Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Polisi Larang Aborsi dan Negara yang Hobi Ikut Campur Hal Privat

Fatimatuz Zahra oleh Fatimatuz Zahra
29 November 2021
A A
aborsi dan negara yang ikut campur urusan privat
Share on FacebookShare on Twitter

Baru-baru ini topik aborsi kembali meramaikan jagad Twitter. Kali ini, berita tersebut dari laporan Project Multatuli tentang seorang anak korban pemerkosaan yang dilarang melakukan aborsi oleh polisi. Seperti biasa, selalu ada pihak yang melakukan atraksi tak perlu. Dan kali ini pak polisi yang menghalangi upaya aborsi korban, yang dapat spotlight-nya.

Bagaimana tidak, dengan enteng mengatakan bahwa pihaknya tidak memberikan izin kepada korban untuk melakukan aborsi. Seolah-olah ia adalah pihak yang paling berwenang dan layak untuk mengambil alih keputusan tersebut. Padahal, seharusnya mereka tidak punya kewenangan dalam hal itu.

Sayangnya, keputusan tetap diambil dengan dalih hasil diputuskan melalui diskusi dengan pihak yang sama tak berwenangnya. Hal seperti trauma, beban fisik, mental, dan kesehatan reproduksi yang ditanggung korban sepertinya diabaikan.

“Lho, berani-beraninya bilang diabaikan, emang tahu diskusinya kayak apa?” Ya nggak sih, tapi nyatanya keputusannya kayak gitu kan. Berarti, ada hal yang diabaikan, bukan?

Kasus ini menambah daftar panjang hal-hal yang seharusnya dicampuri pihak tak berwenang. Kali ini, polisi dan aborsi. Ketika hal ini harusnya diurusi oleh pihak yang berwenang, polisi justru memberi keputusan final—meski dengan dalih diskusi dengan banyak pihak—yang memberatkan korban.

Korban harus menanggung trauma, derita, dan ketidakadilan di waktu yang sama. Manusia, meski lebih kuat ketimbang kapal yang tetap tegak dihantam ombak samudera, tetap bisa runtuh..

Pada waktu-waktu tertentu, aparat memang kerap kali menjadi polisi moral yang mendadak mencampuri urusan masyarakat. Sayangnya, kebanyakan dilakukan di tempat yang sama sekali tidak tepat. Perkara aborsi ini contohnya, tiba-tiba saja mereka peduli dengan kehidupan janin, dosa, dan sebagainya. Tapi, buta kepada penderitaan korban (yang juga makhluk hidup) yang harus menanggung kehamilan akibat pemerkosaan.

Mau contoh selain kasus ini? Banyak, tapi nggak usah kita sebut semua. Nanti artikel ini jadi daftar kasus doang. Bukan tugas saya juga sih. Kita kasih contoh populer saja ya.

Baca Juga:

Ujian SIM Perlu Direvisi, Harusnya Lebih Fokus pada Etika dan Pengambilan Keputusan di Jalan

Pertigaan Lampu Merah Kletek Sidoarjo, Pertigaan Angker bagi Pengendara yang Tak Taat Peraturan Lalu Lintas

Tayangan 86 serta sejenisnya sering menyuguhkan polisi sebagai penegak moral. Nasihat, ceramah, dan wejangan sering diberikan kepada orang yang mereka anggap kurang baik. Nggak salah sih, namanya juga saling mengingatkan kepada kebaikan. Lha tapi itu kan bukan urusan mereka. Selama tidak ada hukum yang dilanggar, biarin aja.

Toh, kejahatan lain macam curanmor dan klitih tetap ada dan berlipat ganda. Apa ya perlu dikasih tahu bahwa masih ada hal yang lebih penting untuk diurusi? APBN besar buat apaaarghhh.

Sayangnya, mencampuri urusan privat ini ternyata nggak cuma dilakukan oleh polisi. Pemerintah pun kerap melakukan hal yang sama melalui berbagai peraturan. Sebut saja Permenkominfo yang baru disahkan tahun kemarin. Ia mengizinkan aparat, pemerintah, dan masyarakat untuk mengakses data pribadi orang seluas-luasnya, bahkan hingga ranah orientasi seksual sekalipun.

