Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

Ferika Sandra oleh Ferika Sandra
26 Desember 2025
A A
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui kenapa perpustakaan di negeri ini belum sanggup hidup 24 jam seperti minimarket atau warung kopi. Mungkin dianggap hal-hal kecil, sepele, tapi cukup serius untuk disimak.

Sebagai pustakawan, saya sebetulnya juga ingin perpustakaan buka 24 jam. Serius. Siapa sih yang tidak ingin melihat perpustakaan hidup sepanjang hari, jadi tempat aman bagi mahasiswa yang kejar deadline, pekerja yang butuh Wi-Fi gratis, atau warga yang ingin membaca tanpa harus beli kopi tiga puluh ribuan.

Masalahnya, hal-hal yang ideal kadang tidak realistis. Alih-alih buka 24 jam, ada banyak hal yang lebih krusial dalam pengelolaan perpustakaan di Indonesia.

Saya yang sudah beberapa tahun melakoni profesi sebagai penjaga perpustakaan rasanya campur aduk. Iya, kata “penjaga” itu memang masih sering melekat dengan pustakawan. Tidak bisa didebat. Di satu sisi, kami membawa beban moral sebagai penyedia literasi, penjembatan informasi, bahkan sering disebut sebagai salah satu kontributor pencerdas kehidupan bangsa. Atau lebih puitisnya, penjaga jendela dunia, ceunah.

Di sisi lain, kami masih harus menjawab pertanyaan klasik yang datang berulang-ulang seperti kaset rusak. Seperti, “Kenapa sih perpustakaannya selalu tutup cepat?”, atau “Kenapa nggak buka 24 jam aja sih?” Jawaban singkatnya: mau. Jawaban panjangnya, sini saya jelaskan dulu perkaranya.

Membuka perpustakaan 24 jam artinya pembengkakan anggaran

Keterbatasan dana adalah penyebab utama, dan ini bukan rahasia negara. Perpustakaan di Indonesia sejak lama hidup dalam mode bertahan, bukan berkembang. Anggaran untuk pemeliharaan gedung, pengadaan koleksi, listrik, keamanan, hingga sistem teknologi informasi saja sering dianggap “sudah terlalu besar”. Padahal, kalau dihitung dengan jujur, justru sering tidak cukup.

Jika membuka perpustakaan 24 jam, artinya membuat anggaran akan membengkak. Mulai biaya listrik, keamanan, kebersihan, dan tentu saja biaya kerja. AC harus terus on, selain keamanan pengunjung dan pegawai. Sehingga perlu biaya kebersihan ekstra, karena perpustakaan butuh pendanaan. Nah di sinilah masalahnya: institusi sering ingin memberikan layanan ekstra, tapi tidak ingin membayar ekstra.

Jangankan membayar staf dengan sistem shift, membayar pustakawan sesuai tupoksinya saja masih jadi kemewahan. Gaji rendah di dunia perpustakaan bukan isu baru. Ia sudah jadi rahasia umum, bahkan mungkin sudah jadi folklore profesi. Belum lagi tambahan pekerja non-pustakawan, seperti tukang bersih-bersihnya. Sudah berapa biaya yang akan membengkak coba. Apalagi jika dipaksakan menjadi 24 jam.

Baca Juga:

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Jurusan Ilmu Perpustakaan: Kuliahnya Gampang, Nyari Kerja Juga Gampang, Gampang Ditolak Maksudnya

Pengunjung malam hari hanya ideal di kepala, sepi di dunia nyata

Secara pribadi, saya juga akan lebih memilih menghabiskan malam di perpustakaan daripada di kafe. Duduk tenang, Wi-Fi stabil, tidak perlu beli minuman hanya demi numpang colokan. Kedengarannya ideal. Namun nyatanya pustakawan hanya berkawan sepi.

Pengalaman magang saya di salah satu perpustakaan kampus ternama di Malang membuktikan satu hal, minat kunjungan malam hari itu tidak setinggi yang dibayangkan. Perpustakaan tersebut buka sampai pukul 20.00 bahkan 22.00 WIB. Tapi pengunjungnya bisa dihitung jari. Akhirnya pustakawannya pun ikut gigit jari.

Secara profesional, perpustakaan memang berkewajiban menyediakan layanan maksimal meski pengunjung sedikit. Tapi dalam logika birokrasi, angka tetap berbicara. Kalau data menunjukkan bahwa layanan malam tidak terlalu diminati, atasan pasti akan bertanya, “Urgensinya di mana? Banyak-banyakin pengeluaran saja”.

