Setelah Kang Bahar menolak untuk menerima uang iuran, Kang Mus menempelkan tulisan “DIJUWAL TANPA PERANTARA” di jendela rumahnya. Ia sudah membulatkan tekad untuk menjual rumahnya. Adegan Preman Pensiun episode 36 lalu beralih ke Kinanti yang bilang ke Kang Bahar bahwa ia akan melakukan sidang skripsi. Kang Bahar senang karena ia sudah menunaikan janji pada istrinya bahwa anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang cukup. Bahkan bos preman pun selalu ingin yang terbaik untuk anaknya.
Di sisi itu, setelah curhat dengan Uyan, Adit memutuskan untuk melupakan hubungannya dengan Kinanti, ia merasa masalahnya tidak akan berakhir dengan mudah.
Di pasar, Joni menagih iuran, kemudian Yuyun menanyakan keadaan Jupri dan Iwan yang sudah lama tidak kelihatan di pasar. Joni menjawab bahwa mereka berdua sudah dihajar Komar, eh, panjang umur, yang diomongin datang. Komar mengancam Joni akan dihajar juga jika ngomongin dia lagi ke Yuyun. Joni pun pergi, Komar klarifikasi kenapa ia menghajar Jupri dan Iwan, belum selesai menjelaskan, tetiba datang Kang Mus, menjambak Komar dan menggusurnya ke pos.
Komar menjelaskan bahwa ia tidak sedang menggoda Yuyun, tapi menjelaskan kenapa ia menghajar Jupri dan Iwan. Kang Mus marah, menurutnya urusan internal nggak perlu diketahui orang lain. Komar masih menyela, “Nanti saya dianggap jahat,” katanya. Kang Mus tambah naik pitam dan menjawab, “Itu risiko kita, kalau nggak mau dianggap jahat, cari kerja lain!” Komar akhirnya berlutut dan menjawab kalau ia masih pengin kerja di pasar.
Seolah melupakan kejadian tersebut, Kang Mus kemudian memberitahukan Komar untuk kumpul di markas besar untuk bertemu dengan Kang Bahar nanti sore.
Di jalanan, Murat dan Pipit narik iuran. Setelah selesai dan berisitirahat di Jalan Asia-Afrika, Kang Mus datang. Murat dan Pipit yang sedang duduk santai kemudian berdiri. Kang Mus risi melihat mereka yang memakai jaket kulit di siang hari. Murat menjawab itu anjuran Jamal untuk tidak mengotori nama Bandung sebagai kota fashion. Kang Mus kemudian menekankan kepada Murat dan Pipit dua hal, yaitu Jamal bukan bos dan semua hal yang dikatakan Jamal harus dilupakan.
Kang Mus pun menyuruh mereka untuk membuang jaketnya. Murat menurut, tapi Pipit tidak, ia malah minta untuk menyimpannya untuk kemudian dijual ke Tegalega. Kang Mus tetap nyuruh untuk membuang jaketnya. Saya selalu senang dengan adegan Preman Pensiun ketika menyisipkan nama-nama tempat di Bandung yang jadi ikon tertentu, seperti Tegalega, sebab secara tak langsung memperkenalkan tempat tersebut. Kang Mus kemudian menyuruh Murat dan Pipit untuk merapat ke markas besar nanti sore untuk bertemu Kang Bahar.
Di markas copet, Ubed datang. Saep sudah lama menunggu Ubed di sana untuk kembali meramaikan khazanah percopetaan di Kota Bandung. Setelah sepakat untuk mengisi waktu dengan nyopet satu dompet dengan Saep, akhirnya Ubed nyopet lagi dengan Saep. Tapi, saat datang Ubed minta istirahat dulu, Saep akhirnya memilih nyopet sendiri sembari menunggu Ubed istirahat.
Saep berhasil operasi nyopet dua kali berturut-turut. Itu sebabnya saat Ubed telepon Saep dan menyatakan bahwa ia sudah siap untuk nyopet, Saep memilih untuk lanjut nyopet sendiri. Sialnya, saat nyopet untuk yang ketiga kalinya, Saep justru nyopet seorang polisi yang sedang menyamar. Akhirnya ia ditangkap oleh pihak kepolisian tersebut.
