Kemarin malam saya menyempatkan diri membaca sebuah artikel di Terminal Mojok. Salah satunya artikel Mas Rudy Tri Hermawan. Beliau menulis bahwa Bojonegoro dan Blora bisa bekerja sama untuk membangun infrastruktur demi kenyamanan bersama. Perasaan Mas Rudi sama seperti perasaan saya terhadap daerah sendiri, yaitu Purwokerto dan Purbalingga.
Iya, Purwokerto dan Purbalingga bisa bersinergi tanpa harus merasa inferior maupun superior. Ini buktinya!
Daftar Isi
Menghidupkan bandara Jenderal Soedirman yang mati suri
Sebelumnya saya sudah pernah menulis di Terminal Mojok tentang betapa sepinya Bandara Jenderal Soedirman. Saya tidak tahu apakah pihak pemerintah membaca artikel itu atau tidak, hal tersebut nggak penting.Â
Tapi perlu pembaca sekalian tahu, Bupati Purbalingga berupaya menggandeng beberapa pemkab kabupaten tetangga untuk saling bahu-membahu menghidupkan kembali bandara ini. Akhirnya, dalam sebuah berita yang ditulis di serayunews.com, Bu Tiwi (Bupati Purbalingga) melakukan audiensi dengan Pak Husain (Bupati Banyumas) untuk membahas kerja sama.Â
Rencananya, bandara yang menggunakan nama pahlawan ini akan digunakan sebagai feeder ibadah umrah. Upaya ini juga diharapkan meningkatkan kerja sama berbagai biro umroh yang ada di Purbalingga dan Purwokerto.
Kerja sama Purbalingga dan Purwokerto di bidang pendidikan
Purbalingga mulai menunjukan taringnya dengan membuat sebuah MoU dengan UIN Saizu Purwokerto. Hal ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Bupati Purbalingga dan Rektor UIN Saizu.Â
Menilik informasi dari purbalinggakab.co.id, rencananya, kampus dua UIN Saizu ini diperuntukan untuk program Fakultas Sains dan Teknologi dan Fakultas Ilmu Sosial. Pembangunan kampus islam negeri di Purbalingga diharapkan bisa menggeliatkan ekonomi warga sekitar. Sebelum UIN Saizu, Unsoed sudah lebih dulu membangun kampusnya di Kecamatan Kalimanah. Kampus tersebut dikhususkan untuk mahasiswa Fakultas Teknik.
Kerja sama Purbalingga dan Purwokerto di bidang ekonomi
Kota Perwira memiliki berbagai pabrik yang sudah malang melintang kiprahnya di Indonesia. Mulai dari pabrik bulu mata dan pabrik knalpot. Kedua pabrik ini mempu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Sehingga bukan hanya warga Purbalingga saja yang bekerja di pabrik-pabrik Kota Perwira, melainkan juga warga Purwokerto.Â
Ini menjadi kabar baik bagi kedua daerah. Ketika tingkat pengangguran di sebuah kabupaten meningkat, kabupaten tetangga mampu menampungnya. Walaupun tidak semua pengangguran terserap, ya! Tapi setidaknya bisa mengurangi jumlah pengangguran.
BRT Trans Jateng Menghubungkan Purbalingga dan Purwokerto
Jika kalian adalah mahasiswa yang berdomisili di Purwokerto dan ingin berkunjung ke Purbalingga, saya sarankan untuk menjajal moda transportasi BRT Trans Jateng. Transportasi ini menghubungkan daerah Purbalingga dan Purwokerto agar bisa dijangkau dengan mudah dan murah.Â
Bahkan, untuk pelajar, hanya dikenai biaya Rp4.000. Jalurnya pun cukup panjang. Mulai dari Terminal Bulupitu hingga jalur paling ujung Purbalingga yaitu di Kecamatan Bukateja.
Pariwisata yang mulai menggeliat
Baturaden menjadi sebuah destinasi wajib jika kalian berkunjung ke Banyumas pada umumnya dan Purwokerto khususnya. Sementara itu, Purbalingga memiliki objek wisata Bojongsari (Owabong) dan kolam ikan raksasa (Purbayasa) yang menjadi andalan wisata.Â
Di antara jalur yang menghubungkan antara wisata di dua daerah tersebut, saya menemui banyak UMKM yang mulai berdiri. Ada toko oleh-oleh, rumah makan dengan nuansa alam, serta berbagai usaha lainnya. Ini adalah salah satu dampak positif dari bergeliatnya industri pariwisata di kedua daerah tersebut.
Segitu saja dulu, ya. Selebihnya kita bahasa di lain kesempatan. Setidaknya, ini menjadi bukti bahwa Purwokerto dan Purbalingga adalah dua saudara kembar yang sedang berjalan secara beriringan tanpa menjatuhkan.
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Masalah Purwokerto: Terminal Bulupitu yang Berpotensi Menyusahkan Mahasiswa dan Warga