Tiga hari yang lalu saya membaca tulisan Ahmad Arief Widodo di Terminal Mojok soal pebisnis dan PNS. Dalam tulisan tersebut, Mas Arief menceritakan bagaimana seorang PNS yang mempunyai pekerjaan sampingan atau usaha lain. Dalam menjalankan usaha itu, PNS menemui banyak kendala, misalnya membagi waktu antara pekerjaan utama sebagai pegawai negeri sipil dan usaha sampingannya. Kendala berikutnya, ternyata nggak semua PNS mempunyai kemampuan berwirausaha.
Selain memaparkan beberapa kendala, Mas Arief juga menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan jika seorang PNS ingin total berbisnis, yaitu dengan resign dari pekerjaan utamanya. Terakhir, Mas Arief menjelaskan anomali yang terjadi tentang pebisnis yang menjadi PNS. Pada kenyataannya, menurut Mas Arief banyak sekali pebisnis yang malah iseng ikut tes CPNS (nggak tahu motivasinya apa) dan lulus. Nah, setelah menjadi PNS, mereka ini cenderung santai bekerja karena menganggap kerjaan PNS adalah pekerjaan sampingan.
Dari tulisan Mas Arief ini saya tertarik untuk memberikan komentar. Pada beberapa titik, saya setuju pendapat Mas Arief, tetapi pada titik yang lain, saya juga perlu menyampaikan pendapat saya sendiri. Yuk, kita bahas bareng, Gaes.
Daftar Isi
Apakah PNS nggak punya waktu untuk berbisnis?
Seringkali masyarakat menganggap PNS itu kerjanya santai, bisa ngopi, bisa ke mana-mana, tapi masih dapat gaji tetap, tunjangan kinerja, malah ada uang perjalanan dinasnya segala. Saya setuju dengan pendapat yang disampaikan oleh Mas Arief bahwa nggak semua seperti itu. Bukan karena saya PNS terus membela diri, tetapi realitanya memang begitu.
Setiap satuan kerja mempunyai beban kerja yang nggak sama. Ada satuan kerja yang sibuk banget—bahkan sampai perlu lembur—tetapi ada juga satuan kerja yang nyantai. Nah, yang sering disorot masyarakat adalah satuan kerja yang “dekat” dengan masyarakat tetapi masih bisa berleha-leha. Arti kata “dekat” yang saya maksudkan di sini adalah satuan kerja yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat ya, Gaes.
Berarti PNS yang punya beban kerja tinggi alias sibuk banget nggak bisa berbisnis, dong? Saya kurang setuju dengan pendapat ini. Menurut saya, seorang PNS yang akan memulai bisnis atau kerjaan sampingan pasti sudah memikirkan kendala-kendala yang akan dihadapi termasuk kendala membagi waktu. Sesibuk apa pun seorang PNS, dia pasti mencari cara agar kerjaan di kantor dan bisnisnya bisa berjalan beriringan. Lha, terus gimana caranya? Ya dia bisa memanfaatkan waktu di luar kesibukannya sebagai pegawai negeri sipil, Gaes!
Saya kasih contoh yang nggak usah jauh-jauh ya, Gaes. Selain setiap hari bekerja sebagai PNS pada instansi keuangan daerah, saya juga mengajar di jurusan Akuntansi dan Manajemen di sebuah perguruan tinggi di kota saya. Ketika mendapatkan tawaran untuk mengajar, pertama kali yang saya pertimbangkan adalah masalah waktu. Oleh sebab itu, saya langsung konfirmasi kepada pengelola kampus tersebut tentang jam mengajarnya. Oh, ternyata nggak bentrok dengan kerjaan saya di kantor karena dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu. Selain itu, perkuliahan hanya dilakukan selama delapan kali pertemuan. Jadi, nggak terlalu menyusahkan saya membagi waktu.
Saya berikan contoh lagi ya, Gaes. Saya mempunyai teman PNS yang bekerja sebagai accounting di sebuah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Teman saya ini setiap hari juga sibuk banget, Gaes. Dengan kesibukannya itu, saya pikir dia nggak ada kerjaan lain. Eh, dugaan saya salah, Gaes. Ternyata dia juga bekerja sebagai accounting di RS swasta. Bagaimana cara dia membagi waktu? Dia nggak ngantor di RS swasta itu setiap hari. Dia hanya bekerja pada hari-hari tertentu. Malahan kalau nggak salah, dia bekerja hanya tiga kali dalam seminggu dan itu pun dilakukan di luar jam kerjanya sebagai PNS.
