Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Sebaiknya Permendikbud No. 70/2009 Tidak Usah Bawa Embel-embel Pendidikan Inklusif kalau Masih Meleset

Aulia Manulang oleh Aulia Manulang
29 Agustus 2024
A A
Sebaiknya Permendikbud No. 70/2009 Tidak Usah Bawa Embel-embel Pendidikan Inklusif kalau Masih Meleset Semua

Sebaiknya Permendikbud No. 70/2009 Tidak Usah Bawa Embel-embel Pendidikan Inklusif kalau Masih Meleset Semua

Share on FacebookShare on Twitter

Pada 2009, Mendiknas mengeluarkan sebuah kebijakan yang bermaksud untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia. Namun, nyatanya kebijakan ini justru menjadi bumerang sendiri bagi ranah pendidikan inklusif. Kok bisa?

Pendidikan inklusi telah diselenggarakan oleh banyak negara di seluruh dunia sebagai usaha untuk mencapai pendidikan tanpa diskriminasi. Menurut UNESCO, pendidikan inklusif ada dan ditujukan untuk mengatasi keberagaman kebutuhan semua pembelajar. Dengan meningkatkan partisipasi dalam pembelajaran, budaya dan masyarakat dan mengurangi diskriminasi dalam sistem pendidikan.

Sementara menurut Waitoller dan Kozleski, pendidikan inklusif harus berdasar pada redistribusi kesempatan pendidikan yang berkualitas bagi semua siswa, pengakuan pada perbedaan semua siswa dan menciptakan ruang bagi keluarga dan siswa untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi perjalanan belajar mereka. 

Peraturan menteri

Sejalan dengan komitmen dunia, Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai pendidikan inklusif pada tahun 2009. Kebijakan itu adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Namun, seperti yang tertera pada titelnya, inklusivitas yang dimaksudkan peraturan ini agaknya bukanlah inklusivitas seperti yang dicita-citakan.

Permendiknas 70/2009  mengatur aspek-aspek sebagai berikut: 1) tujuan pendidikan inklusif, 2) jenis-jenis peserta didik yang memiliki kelainan, 3) penerimaan peserta didik, 4) jaminan pelaksanaan pendidikan inklusif oleh penyelenggaraan pendidikan inklusif oleh pemerintah dan pemerintah daerah, 5) kurikulum pendidikan inklusif, 6) proses pembelajaran pendidikan inklusif, 7) penilaian pendidikan inklusif. 8) penyediaan guru pembimbing khusus oleh pemerintah, 9) dukungan untuk pelaksanaan, supervisi, pengawasan, dan pemantauan pendidikan inklusif, dan 10) pemberian reward dan punishment dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. 

Sebagaimana peraturan tersebut dinamai dan ditujukan, kita sudah bisa mengerti bahwa peraturan ini melabeli beberapa peserta didik dengan sebutan “memiliki kelainan”. Dari isinya sendiri kita dapat melihat pada Pasal 1:

“Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.”

“Normal” dan “tidak normal”

Pasal ini secara gamblang menegaskan keberadaan peserta didik yang “normal” dan “tidak normal” dalam peraturan. Selanjutnya pada Pasal 3 kita dapat melihat bahwa yang didefinisikan dengan peserta didik yang “memiliki kelainan” adalah peserta didik yang merupakan: 1) tunanetra; 2) tunarungu; 3) tunawicara; 4) tunagrahita; 5) tunadaksa; 6) tunalaras; 7) berkesulitan belajar; 8) lamban belajar; 9) autis; 10) memiliki gangguan motorik; 11) menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya; 12). memiliki kelainan lainnya; 13). tunaganda.

Baca Juga:

Mehamami Kasus Korupsi Chromebook yang Menjerat Nadiem Makarim dengan Mudah dan Lengkap

Alih-alih menciptakan situasi yang setara antar peserta didik, peraturan ini malah melabeli peserta didik berkebutuhan khusus dengan label “tidak normal”. Selain itu, dalam peraturan ini juga tidak disebut-sebut mengenai keberadaan peserta didik terpinggirkan. Atau dalam kondisi rentan dalam status gender, sosial, finansial, agama, etnis dan lainnya. Hal ini membuat saya mempertanyakan untuk apa sebetulnya embel-embel pendidikan inklusi yang diusung peraturan ini.

Apakah anak dalam posisi ekonomi sulit bukan bagian dari pendidikan inklusi? Apakah anak perempuan yang menjadi korban dari pernikahan di bawah umur tidak berhak mendapatkan pendidikan? Bappenas saja menyatakan bahwa angka putus sekolah didominasi oleh faktor kesulitan biaya sekolah (24,87 persen) dan keharusan bekerja untuk membantu mencari nafkah (21,64 persen). Disusul dengan faktor pernikahan dini dan menjadi ibu pada usia sekolah (10,07 persen), serta mengurus rumah tangga (4,49 persen).  

Definisi pendidikan inklusif yang… duh

Tidak hanya itu. Kecacatan lain pada peraturan ini dapat kita temukan pada hak belajar yang katanya ada untuk anak yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Dari keseluruhan 15 Pasal dalam peraturan nggak jelas ini, tidak ada satu pun yang menyebutkan kategori peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Lalu lagi-lagi kita dibikin bertanya-tanya mengenai keberadaan definisi yang layak.

Menurut saya, Permendiknas no. 70/2009 ini memiliki kesalahan besar. Dengan mempersempit definisi pendidikan inklusi yang hanya terbatas pada peserta didik dengan kebutuhan khusus saja. Lebih-lebih lagi, peraturan tersebut melabeli mereka dengan sebutan “memiliki kelainan”. 

Ada baiknya pemerintah mulai mempertimbangkan pandangan yang lebih luas akan pendidikan inklusif. Dengan melihat adanya perbedaan kelas, gender, ras dan kebutuhan lain dari peserta didik. Rekonseptualisasi dari definisi mengenai pendidikan inklusi akan menjadi langkah bagus untuk menciptakan partisipasi menyeluruh bagi peserta didik di Indonesia ini.

Penulis: Aulia Manulang
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Sisi Suram Gerbang Belakang UNS yang Sebaiknya Diwaspadai Mahasiswa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 29 Agustus 2024 oleh

Tags: pendidikan inklusifpermendikbud
Aulia Manulang

Aulia Manulang

Penulis lepas dan Guru Pendamping untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

ArtikelTerkait

Pengalaman 5 Bulan Pakai Chromebook: Anti Lemot, Murah, tapi Nggak Murahan, dan Jauh dari Perasaan Menyesal korupsi chromebook nadiem makarim

Mehamami Kasus Korupsi Chromebook yang Menjerat Nadiem Makarim dengan Mudah dan Lengkap

10 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.