Di jembatan terminal, Kang Mus meminta Gobang menghadapnya. Ia menegur Gobang karena telah berlebihan menangani Ujang. Saya suka perumpamaan yang digunakan Kang Mus di sini atas berlebihannya Gobang mengurus Ujang, begini tegurannya: “Kalau saya suruh main pingpong, jangan ngirim dua kesebelasan sepak bola.” Setelah itu Kang Mus menyuruh Gobang untuk merapat ke markas besar untuk menghadap Kang Bahar.
Adegan beralih ke pasar, Iwan kembali minta gabung kerja. Komar mengetesnya dan menyuruh untuk memesankan kopi. Setelah bawa kopi, Komar juga nyuruh Iwan untuk belikan kue balok. Nggak tanggung-tanggung, Komar minta kue balok original asli buatan Garut. Iwan mau tak mau akhirnya pergi juga cari kue balok yang diinginkan Komar.
Di rumah Diza, Junaedi kembali bertamu. Di tengah obrolan, gawainya berdering, ada telepon dari Ubed yang memberi tahu bahwa Saep sudah ditangkap polisi saat operasi nyopet. Ubed nggak mau jenguk Saep karena takut juga ditangkap polisi, Junaedi pun mengatakan hal yang sama. Mendengar obrolan mereka, Diza heran kenapa Junaedi takut ditangkap polisi. Setelah dirayu Diza untuk menjawab, akhirnya Junaedi mengaku bahwa ia takut polisi karena dia adalah copet.
Saat sore sudah menjelang, semua anak buah Kang Bahar yang di pasar, jalanan, dan terminal pergi ke markas besar. Tentu saja Kang Mus juga dengan vespa birunya.
Di markas besar, Si Maung—nama mobil Kang Bahar—datang. Semua anak buah Kang Bahar sudah bersaf, Kang Mus berada di depan mereka. Kang Bahar kemudian berjalan ke samping Kang Mus, memandangi anak buahnya dan kemudian bilang, “Mulai hari ini, Muslihat sudah boleh dan bisa mengambil keputusan dan tindakan, serta memberikan komando tanpa persetujuan dari saya. Sudah saya berikan kepercayaan sepenuhnya untuk bisa melanjutkan, mengurus bisnis ini. Sudah.”
Kang Bahar langsung balik kanan, jalan ke mobil, Kang Mus mengikuti di belakang. Sudah dekat si Maung, Kang Bahar menghadap ke Kang Mus, kemudian mengeluarkan cincin batu akik hitam di sakunya dan memberikannya pada Kang Mus.
“Ini batu biasa, tidak punya khasiat apa-apa, saya menyimpan ini karena saya suka,” ujar Kang Bahar. Kang Mus menerimanya dengan kedua tangan bergetar. “Saya mau meninggalkan bisnis ini karena saya mau menempuh jalan baru. Bisnis ini bukan bisnis yang baik, tapi bisnis ini tidak bisa saya tinggalkan begitu saja, bisnis ini melibatkan banyak orang, banyak pihak, dan kalau kita tinggalkan bisnis ini, bakal terjadi perang, bakal banyak jatuh korban.”
Kang Mus terus-menerus menunduk, Kang Bahar lanjut berbicara. “Kamu bukan tangan kanan saya lagi, kamu keluarga saya. Kamu bisa datang ke rumah saya kapan saja untuk menengok saya, kakak kamu, orang tua kamu. Menengok adik-adik kamu, anak-anak kamu: Kinasih, Kirani, dan Kinanti. Kamu baru saja menyelesaikan banyak masalah di bisnis ini, saya ingatkan ke kamu, ini belum selesai, justru baru dimulai.” Kang Bahar langsung balik kanan.
“Kang…,” panggil Kang Mus. Tangisnya meledak. “Saya mau ikut Akang, menempuh jalan baru.”
Kang Bahar menyentuh ubun-ubun Kang Mus. “Kamu punya jalan sendiri!” ujarnya sambil mengacak rambut Kang Mus.
Adegan mengharukan ini merupakan akhir dari Preman Pensiun episode 36 sekaligus akhir musim pertama sinetron ini. Kini, Kang Mus sudah resmi menjadi bos di bisnis preman, dan Kang Bahar pun sudah resmi pensiun dari bisnisnya yang sudah berpuluh tahun ia jalankan.
Baca sinopsis semua episode Preman Pensiun musim 1 di sini.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.