Ada yang familier dengan produk olahan nabati bermerek Proteina? Kalau belum tahu, berarti kita sama. Saya baru mengenal produk ini dari seorang teman yang iseng-iseng belanja di marketplace. Karena doi beli kebanyakan, saya diberi dan berkesempatan kenalan dengan makanan tinggi protein yang satu ini.
Mudahnya, Proteina adalah daging imitasi yang terbuat dari tepung kedelai. Walaupun imitasi, bukan berarti konotasinya negatif. Proteina tetap sangat layak dikonsumsi. Bahkan menurut informasi nilai gizinya, per takaran saji (100 gram) Proteina mengandung lemak total 1 gram, protein 54 gram, karbohidrat total 32 gram, natrium 0 mg, dan energi totalnya 350 kkal. Kandungan protein tersebut diklaim memenuhi 91% AKG.
Apalagi harganya murah meriah. Untuk kemasan 250 gram harganya hanya sekitar Rp15.000-an. Sedangkan kemasan 40 gram dijual Rp3.000-an saja di marketplace.
Sebagai perbandingan, saya mencoba mencari informasi kandungan protein beberapa makanan sumber protein yang umum kita kenal. Dan ini hasilnya :
Jenis Pangan (per 100 gram) | Jumlah Protein (gram) |
Ikan | 22 |
Daging ayam | 27 |
Daging sapi | 26 |
Telur | 13 |
Udang | 24 |
Susu | 3,4 |
Tempe | 19 |
Tahu | 8 |
Proteina | 54 |
Perlu diingat bahwa protein punya beberapa fungsi penting untuk tubuh, di antaranya memperbaiki sel dan jaringan tubuh yang rusak, membentuk antibodi, membentuk hormon dan enzim, serta sumber energi. Protein juga sangat dibutuhkan untuk membangun massa otot.
Bedanya protein nabati dengan protein hewani
Selain berbeda sumber, protein nabati dan hewani juga punya karakteristik yang berbeda. Selama ini protein hewani diyakini lebih superior daripada protein nabati. Sebab dalam jumlah protein yang sama (misalnya makanan yang sama-sama mengandung protein 20 gram), protein hewani memiliki jumlah asam amino esensial yang lebih banyak dan penyerapannya oleh tubuh lebih maksimal. Selain itu protein hewani juga dilengkapi dengan vitamin B12.
Baca halaman selanjutnya
Tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk protein hewani…
Namun tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk protein hewani. Protein hewani mengandung lemak jenuh dan kolesterol yang cukup tinggi, sedangkan protein nabati justru mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Apalagi harga protein nabati cenderung lebih ekonomis daripada produk hewani.
Jadi, alangkah baiknya kalau konsumsi protein hewani dan nabati bisa seimbang agar memberikan hasil yang maksimal untuk tubuh. Karena segala hal yang berlebihan itu tidak baik.
Sekilas rasa Proteina dan cara pemanfaatannya
Mungkin banyak yang belum familier dengan merek Proteina, tapi saya rasa secara tidak sadar sudah banyak yang mencicipinya. Pernah makan toping bulat-bulat pada Pop Mie atau Mie Sedaap Cup? Nah, seperti itulah rasa dan tekstur Proteina. Kenyal, berserat, dan rasa kedelai.
Proteina kering perlu direndam dengan air bersih dahulu sekitar 5-15 menit sampai mengembang. Setelah empuk dan mengembang, remas-remas hingga agak mengering, lalu bilas dengan air. Ulangi pemerasan dan pembilasan ini setidaknya 2 kali. Setelah itu, barulah Proteina siap diolah menjadi berbagai masakan. Proteina bisa diolah menjadi banyak kreasi masakan layaknya daging ayam dan sapi. Di website resmi Proteina ada beberapa resep olahan Proteina. Siapa tau ada yang cocok dengan selera.
Beberapa orang merasa Proteina bercita rasa hambar dan kurang enak. Tapi, rasa hambar Proteina bisa disiasati dengan membumbuinya dengan banyak rempah-rempah, sehingga rasanya akan menjadi sedap. Kemarin saya mencoba menumisnya. Saya beri bumbu standar bawang-bawangan, cabai rawit, saus tiram, kecap manis, garam, dan lada. Rasanya sudah enak. Jika ingin diolah minim bumbu, coba rendam Proteina dengan air garam, minimal bakalan ada rasa asin-asinnya. Tapi semua kembali ke selera masing-masing, ya.
Kalau ada pedagang mi ayam yang menjual dagangannya dengan harga miring namun topingnya melimpah, jangan keburu suuzan dulu, ya. Bisa jadi pedagang tersebut menggunakan campuran Proteina pada toping ayamnya. Jadi, jangan keburu mencurigai si pedagang memakai ayam tiren atau daging aneh-aneh lainnya. Menggunakan campuran Proteina bukan hal yang buruk, dibanding pakai daging aneh-aneh. Lagi pula Proteina juga bergizi, halal, dan cuma dijadiin campuran. Toh masih ada ayam benerannya. Perlu diingat, tidak semua pedagang mi ayam pakai trik ini. Bisa jadi mereka juga mengambil untung yang kecil.
Variasi produk
Proteina tersedia dalam berbagai varian. Ada Proteina L (15-25 mm), LS (6-8 mm), LX (6-10 mm), MK (4-6 mm). Keempatnya punya rasa yang sama, hanya berbeda ukuran dan bentuknya. Tujuan penggunaannya juga beda-beda. Misalnya, untuk membuat sate dan bakso tentunya kita perlu ukuran daging lebih besar, nggak mungkin dong pakai daging cincang kecil-kecil seperti toping mi ayam? Makanya untuk sate dan bakso bisa menggunakan Proteina L.
Ada juga Proteina slice yang mirip slice beef dan Proteina Plus yang kandungan proteinnya lebih tinggi dengan rasa kedelai yang lebih samar. Kalau mau versi lauk instan siap masak, ada Protemil yang tersedia dalam varian rasa original, opor, dan balado.
Proteina bisa dijadikan alternatif sumber makanan tinggi protein berbasis vegan. Sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan protein penghayat gaya hidup vegetarian maupun orang yang punya kolesterol tinggi. Pun bisa jadi alternatif sumber protein untuk orang-orang yang mau body building tapi dompetnya lagi cekak. Tidak harus selalu beli telur, dada ayam, dan protein shake yang harganya mahal untuk mulai membangun massa otot.
Oh iya, Proteina juga mengenyangkan, lho, dan kenyangnya cukup tahan lama. Saya mencoba memasak ¼ bungkus dan jadinya cukup banyak untuk dinikmati seorang diri. Bahkan tidak habis dalam sekali makan. Padahal saya tidak makan pakai nasi dan baru makan 1 kali dalam hari itu. Jadi, cocok banget buat sobat diet. Tertarik untuk mencobanya?
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Panduan Singkat Sebelum Memutuskan Membeli Whey Protein.