Pesawat kelas bisnis memang lebih nyaman dibanding kelas ekonomi, tapi selisih harganya lumayan dengan fasilitas yang nggak terlalu istimewa.
Pesawat terbang menjadi pilihan transportasi andalan ketika saya keluar kota dan keluar Pulau Jawa. Harga tiketnya memang cukup menguras kantong dibanding pilihan transportasi lain. Namun, soal waktu perjalanan, belum ada transportasi lain yang bisa mengalahkan pesawat.
Sama dengan transportasi lainnya, tiket pesawat juga dibedakan dalam beberapa kelas. Ada first class, bisnis, dan ekonomi. Ketiganya memiliki pelayanan yang berbeda, kelas termahal adalah pesawat kursi first class, disusul pesawat kelas bisnis, dan yang paling murah pesawat kelas ekonomi.
Jenis tiket yang paling sering saya beli tentu saja kelas ekonomi. Saya belum pernah naik pesawat first class karena sadar diri kalau saldo ATM saya tak sebanyak Cipung anaknya Raffi Ahmad. Sementara untuk tiket pesawat kelas bisnis, ada beberapa alasan yang membuat saya tidak tertarik membelinya kecuali diberi atau dapat gratisan.
Daftar Isi
#1 Tidak semua maskapai menyediakan kelas bisnis
Kegiatan saya paling banyak di alam negeri. Itu mengapa penerbangan yang paling sering saya lakukan adalah rute domestik. Maskapai yang melayani penerbangan domestik di Indonesia memang ada beberapa seperti Lion Air, Batik Air, Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, Super Air Jet, Pelita Air, Transnusa, dan pesawat kecil model ATR (Wing Air) atau pesawat baling-baling seperti Sushi Air. Namun, dari semua maskapai di atas, tidak semuanya memiliki kursi kelas bisnis. Hanya Batik Air dan Garuda Indonesia yang menawarkan tiket bisnis untuk komersil. Itupun hanya tersedia di rute tertentu saja.
Itu mengapa kesempatan mencicipi pesawat kelas bisnis sebenarnya tidaklah banyak. Selain memang, harganya yang kurang ramah di kantong saya dibanding pesawat kelas ekonomi.
#2 Harga tiket mahal
Bagi kaum mendang-mending seperti saya, harga menjadi salah satu faktor penting untuk dipertimbangkan saat mau membeli tiket pesawat. Kalau selisih harganya hanya Rp200.000-an sih, nggak masalah ya. Tapi, tiket kelas bisnis dan ekonomi selisih harganya bisa dua kali lipatnya, Bos!
Saya ambil contoh salah satu rute penerbangan domestik paling laris dan ramai di Indonesia yaitu dari Surabaya ke Jakarta. Harga tiket kelas ekonomi Rp1 juta, sementara kelas bisnis yang paling murah Rp1,8 juta.
Contoh lain, harga tiket pesawat ekonomi dari Jakarta ke Ternate adalah Rp2,7 juta, sementara harga tiket bisnis yang ditawarkan Garuda Indonesia adalah Rp4,5 juta. Kadang bisa sampai Rp9 juta. Uang Rp9 juta kalau kita pakai membeli tiket pesawat dari Surabaya ke Thailand bisa dapat tiket PP, itupun masih dapat kembalian yang cukup untuk membeli dua kotak milk Bun Thailand.
#3 Nggak butuh dengan pelayanan ekstra yang ditawarkan kelas bisnis
Dengan harga tiket yang lebih mahal, penumpang bisnis memang akan mendapatkan beberapa layanan dan fasilitas tambahan seperti bagasi tambahan, chek-in prioritas, lounge (ruang tunggu kelas bisnis), snack atau makanan gratis di kabin dan kursi yang lebih nyaman.
Masalahnya, semua layanan yang ditawarkan kelas bisnis bagi saya tidak begitu penting kecuali kalian adalah orang yang super sibuk sekaligus kelebihan uang. Misalnya, soal bagasi pesawat, free bagasi kelas bisnis 30 kg, kelas ekonomi 20 kg. Bagi saya 20 kg saja sudah cukup, bahkan nggak pernah saya pakai karena saya terbiasa naik pesawat hanya dengan satu koper kabin yang beratnya tak sampai 7kg.
Chek-in prioritas juga tidak penting-penting amat. Zaman sudah modern, kalau malas chek-in di bandara karena antri, kita bisa chek-in online dari HP meskipun tiket pesawatnya kelas ekonomi. Sementara untuk snack dan makanan di kabin, bagi saya juga tidak urgent banget kecuali bepergian lebih dari 10 jam. Kalau hanya jarak dekat, misalnya dari Surabaya ke Jakarta, tidak harus makan banana bread-nya Garuda Indonesia, Rek. Selisih harga tiket Rp800.000 bisa kita belikan banana bread di Starbucks 18 pcs sekaligus.
Baca halaman selanjutnya: #4 Ada substitusi …