Episode demi episode menuju Pilpres 2024 yang seru turut mempopulerkan politik dinasti. Dalam pusaran keviralan istilah yang semakin tenar ini, warga Banten adem ayem saja. Pasalnya, politik dinasti adalah hal yang abadi di provinsi ini.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi RI, Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Politik dinasti tidak dilarang di Indonesia, bahkan secara hukum MK menjamin hak konstitusional warga negara untuk dipilih dan memilih yang tertuang dalam Putusan MK Nomor Nomor 011-017/PUU-I/2003.
Sedikit cerita tentang dinasti Ratu Atut. Dinasti Politik keluarga Ratu Atut diinisiasi oleh ayahnya Tubagus Chasan Sochib seorang pengusaha, politikus, dan jawara Banten. Sukri (2020) meneliti kuatnya politik dinasti Keluarga Ratu Atut yang tidak hancur walaupun Ratu Atut dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana sama-sama tertangkap KPK di tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan dinasti politik keluarga Atut adalah Octopussy Dynasty yaitu bentuk jaringan kekuasaan dan strategi politik yang mengakar sangat kuat.
Kalau ingin memahami lebih mudah tentang dinasti Ratu Atut, bisa cek artikel ini.
Ratu Atut seharusnya bebas pada 2026. Berkat remisi, ia dapat menghirup udara bebas di tahun 2022. Walaupun mendekam di penjara, dinasti keluarga Ratu Atut tetap menggurita di wilayah Banten. Ibu tiri, adik kandung, adik tiri, anak, menantu, ipar hingga keponakan Ratu Atut masih aktif menjabat sebagai kepala daerah dan lembaga legislatif hingga kini.
Daftar Isi
Banten swasta vs negeri
Kuatnya dinasti politik di Banten menyebabkan kesenjangan yang luar biasa. Ada sebagian wilayah Banten yang serupa seperti di luar negeri. Jalanan lebar dengan pedestrian yang nyaman dan manusiawi, gulungan kabel tersimpan di dalam tanah dengan rapi, serta petugas sekuriti di setiap sudut kota mandiri. Tentu saja wilayah ekslusif ini adalah area yang dikembangkan oleh pihak swasta.
Bagaimana dengan wilayah lain di Banten yang dikelola langsung pemimpin yang dipilih oleh rakyatnya? Pertanyaan yang sarkastik, tentu saja. Karena semua warga Banten sudah paham betapa senjangnya Banten made by swasta vs pemda.
Secara kasat mata, infrastruktur dan fasilitas yang dibangun oleh Pemda terlihat buruk dan serampangan. Perbaikan jalan yang tidak kunjung selesai, banjir karena drainase yang buruk, hingga pembangunan stadion yang tidak terpakai. Ya, Banten International Stadium dibangun senilai 1 triliun rupiah dan sudah diresmikan, tetapi tidak pernah digunakan untuk event berskala besar. Bikin bertanyea-tanyea nggak sih?
Angka harapan hidup terendah
Bagaimana dengan pembangunan yang tidak kasat mata alias pembangunan manusia di Banten? Menyedihkan. Data BPS tahun 2022 menunjukkan bahwa 3 kota di Pulau Jawa dengan angka harapan hidup (AHH) terendah diraih oleh provinsi Banten. Ketiga kota/kabupaten dengan ranking teratas tersebut adalah Serang, Pandeglang, dan Kota Cilegon. Nominasi AHH terendah dari Banten lainnya adalah Kabupaten Lebak di peringkat 5 dan Kota Serang di peringkat ke-9.
AHH adalah salah satu dari empat komponen indeks pembangunan manusia. Angka Harapan Hidup didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. AHH menjadi penting karena merupakan indikator kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk. Indikator ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, ketersediaan pangan, pendidikan dan kebijakan pemerintah.
Lupa bahagia di Banten
Selain tingkat AHH yang rendah, Banten juga sukses dinobatkan sebagai provinsi yang paling tidak bahagia di Indonesia. Survei ini dihelat pada tahun 2018-2020 dengan responden perwakilan warga Banten sejumlah 1600 orang. Survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik setiap 3 tahun sekali ini melakukan penghitungan berdasarkan indeks kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia).