Terkait waktu, saya pikir nggak akan menjadi suatu masalah yang besar bagi seorang PNS yang pengin jadi pebisnis sepanjang nggak mengganggu pekerjaan, jam kerja, dan nggak ada konflik kepentingan.
Benarkah nggak semua PNS memiliki jiwa wirausaha?
Orang tua saya dulu bilang, ”Kalau mau bekerja yang aman, jadilah PNS.” Yang dimaksud “aman” di sini adalah adanya gaji tetap setiap bulan, jauh dari risiko dipecat, dapat tunjangan, dapat uang pensiun, dan lain-lain, ya.
Sekilas pendapat tersebut benar, tetapi akan menjadi nggak relevan jika diterapkan pada saat ini. Kondisi pada saat kedua orang tua saya menjadi PNS dengan sekarang nggak sama. Dulu, pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, seorang PNS dilarang untuk melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta. Namun, sejak dicabutnya PP No. 30 Tahun 1980 dan digantikan oleh PP No. 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, nggak ada lagi aturan yang secara jelas menyebutkan seorang PNS dilarang berbisnis.
Malahan, sekarang pemerintah mendorong PNS untuk berwirausaha. Seperti yang dilansir dari Okezone.com, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Bima Haria Wibisana, mengakui bahwa dirinya secara pribadi mendorong agar PNS memiliki jiwa wirausaha agar dapat menciptakan lapangan kerja dan mencapai kesejahteraan secara mandiri.
Lalu, ada pertanyaan bahwa nggak semua PNS mempunyai jiwa wirausaha? Ya, saya nggak memungkiri hal tersebut. Banyak sekali orang termotivasi jadi pegawai negeri sipil lebih karena faktor keamanan dan kenyamanan yang saya jelas di atas. Nah, ini yang menurut saya salah. Pada saat aturan nggak secara tegas melarang PNS untuk berbisnis, eh malah banyak yang tenang-tenang saja dan lebih memilih tergantung pada penghasilan dari kantor. Kalau PNS semacam ini hidupnya tercukupi semua sih nggak ada masalah ya, Gaes.
Yang menjadi masalah adalah ketika mereka nggak mampu memenuhi kebutuhan hidup. Ujung-ujungnya mereka melakukan jalan pintas seperti korupsi, menerima suap/gratifikasi, dan kecurangan-kecurangan lainnya. Untuk itu, saya setuju dengan pendapat Kepala BKN dan Mas Arief yang mendorong PNS untuk berwirausaha meskipun hal tersebut nggak bisa instan dan perlu waktu untuk belajar.
Perlukah resign untuk total berbisnis?
Untuk resign dari PNS perlu pemikiran yang matang. Kalau bener-bener mau resign, pijakan kalian harus kuat. Artinya, bisnis yang dijalankan harus mampu menjadi penopang hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam bisnis tersebut harus ada sesuatu yang menjanjikan daripada sekadar menjadi PNS. Apa sesuatu itu? Ya jelas pendapatan dari bisnis harus lebih gede dari penghasilan sebagai PNS.
Sekali lagi, resign dari PNS itu nggak mudah, Gaes. Pengunduran diri sebagai PNS karena permintaan sendiri harus mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Lha, kalau permohonan resign tersebut diterima sih nggak masalah, tapi kalau ditolak gimana, dong?
Misalnya dalam kurun waktu tertentu tenaga kalian masih sangat dibutuhkan untuk melaksanakan suatu tugas yang penting sehingga permohonan pengunduran diri sebagai PNS ditolak. Setelah mengetahui resign ditolak, jangan sampai kalian bekerja seenaknya sendiri sehingga mendapatkan sanksi dari pimpinan. Nggak dapat untung malah buntung, kan?
Saran saya, selama bisa membagi waktu antara pekerjaan sebagai PNS dan berbisnis, ada baiknya kalian nggak usah resign, deh. Selain harus pandai membagi waktu, bisnis kalian nggak harus dikerjakan sendiri, kan? Maksud saya, cobalah mempekerjakan orang lain yang bener-bener bisa dipercaya untuk menjalankan bisnis tersebut. Dengan begitu, kalian tinggal menerima laporan dan fokus pada fungsi pengawasan saja.
Di lingkungan kerja saya banyak PNS yang sukses berbisnis tanpa harus resign. Jadi, kenapa harus resign kalau kesibukan sebagai PNS dan bisnismu bisa jalan bareng?
Penulis: Rudy Tri Hermawan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Hal Nggak Menyenangkan yang Dirasakan PNS Saat Naik Jabatan.