap padahal Jasanya Besar dan Surganya para Introvert

Kabupaten Purworejo, Kabupaten Tak Dianggap padahal Jasanya Besar dan Surganya para Introvert (Bangkit Prayogi via Unsplash)

Purworejo, sebuah kabupaten yang bersebelahan dengan Kabupaten Kebumen yang namanya jarang disorot publik. Saya pernah berkunjung sekali ke sana itu pun karena urusan pekerjaan. Suasana saat memasuki episentrum kota itu seperti membayangkan sebuah rumah bergaya lama. Meski tampak lusuh dari luar, di dalamnya terdapat ornamen-ornamennya yang cukup menarik perhatian mata. Ketika berada di dalamnya, rasanya begitu menenangkan.

Tapi di sisi lain, ketika semakin dalam menelusuri kota ini, rasanya jadi sunyi dan sepi.

Jalan yang lebar dan bersih, tapi tak diisi dengan padatnya lalu-lalang penduduk di malam hari selayaknya tetangganya yaitu Kebumen. Lebih unik lagi, waktu itu saya melihat plang “Desa Wisata” di beberapa desa, tapi tanpa kreasi sehingga yang tampak adalah penampakan wisata yang alakadarnya.

Apa yang salah?

Purworejo punya potensi (yang kelewat banyak)

Kalau kita melirik perkara potensi, Purworejo tidak semelarat itu untuk jadi sebuah daerah yang bertaji. Misalnya di sektor pertanian dan perkebunan, berdasarkan Statistik Daerah Kabupaten Purworejo, Kabupaten ini punya potensi untuk komoditas misalnya jagung, padi, rempah-rempah seperti kunyit, kencur, jahe, temulawak, dan kapulaga.

Bahkan kabupaten ini menjadi pemasok bahan baku ke 70 lebih produsen pabrik jamu di Jawa Tengah. Di sektor Perkebunan, komoditas seperti kepala, durian, kopi, dan kakao, mampu menghasilkan ratusan hingga ribuan ton dalam sekali panen.

Sejalan dengan itu, laporan dari sensus pertanian 2023 juga menyebutkan kalau per kecamatan dan Usaha Tani Perorangan di Purworejo memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam skema agribisnis modern.

Dari sisi pariwisata, Purworejo juga sebenarnya punya dua permata yang bisa diasah sebagai lumbung kepopulerannya. Pertama dari wisata alam, Purworejo punya pantai yang namanya pasir Pancu yang meski pasirnya warna hitam, tapi bagus secara pemandangan. Dan waktu itu masih sangat bersih dan terjaga.

Kemudian ada air terjun Indah macam Curug Muncar dan Gunung Putri di Kecamatan Bruno. Dua wisata alam itu adalah sedikit contoh dari sekian banyak destinasi wisata potensial di Purworejo yang bisa dikembangkan.

Kedua dari sisi wisata budaya dan kreatif. Purworejo kalau tidak salah punya event tahunan seperti Purworejo Fair yang seharusnya bisa dibuat turunannya yang bisa dilakukan secara berkala dengan mengambil tema budaya. Acara ini sekali digelar bisa menarik 35.000 pengunjung dalam 5 hari dan memutar Rp 2,3 miliar pada tahun lalu. Selain itu dari sisi kuliner macam clorot dan dawet ireng pun bisa dioptimalkan jadi salah satu buah tangan ikonik untuk menarik lebih banyak pengunjung luar daerah.

Lalu balik lagi ke pertanyaan awal, apa yang salah? mengapa nggak bisa dimaksimalkan?

Pemudanya memilih kabur

Potensi sebagus apa pun, kalau nggak diolah ya ibarat berlian yang tertutup tanah batuan yang nggak diasah. Selamanya akan jadi batu dan nggak akan ada yang tahu kalau itu berlian.

Persoalan utama Purworejo bisa jadi datang dari keberadaan dari penduduk usia produktif yang makin menurun. Kalau dilihat dari catatan BPS, Indeks Pembangunan Manusia IPM 2024, 75,16, meningkat dari 74,35 dengan komposisi usia produktif (15-64 tahun) mendominasi 69 persen dari total penduduk yang mencapai 700-800-an ribu dari rentang tahun 2020-2024. Tapi meski mendominasi secara catatan komposisi, keberadaan mereka itu seperti hantu. Nggak terdeteksi keberadaannya secara dominan di Purworejo.

Rupanya hal itu dikarenakan penduduk usia produktif yang merantau ke luar daerah mencapai lebih dari 30 persen dari total usia produktif. Ibaratnya kalau ada 10 orang usia produktif, maka ada 3 orang yang merantau dan banyak dari mereka menetap sementara di daerah perantauan. Catatan ini pun sampai dijadikan perhatian khusus sehingga Pemkab dimasukan ke dalam Grand Design Pembangunan Kependudukan Purworejo.

Baca halaman selanjutnya

Masalah klise

Jadi intinya, anak-anak mudanya pada kabur ke luar kota karena merasa bursa tenaga kerja di Purworejo nggak bervariasi dengan upah yang rendah. Lihat saja UMR-nya, Rp2,2 jutaan. UMR dalam konteks realita itu kan Upah Maksimum Regional, kan? Jadi ya pasti banyak yang hanya bisa menawarkan upah di bawah dari itu. Tentu saja pemudanya pada kabur lah.

Yah, ini memang persoalan klise yang dialami oleh banyak daerah-daerah di Jawa Tengah. Pantas saja Provinsi ini jadi yang paling miskin di Jawa. Tapi masak mau dinormalisasi, bukan begitu Pak Gubernur Luthfi?

Putar otak, putar otak

Pemkab benar-benar harus putar otak untuk cari solusi, biar pemuda-pemuda di Kota sunyi ini nggak pada keluar semua dan meninggalkan Purworejo layaknya rumah yang nggak berpenghuni. Ini juga jadi semacam “warning” bagi Jawa Tengah. Daerah-daerahnya banyak loh yang bermasalah, Purworejo ini hanya satu contoh masalah produktivitas daerah, dari sekian banyak masalah lain yang nggak kalah pelik di daerah lainnya. Sekali lagi, bukankah begitu, Pak Gubernur Luthfi?

Masalahnya, kalau persoalan menurunnya komposisi penduduk produktif yang menetap ini dibiarkan, Purworejo bisa jadi akan menua, tapi bukan karena usia, melainkan karena semangat dan peremajaan daerahnya. Banyak lahan, komoditas, dan potensi wisata akan tertidur tanpa dikelola dengan produktif, investor besar akan sulit masuk, kemudian membuat daerah ini punya pertumbuhan ekonomi seperti siput. Gerakannya lambat dan menjenuhkan.

Tapi balik lagi. Purworejo masih punya harapan. Kondisi daerah ini selayaknya padi yang menguning, terlihat diam, padahal di dalam tanah, akar-akar barunya menjalar kokoh mencari sumber air untuk menggemukan biji gabahnya. Tinggal nunggu, akankah para bibit muda itu berani dan berhasil diajak pulang atau justru sebaliknya, pemudanya tetap tinggal di luar daerah dan Purworejo hanya dijadikan opsi untuk menikmati masa tua?

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Purworejo, Tempat Ideal bagi para Introvert yang Mendambakan Ketenangan Hidup

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version