Yah, kurang lebihnya seperti itu. Tau kan, kalau birokrasi tidak mau bekerja sama dengan literasi. Ia hanya mau bekerja dengan laporan, data, dan efisiensi anggaran.

Perpustakaan itu ruang sosial, bukan sekadar jam operasional  

Ada satu hal yang jarang dibicarakan, perpustakaan 24 jam tidak akan hidup jika budaya belajarnya tidak hidup. Di Jepang, perpustakaan Nakajima, atau UCL di London, perpustakaan 24 jam bukan sekadar bangunan yang menyala lampunya. Ia hidup karena masyarakatnya terbiasa menggunakan ruang publik secara disiplin, tenang, dan bertanggung jawab.

Di Indonesia, membuka perpustakaan malam hari sering justru menambah pekerjaan non-literasi. Nanti ujung-ujungnya mengatur keributan, menegur pengunjung yang tidur, bahkan memastikan perpustakaan tidak berubah fungsi menjadi ruang “mojok” yang tidak-tidak. Ini bukan menyalahkan pengunjung, tapi menunjukkan bahwa perpustakaan bekerja dalam konteks sosial yang nyata, di Indonesia adalah PR plus lainnya.

Jadi, kenapa pustakawan cenderung diam ketika dihujat soal jam buka, bukan karena kami tidak peduli. Tapi karena kami tahu, kalau membuka mulut tanpa kuasa hanya akan menambah daftar keluhan tanpa solusi. Meskipun kami juga bermimpi bisa membuka perpustakaan buka 24 jam, tapi kami juga ingin work-life balance sebagai pustakawan sejahtera. Tidak kelelahan, tidak ditekan ugal-ugalan, tidak miskin, dan tidak terus dianggap “cuma penjaga gedung”.

Mungkin yang perlu ditanya bukan hanya kenapa perpustakaan tidak buka 24 jam, melainkan seberapa serius kita sebagai negara dan masyarakat jika ingin menjadikan literasi sebagai kebutuhan utama. Bukan hanya slogan saja. Kalau jawabannya masih setengah-setengah, ya jangan heran kalau perpustakaan pun hidupnya setengah hari.

Yang jelas sih, jangan keburu marah, jangan langsung menuduh pustakawan malas, jangan buru-buru menyimpulkan juga bahwa perpustakaan Indonesia tutup cepat karena tidak peduli pada kebutuhan publik. Tapi, realitas yang ada berbicara lebih banyak ketimbang yang ada di dalam kepala.

Penulis: Ferika Sandra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 23 Desember 2025 oleh

Tags: jam operasional perpustakaanPerpustakaanperpustakaan indonesia
Ferika Sandra

Ferika Sandra

Seorang pustakawan dari Kota Malang yang mencoba menulis untuk menertibkan pikiran. Gemar dengan isu-isu literasi dan kebudayaan.

ArtikelTerkait

Cara Saya Berdamai dengan Antrean Peminjam Buku iPusnas yang Tidak Masuk Akal Mojok.co

Cara Saya Berdamai dengan Antrean Peminjam Buku iPusnas yang Tidak Masuk Akal

24 November 2023
3 Hal yang Bikin Saya Merasa Ngenes Saat Ikut Program Kampus Mengajar

3 Hal yang Bikin Saya Merasa Ngenes Saat Ikut Program Kampus Mengajar

10 Maret 2024
Alasan Saya Kecewa dengan Perpustakaan UI, Jam Operasional Nggak Jelas hingga Koleksi Ilang-ilangan Mojok.co

Alasan Saya Kecewa dengan Perpustakaan UI, Jam Operasional Nggak Jelas hingga Koleksi Ilang-ilangan

13 Mei 2024
Aturan Tidak Tertulis Perpustakaan Digital yang Kerap Disepelekan Pengunjungnya Mojok.co

Aturan Tidak Tertulis Perpustakaan Digital yang Kerap Disepelekan Pengunjungnya

29 Desember 2023
4 Hal tentang Perpustakaan Sekolah yang Patut Diragukan Kebenarannya

4 Hal tentang Perpustakaan Sekolah yang Patut Diragukan Kebenarannya

20 Oktober 2023
IVAA, Hidden Gem Perpustakaan dan Arsip Seni di Jogja

IVAA, Hidden Gem Perpustakaan dan Arsip Seni di Jogja

10 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.