Yang lain, bentuknya masih rencana. Seperti RUU Ketahanan Keluarga yang berupaya mengatur peran antara suami dan istri di dalam rumah tangga. Ada juga rancangan perda kota religius di Depok yang mewajibkan pelaksanaan ibadah dan etiket berpakaian warga. Ya begitulah kurang lebih gambarannya, hal privat yang tidak mempengaruhi hajat hidup orang banyak berusaha diatur sedemikian rupa.

Sedangkan yang justru diperlukan campur tangan negara, justru diabaikan dengan argumen “negara tidak ikut campur urusan pribadi”. Marital rape/perkosaan dalam perkawinan dihapus dari RUU (T)PKS. Kosakata “consent” yang menjadi kunci pembeda antara tindak pidana dan bukan tindak pidana, juga dihapus dengan alasan menghindari perdebatan. Dengan segala ketidaktegasan itu, nyatanya sampai sekarang undang-undang tersebut tak kunjung disahkan juga. Sementara korbannya terus ada.

Bayangin bentar deh. Ada aturan dihapus dengan alasan menghindari perdebatan. Padahal mereka dibayar untuk ngurusin hal itu. Mendingan Fred dah kalau ini.

Jangankan yang masih rancangan. Lha wong yang sudah ada undang-undangnya, pun, kekerasan dan kejahatan yang terjadi di ranah privat kerap kali diabaikan. Contohnya, UU PKDR yang sampai sekarang masih menggunakan delik aduan. Yang mana, berarti laporan baru dapat ditindaklanjuti jika korban mengadu. Padahal kenyataannya sekadar mengadu pun berat bagi korban, banyak tekanan sosialnya. Belum lagi kalau nanti dapat ancaman dari pelaku, laporan bisa saja dicabut oleh korban. Sedang kenyataannya ia akan tetap mendapat siksaan di dalam rumahnya.

Untuk ngurusin yang kaya gini, semangat pemerintah menghilang.

Kapan, ya, negara kita ini bisa paham skala prioritas? Biar nggak kebalik-balik gitu loh. Yang harusnya dilindungi, malah nggak digubris. Yang harusnya dibiarkan, malah dikurung aturan. Keadilan, rasa-rasanya masih jauh.

BTW, kalau ada yang minta solusi dari saya, tolong banget ini mah, solusinya ya tinggal baca artikel ini.

Sumber Gambar: Pixabay

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 29 November 2021 oleh

Tags: aborsihal privatikut campurpolisi
Fatimatuz Zahra

Fatimatuz Zahra

Sedang belajar tentang manusia dan cara menjadi manusia.

ArtikelTerkait

Aparat Penegak Hukum Harusnya Cinta Damai, Bukan Memukul Rakyat yang Sedang Aksi!

Aparat Penegak Hukum Harusnya Cinta Damai, Bukan Memukul Rakyat yang Sedang Aksi!

27 Agustus 2024
Quo Vadis Hak Privasi: Dari Mental Kerumunan Polisi Sampai Bebas Geledah Modal Asumsi terminal mojok.co

Quo Vadis Hak Privasi: Dari Mental Kerumunan Polisi Sampai Bebas Geledah Modal Asumsi

18 Oktober 2021
satpol PP, polisi

Anak Lelaki Perwira Polisi

26 September 2019
SIM

Sensasi Berkendara di Jalan Raya 6 Tahun Tanpa SIM

20 Oktober 2019
#PercumaLaporPolisi Harusnya Diserukan Warga India karena Polisi Indonesia Itu Terbaik terminal mojok.co

#PercumaLaporPolisi Harusnya Diserukan Warga India karena Polisi Indonesia Itu Terbaik

10 Oktober 2021
Saya Pendemo yang Usai Demonstrasi, Pulang ke Rumah Seorang Polisi terminal mojok.co

Saya Pendemo yang Usai Demonstrasi, Pulang ke Rumah Seorang Polisi

10 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba! (Pixabay)

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba!

18 Desember 2025
3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

14 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025
Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

13 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025
Siluman Dapodik, Sebuah Upaya Curang agar Bisa Lolos PPG Guru Tertentu yang Muncul karena Sistem Pengawasan Lemah

Siluman Dapodik, Sebuah Upaya Curang agar Bisa Lolos PPG Guru Tertentu yang Muncul karena Sistem Pengawasan Lemah

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.