Saya merasa terpanggil ketika membaca tulisan Mas Seto Wicaksono soal curhatannya mengenai nasib punya wajah jutek yang kalau lagi diam dikira marah, sekali ngomong kok ketus, terus kalau banyak senyum malah dikira caper. Duh, serba salah ya, Mas?
Kali ini saya mau cerita soal punya default wajah kalem. Pernah suatu ketika, teman saya ngomong, “Nin, lambok wajahmu ojo kalem-kalem nemen, sih.” Saya di situ seketika bingung,.Padahal saya cuma diam saja, tapi kok tiba-tiba diomongin begitu?
Kalau saya bisa request sama Tuhan, dulu waktu pembagian wajah, saya mau pesan style wajah yang nggak kalem-kalem amat dan nggak jutek-jutek amat. Pokoknya yang moderatlah.
Punya wajah kalem itu rasanya nggak enak-enak banget, kok. Terlebih kalau posisi lagi pengin misuh, bukannya pada takut, orang lain malah ketawa-ketawa, dikira saya lagi stand up comedy. Pasalnya, wajah tipe kayak saya ini nggak cocok buat marah-marah apalagi misuh. Ngeselin, kan? Padahal marah itu ekspresi diri dan manusiawi. Kalau seumur hidup nggak pernah marah, bisa jadi dipertanyakan kemanusiaannya.
Lantaran ketidakcocokan buat marah-marah ini, akhirnya saya kalau marah atau kesal suka nangis biar kelihatan gitu, ada airmata yang keluar. Eh tapi, saya malah dapat julukan baru lagi: tukang nangis mbis mbis alias cengeng banget. Padahal kan itu imbas dari marah saya yang dikira nggak marah, akhirnya nyoba buat nangis saja.
Belum lagi kalau sudah punya default wajah kalem ditambah sama suara yang nggak keras-keras amat (yang kalau kata orang lemah lembut). Uhhhhh aduhai banyak sekali cobaannya~
Gimana nggak? Tiap presentasi makalah di kelas, saya harus bengok-bengok dulu biar yang belakang kedengaran. Tiap manggil temen yang biasanya cukup satu oktaf, saya kudu lima oktaf. Nggak sekalian aja saya ikut ajang pencarian bakat? Barangkali saya bisa jadi penerusnya Raisa.
Kadang kalau lagi bicara panjang lebar di depan forum, suka ada yang nyeletuk, “Nin, suaranya bisa dikerasin lagi nggak?” Mohon maaf, Bambang, ini sudah pakai suara paling keras. Maka dari itu saya selalu bersyukur kalau dikasih mic, biar kalau ngomong usahanya nggak terlalu berat banget.
Selain itu, first impression orang ketika melihat saya selalu dianggap, “pendiam, pemalu, lemah lembut, dan keibuan,” Padahal sih nggak benar-benar amat.
Kalau udah kenal deket, saya cerewetnya ampun-ampunan. Bahkan saya bisa sedikit gila kalau udah ketemu sama temen yang se-frekuensi. Pemalu? Semua orang menjadi pemalu ketika harus berinteraksi kali pertama dengan orang lain, selanjutnya palingan juga malu-maluin.
Soal lemah lembut, itu cuma suara aja. Kelakuan saya mah kayak lelembut. Dan sebetulnya saya jauh dari kata keibuan, wong di rumah saja sering berantem sama adek gara-gara masalah sepele.
Jadi jangan dikira punya default wajah kalem itu selalu pendiam, pemalu, tidak bisa marah, ataupun lemah lembut Bukannya apa-apa. Punya default wajah kalem itu kadang jadi beban juga, loh. Karena ekspektasi orang selalu berakhir pada perempuan baik-baik dan jauh dari kata emosi apalagi memaki-maki.
Saya juga manusia yang sama-sama punya perasaan. Manusia yang juga berhak marah, berhak nangis, apalagi ketika hatinya disakiti karena diselingkuhi. Ampun deh.
Lagipula saya bukan Tiara Anugrah, runner up Indonesian Idols yang punya banyak fans karena memiliki suara keren ditambah default wajah kalem dan aura keibuan yang memancar. Saya nggak tahu, barangkali di belakang itu, Tiara punya keluhan yang hampir sama seperti saya.
Tapi mau gimana lagi? Punya default wajah apa pun memang harus disyukuri. Mau kalem, mau jutek, mau datar, semua punya ceritanya masing-masing dan kita wajib menghargai.
Jadi poin paling penting di sini adalah jangan menilai seseorang dalam sekali pandang. Bisa jadi orang yang punya default wajah jutek malah aslinya pemalu atau orang yang punya default wajah kalem aslinya malu-maluin. Sapa dulu, kenalan dulu, ajak ngobrol, nah baru kalian bakal tau.
BACA JUGA Alasan Kami Para Cewek yang Hobi Foto Separuh Wajah atau tulisan Nina Fitriani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.