Pengalaman mengendarai motor di Surabaya memberikan pelajaran berarti bagi saya. Pertama, saya jadi tahu kalau di kota besar, aturan dan keselamatan menjadi prioritas utama. Kedua, aturan dan keselamatan itu ternyata kerap dilanggar oleh beberapa orang, salah satunya pengendara Plat M. Asal tahu saja, plat M adalah kendaraan yang berasal dari Pulau Madura, tepatnya Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Di Surabaya, sebenarnya saya juga pendatang seperti mereka pengendara plat M, cuma beda daerah asal saja. Perbedaan lain, setelah beberapa waktu berkendara di jalanan Surabaya, saya bisa menyesuaikan gaya berkendara di daerah ini. Ciri khasnya, para pengendara Surabaya alias kendaraan plat L itu sergap. Mereka terburu-buru, tapi tiap pergerakannya efisien.
Akan tetapi, mereka yang mengendarai kendaraan plat M sepertinya nggak begitu banyak belajar ya. Kebanyakan dari mereka, saya tekankan kebanyakan ya bukan berarti semuanya, berkendara di jalan Surabaya secara meresahkan. Setiap melihat plat M, pengendara lain jadi ekstra waspada dan hati-hati karena hal-hal di bawah:
Daftar Isi
#1 Rambu lalu lintas dianggap pajangan
Saya sering ke Surabaya bagian utara untuk penelitian. Bagian daerah ini memang menarik untuk diteliti karena terlihat berbeda dari bagian Kota Pahlawan lainnya. Baik dari segi budaya, bahasa, hingga profesi. Tentu, perbedaan tentang Surabaya utara ini sudah pernah saya tulis di Terminal Mojok. Lebih lengkapnya, bisa dibaca di sini.
Selama berkendara di Surabaya sisi utara, saya kerap mendapati kekacauan lalu lintas, tidak seperti daerah-daerah lain. Terutama, ketika berada di perempatan yang ada lampu lalu lintas. Di saat itu saya mencermati, kebanyakan pengendara motor plat M sering berhenti tidak pada posisi yang benar saat lampu merah. Ada yang sampai di tengah-tengah, bahkan nggak jarang pengendara plat M menerobos. Hal-hal semacam ini akan mudah ditemukan di sepanjang perempatan lampu merah di Surabaya utara. Mulai dari perempatan Pegirian, Ampel, Perak, Kenjeran, hingga Suramadu.
Saking penasaran dengan tindak-tanduk aneh pengendara plat M di jalanan, saya sampai bertanya kepada salah seorang kawan yang berasal dari Madura. Kata dia, pengendara plat M seperti itu karena terbiasa dengan jalanan di daerah asalnya yang sepi. Itu mengapa mereka kerap melanggar rambu-rambu yang ada di jalanan karena tidak terbiasa. Sebenarnya alasan ini tidak bisa diterima. Sebenarnya mereka sebenarnya bisa menyesuaikan diri, sama seperti saya ketika pertama kali berkendara di Surabaya.
Baca halaman selanjutnya: #2 Kebanyakan motor …
#2 Kebanyakan motor plat M punya model motor yang aneh-aneh
Sebenarnya tidak sulit mengenali pengendara motor plat M. Selain cara berkendaraan yang agak lain dari pengguna jalan di Surabaya, mereka bisa dikenali dari bentuk motornya yang dimodifikasi hingga tidak memenuhi standar SNI. Bagi mereka, modifikasi ini adalah bentuk kreativitas. Tapi bagi banyak orang, termasuk saya sebagai pengguna jalan, modifikasi yang mereka lakukan sebetulnya meresahkan. Lha bagaimana tidak, perusahaan motor telah mendesain knalpot agar nyaman dikendarai, mereka malah ganti dengan knalpot busuk yang menusuk di telinga (baca: knalpot brong).
Bukan hanya knalpot. Saya juga sering mendapati beberapa bagian motor mereka seperti ban, veleg, setang, dan jeruji yang dimodifikasi sesuka hati. Bahkan, ban motor mereka juga mereka ganti dengan ukuran yang sangat kecil. Mereka biasa menyebutnya sebagai ban cacing. Belum lagi setang mereka yang sengaja ditekuk. Jujur, saya nggak tahu alasannya apa. Yang saya tahu, ukuran ban yang sangat kecil itu berpotensi menimbulkan selip yang besar. Begitu pula setang yang ditekuk, tentu akan menambah risiko kecelakaan karena motor jadi susah dikendalikan.
#3 Ancaman bagi pengendara motor di Surabaya
Tentunya, kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan bagi semua pengendara. Bukan hanya berbahaya bagi mereka sendiri, pengendara plat M juga berbahaya bagi pengendara lain. Edukasi yang tepat dan akurat menjadi kunci agar keselamatan dan risiko kecelakaan di jalan raya menjadi berkurang. Masak iya kita akan terus membiarkan, pengendara motor berplat M sering tertangkap mata berkendara melawan arus dan menyalip dari sisi yang tak bisa diduga.
Seperti dikatakan kawan saya sebelumnya, mungkin saja pengendara plat M barangkali belum terbiasa dengan sistem lajur yang ketat seperti di Surabaya. Sehingga sering kali saat berkendara mereka berpindah-pindah lajur secara tak terduga. Namun, bagi saya itu bukan suatu alasan dan nggak perlu lagi dilanggengkan.
Saya bukannya sinis dengan mereka. Saya selalu menghormati siapa saja yang awas saat berkendara. Sebab tujuannya adalah keselamatan bagi semua. Hal ini harus dipahami bahwa setiap keamanan, keselamatan, dan kenyamanan di jalan adalah hak setiap pengendara.
Sejujurnya saya nggak mau pengendara plat M masuk ke daftar pengendara paling meresahkan di Indonesia. Biarkan saja hanya plat K, plat F, dan plat lainnya yang dianggap mengganggu itu terus memiliki stigma yang buruk. Akan tetapi, kalau memang plat M nggak bisa berubah dan diubah, ya, terpaksa mereka masuk saja ke barisan sana. Bukan apa-apa, saya takut, bahwa plat M nanti malah akan jadi ketua dari plat-plat paling meresahkan ini.
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Wisata Kota Lama Surabaya, Tempat Ikonik yang Baru Diresmikan Itu Sudah Diwarnai Komentar Rasis
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.