Salah satu keheranan saya tiap kali menonton anime yang kental dengan nuansa parenting adalah perbedaan mencolok tentang gaya good cop bad cop berdasar gender. Parenting dengan gaya ini maksudnya bukan salah satu pihak mengambil peran protagonis dan lainnya antagonis, tapi soal ketegasan pada anak saja.
Hal yang terasa aneh dan membuat saya heran dari gaya parenting ini di anime adalah seringnya sosok bad cop bergender perempuan dan digambarkan sebagai sosok tanpa ampun. Sementara sosok baik hati, lembut, bijak, lebih banyak ditemukan di karakter laki-laki.
Idealnya, gaya parenting good cop bad cop ini dilakukan sebagai duet. Namun, di anime para single parent kerap memakai gaya ini dan hanya memerankan satu peran saja dengan berbagai alasan. Nggak percaya? Baiklah, mari ambil 4 judul anime dengan gaya parenting yang bertolak belakang sebagai sampel, baik single parent maupun tidak. Masing-masing 2 judul anime untuk “person in charge” gender laki-laki dan perempuan, gimana? Letzgo!
#1 Gaya Bad Cop Gender Perempuan di #1 Your Lie in April atau Shigatsu wa Kimi no Uso (2014)
Anime sebanyak 22 episode yang awalnya berupa manga ini ceritanya dalem dan berkesan banget. Sampai-sampai diadaptasi menjadi film pada 2016 dan drama panggung pada 2017.
Ia menceritakan perjalanan hidup Arima Kousei yang memiliki ibu seorang pianis hebat yang sedang sakit parah. Kousei dididik dengan sangat keras, tamparan demi tamparan sudah menjadi makanan sehari-hari, padahal ia masih kecil. Saat SMP, Arima berhasil memenangkan kontes piano di Eropa. Bukannya senang, ibunya malah menampar dengan sangat keras, alasannya karena Kousei melakukan satu kesalahan kecil saat bermain piano.
Ibunya yang sakit adalah alasan Kousei mau belajar main piano, hingga diakui sebagai jenius. Ia berharap ibunya senang kemudian sembuh. Tapi perlakuan kasar ibunya karena memerankan bad cop saat mendidik anak sekaligus mengajari piano, malah membuat Kousei jadi patah hati.
Ia berkata sudah tidak kuat lagi, sudah melakukan yang terbaik, dan sebaiknya ibunya mati saja. Beberapa hari kemudian ibunya benar-benar meninggal. Demikian juga dengan kemampuan bermain piano Kousei, ia bahkan nggak bisa mendengar musiknya sendiri.
Ngeri banget, kan? Peran sebagai bad cop yang diambil oleh ibunya Arima Kosei ini malah jadi toksik ke anak. Dikritik bertubi-tubi, disakiti fisiknya tanpa ampun. Memang Kousei berhasil menjadi pianis yang disegani di usia yang sangat muda berkat didikan keras dan disiplin yang tanpa cela. Tapi ternyata ketenaran dan skill itu nggak penting.
Sebagai anak, Kousei hanya ingin menyenangkan hati ibunya supaya bisa sembuh. Apa hendak dikata, kritikan dan tamparan di masa kecil hingga remaja itu tumbuh menjadi inner critic. Ia menjadi suara di kepala yang terus-menerus mencela Kousei bahkan setelah dewasa.
Tonton, deh, meski sad ending dan banjir air mata. Arima Kousei diceritakan menemukan jalan untuk kembali bermain piano, tapi kali ini ia bermain untuk kebahagiaan dirinya sendiri.
#2 Gaya Bad Cop Gender Perempuan di #2 Chibi Maruko-chan (1990)
Bad cop kali ini saya menyukainya, jutek dan cerewet khas ibu-ibu pada umumnya. Ibunya Chibi Maruko-chan, pasti pada tahu, kan? Menyimak omelan ibunya Maruko di satu sisi bikin frustasi, di sisi lain bisa ngerti.