Kebahagiaan memang bersifat subjektif, tapi BPS mengklaim metodologi yang digunakan bersifat ilmiah dan kompleks. Hasil survei indikator ketidakbahagiaan warga bisa menjadi kritik yang konstruktif bagi pemerintah. Tapi kenyataannya PJ Gubernur lebih memilih playing victim dan mempertanyakan keabsahan survei BPS.
Buruknya angka harapan hidup dan rendahnya indikator kebahagiaan warga jelas-jelas merupakan red flag tata kelola anggaran pemerintah Provinsi Banten. Ironinya, provinsi yang menempel dengan DKI Jakarta ini sebenarnya masuk jajaran provinsi yang menerima penanaman modal asing terbanyak. Periode Januari-Juni 2023, Banten ada di urutan ke-6 provinsi dengan realisasi investasi PMA dan PMDN senilai total Rp 50,6 Triliun.
Lima puluh koma enam triliun angka realisasi investasi asing dan dalam negeri itu nilai yang sangat besar, lho! Namun sangat kontradiktif dengan fakta bahwa Banten adalah provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi di RI tahun 2023. Mengapa nilai investasi ini tidak tercermin pada kesejahteraan warganya?
Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum dan Saragih (2019) menunjukkan bahwa dinasti politik terbukti memperlemah pengaruh positif belanja pemerintah daerah dan kinerja keuangan pemerintah daerah. Apa benar demikian? Mari kita bedah tipis-tipis APBD Provinsi Banten.
Bedah APBD tipis dikit
Belanja APBD Banten Tahun 2023 hingga Desember 2023 senilai 9.9 Triliun Rupiah dengan persentase belanja terbesar pada belanja pegawai senilai hampir 2 Triliun Rupiah (20%), belanja barang dan jasa senilai 3,8 Triliun Rupiah (38%) dan belanja modal 920 Milyar Rupiah (9,2%). Bandingkan betapa jomplangnya dengan nilai belanja untuk bantuan sosial 12 Milyar Rupiah (0,12%) dan bantuan keuangan 191 miliar (1,9%).
BPS Banten mencatat tingkat kemiskinan di Banten periode Maret 2023 memang menurun 3500 jiwa dibandingkan periode September 2022. Namun demikian indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Banten pada Maret 2023 justru mengalami kenaikan dari September 2022 terhadap Maret 2023. Artinya apa sih? Masih banyak warga miskin dan semakin parah miskinnya! Total bantuan sosial dan keuangan untuk warga pada APBD Banten hanya sekitar dua persenan, itu pun kalau tidak dikorupsi.
Monopoli kekuasaan di Provinsi Banten menyebabkan pengawasan terhadap anggaran dan kebijakan melemah. Kurangnya pengawasan legislatif dan eksekutif karena masih keluarga sendiri adalah faktor suburnya korupsi di wilayah Banten. Keadaan ini diperparah dengan rendahnya partisipasi politik masyarakat Banten pada pilkada tahun 2015 dan 2017 yang berada di bawah 65 persen. Sehingga yang terpilih ya dia lagi dia lagi.
Kesenjangan itu biasa di Banten
Berbagai data dan statistik baik yang resmi maupun tidak telah memperlihatkan kebobrokan pembangunan di Banten. Mau heran tapi beneran, di Banten kesenjangan seperti dianggap biasa saja. Padahal dengan angka investasi yang fantastis dan pembayaran pajak daerah oleh warga yang tinggal di kota mandiri, pemerataan pembangunan seharusnya menjadi sesuatu yang mungkin.
Bahagia ternyata tak sederhana. Memang banyak hal sederhana yang bisa bikin bahagia, tapi di belahan bumi lain, sebut saja Banten, bahagia terasa mahal. Sebab, kebahagiaannya sudah dimonopoli satu keluarga saja.
Penulis: Maryza Surya Andari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Surat untuk Luhut: Tol Serang Panimbang Wujud Penderitaan Warga Lebak Banten