Siapa yang nggak senewen menghadapi anak perempuan yang pemalas, sembrono, kelewat kreatif, dan semaunya seperti Maruko? Berbeda dengan Kousei yang sebatang kara, saat ibunya menjadi bad cop, Maruko punya kakak, ayah, kakek, dan nenek yang membantunya mengatasi emosi-emosi negatif akibat diomeli.
Ada banyak good cop di rumah Maruko, membuat gaya parenting good cop bad cop yang ideal bisa dilakukan tanpa merusak kebahagiaan dan keceriaan si anak di keseharian.
Selain itu, ibunya Maruko juga nggak toksik. Omelan, jeweran, hukuman, diberikan sesuai dengan kesalahan Maruko. Ini membuat Maruko paham kenapa ia dihukum, kemudian kapok dan menyesali kenakalannya bahkan mau meminta maaf. Sisi bad cop ibunya Maruko keluar untuk bersikap tegas dan hanya fokus pada kenakalan serta kesalahan yang memang perlu dibenahi.
Oleh karena itulah sifat-sifat baik Maruko tetap ada, bahkan diapresiasi dan didukung oleh ibunya. Meski sering jadi bad cop, ibunya Maruko nggak pernah menahan diri soal ungkapan sayang dan dukungan. Maruko tumbuh menjadi anak perempuan yang mudah berempati dan baik hati berkat gaya parenting yang ini.
Cerita Chibi Maruko-chan yang bergenre slice of life ini awalnya adalah manga yang terbit sejak 1986 hingga 1996. Diadaptasi menjadi anime dan tayang di televisi sejak 1990 hingga sekarang. Maruko adalah anak perempuan usia 9 tahun, kelas 3 SD. Meski begitu, anime ini bisa ditonton berbagai usia karena menceritakan kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang kelas menengah yang sederhana.
#3 Gaya Good Cop Gender Laki-laki di #3 School Babysitters atau Gakuen Babysitters (2018)
Membicarakan parenting di anime tanpa menyebut Gakuen Babysitters itu nggak sopan. Bergenre slice of life, anime ini cocok untuk segala umur. Meski ada sisipan komedi, anime Gakuen Babysitters yang diadaptasi dari manga (terbit pada 2009) juga menguras air mata. Tontonlah, hanya 12 episode, kok.
Menceritakan Ryuuichi seorang anak SMP jelang SMA dan adiknya yang masih balita bernama Kotaro. Orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan pesawat. Pimpinan dari Akademi Morinomiya menawarkan tempat tinggal, biaya sekolah, dan biaya hidup dengan syarat Ryuuichi harus ikut membantu di pusat penitipan anak di sekolah.
Kebetulan Ryuuichi adalah remaja yang penyayang, baik hati, dan ramah. Potret seorang good cop sejati, yang kalau maksa jadi bad cop sudah pasti bakalan gagal. Karakter Ryuuichi membuatnya mudah menjalankan tugas sebagai pengasuh anak.
Dari Ryuuichi bisa belajar perspektif parenting yang menarik. Bahwa anak usia balita punya cara berpikir yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Jika orang dewasa mau dengan bijak memahami cara berpikir tersebut, akan lebih mudah dalam mengasuh. Good cop tanpa bad cop bisa dijalankan, tapi tetap saja nggak bisa sendirian. Ada kalanya merasa capek dan kerepotan, jelas itu butuh support system.
Ryuuichi yang seorang diri merawat Kotaro setelah orang tua mereka meninggal belum sempat berduka dengan leluasa, sudah harus merawat adiknya dan bekerja mengurus banyak balita lainnya. Jangankan remaja usia belasan tahun, orang dewasa yang sudah berpengalaman mengasuh anak pun pasti akan kepayahan dan stres. Ryuuichi berhasil bertahan berkat keteguhan hatinya untuk membesarkan Kotaro, ia bahkan bisa disukai balita dan bayi yang diasuhnya.
Padahal Ryuuichi bisa saja egois dan menelantarkan Kotaro. Mungkin juga melampiaskan emosinya. Tapi tidak ia lakukan. Orang tua yang punya kecenderungan toksik dan egois perlu nonton anime ini untuk belajar dari Ryuuichi.
#4 Gaya Good Cop Gender Laki-laki di #4 Shounen Maid (2016)
Selain good cop bergaya komedi yang hangat di Gakusen Babysitters, ada juga gaya komedi nyeleneh. Berawal dari manga (2008), Shounen Maid adalah salah satu anime wajib tonton terkait parenting karena benar-benar berbeda.
Ketika dua orang yang asing satu sama lain berbeda usia, latar belakang, dan kepribadian harus tinggal seatap sudah pasti hasilnya adalah chaos. Tapi ternyata dua orang ini menemukan cara yang nyaman, dengan cara yang tak biasa. Sebagai anak dan wali pula.
Lantaran ibunya meninggal sebab sakit jantung, Chihiro menjadi anak yatim piatu. Ia meyakini hanya ibunya lah satu-satunya keluarga yang ada. Ternyata Chihiro salah. Suatu hari Chihiro bertemu Madoka yang mengaku sebagai pamannya. Ia mengajak Chihiro tinggal bersamanya.
Awalnya Chihiro mau karena tak punya pilihan, tapi setelah melihat rumah besar Madoka ia menjadi sangsi. Chihiro dan ibunya hidup sangat sederhana bahkan berkekurangan. Karena itulah ibunya sangat sibuk bekerja sampai tak punya waktu untuk Chihiro. Bahkan saat ibunya sakit pun, tak ada yang mengulurkan bantuan dari keluarga Takatori.
Chihiro serta merta menolak bantuan Madoka. Namun, Madoka punya cara jitu yaitu menawarkan pekerjaan sebagai pelayan karena Chihiro sangat suka bersih-bersih. Bayaran Chihiro adalah makan 3 kali per hari plus camilan, biaya sekolah, dan disediakan ruangan pribadi.
Trik Madoka ini adalah gaya good cop yang tak biasa. Meski lebih tua dan berstatus wali, Madoka menempatkan diri setara dengan Chihiro. Alih-alih memaksa atas nama perwalian, Madoka malah menawarkan pekerjaan.
Ia memahami Chihiro tidak ingin berutang budi pada keluarga Takakori. Padahal Madoka adalah seseorang yang sudah dewasa, sementara Chihiro hanyalah anak SD. Madoka menghormati Chihiro sebagai individu, sekaligus menghormati pola asuh yang diterapkan kakaknya pada Chihiro.
Hubungan keluarga memang sering kali rumit. Merasa benar dan minta dipatuhi karena usia lebih tua malah cenderung merusak hubungan. Jika kamu ada kecenderungan seperti ini, coba tonton Shounen Maid.
***
Tentu saja ada orang tua laki-laki yang memilih jadi bad cop, seperti Isshin Kurosaki di Bleach (2004-2012). Atau orang tua perempuan menjadi good cop, seperti Hana di Wolf Children (2012). Akan tetapi, memang ada pola tertentu di penceritaan manga tentang parenting. Dan hal ini lazim di masyarakat dengan kultur patriarki yang kuat.
Meski terbukti efektif untuk jangka pendek, gaya parenting good cop bad cop juga punya kelemahan. Ia berisiko menumbuhkan pola hubungan negatif yang mengikis rasa aman anak saat berinteraksi dengan orang tua, membuat anak memiliki bias terkait gender, dan membuat anak memihak serta memilih salah satu orang tua sebagai favorit.
Oleh karena itu, jika memutuskan memakai gaya parenting yang ini kita harus ekstra berhati-hati karena risikonya terlalu besar.
Sumber Gambar:Â Unsplash.com