Perlintasan KRL Pasar Minggu Problematik dan Menguji Kesabaran

Perlintasan KRL Pasar Minggu Problematik dan Menguji Kesabaran

Perlintasan KRL Pasar Minggu Problematik dan Menguji Kesabaran (Unsplash.com)

Udah pernah lewat perlintasan KRL Pasar Minggu? Gimana rasanya? Masih bisa sabar lewat sini?

Di kota besar dengan mobilitas penduduk yang masif seperti Jakarta, warga memanfaatkan transportasi umum untuk menunjang aktivitas mereka sehari-hari. Salah satu transportasi umum yang kerap digunakan adalah KRL. Kita tentu sudah nggak asing lagi dengan banyaknya drama di KRL, misalnya berada di dalam KRL di jam sibuk seperti simulasi neraka, kejadian pencopetan, perkelahian antar penumpang, dll.

Kali ini saya nggak akan membahas drama di dalam KRL, saya justru akan membahas soal salah satu perlintasan KRL yang menurut saya menambah panjang daftar drama seputar KRL. Perlintasan KRL yang saya maksud adalah perlintasan KRL Pasar Minggu yang letaknya di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Stasiun Pasar Minggu merupakan bagian dari jalur KRL Bogor/Nambo-Jakarta Kota yang sangat padat dan sibuk. Perlintasan ini menghubungkan Jalan Raya Pasar Minggu dengan Jalan Masjid Al-Makmur yang merupakan akses cepat sekaligus jalan potongan menuju Condet via jembatan gantung yang sebelumnya pernah saya ulas di sini.

Memangnya apa sih “keistimewaan” perlintasan KRL Pasar Minggu ini hingga menjadi problematik dan menguji kesabaran? Berikut penjelasannya.

Macet panjang di perlintasan KRL Pasar Minggu adalah hal biasa

Masalah besar bagi pintu perlintasan KRL Pasar Minggu adalah jalannya yang sempit. Hal ini tentu nggak sebanding dengan jumlah kendaraan yang melintas di sini. Maklum saja kalau banyak kendaraan lewat sini mengingat Jalan Masjid Al-Makmur adalah jalan alternatif menuju Condet tanpa perlu memutar jauh hingga Kalibata atau TB Simatupang.

Saking banyaknya kendaraan yang melintas di sini, tiap pagi dan sore hari menjelang magrib, daerah ini kerap macet panjang. Jalan yang sempit itu dipenuhi sepeda motor dari kedua arah. Selain itu, di sekitaran perlintasan juga banyak gang kecil yang mengarah ke permukiman warga sehingga tak jarang banyak motor keluar dari gang dan menambah kemacetan.

Kemacetan akan semakin menjadi-jadi apabila ada mobil melintas di perlintasan KRL Pasar Minggu. Kalau udah begini nggak usah heran apabila suara klakson nyaring bersahutan dan asap kendaraan bikin pernapasan sesak. Untuk bisa maju hanya perlahan-lahan saking padatnya volume kendaraan.

Saya pernah lewat sini waktu jam sibuk. Untuk bisa maju sepanjang 50 meter saja saat itu butuh waktu 25 menitan! Gimana? Bener-bener menguji kesabaran pengguna jalan, kan?

Pelebaran jalan tampaknya sulit dilakukan

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, Jalan Masjid Al-Makmur yang sempit memang perlintasan KRL Pasar Minggu makin semrawut. Akan tetapi kalaupun dilakukan pelebaran jalan, rasanya itu sulit dilakukan. Sebab, wilayah di sekitaran Jalan Masjid Al-Makmur itu adalah permukiman padat penduduk. Bukan tak mungkin pelebaran jalan menyulut protes warga sekitar. Selain itu, di pinggiran jalan juga banyak usaha milik warga sekitar seperti warung makan, konter pulsa, bengkel, pangkas rambut, dll.

Ada jalan alternatif sebagai solusi, tapi juga mengalami kendala

Terus, kalau pelebaran jalan nggak mungkin dilakukan, apakah kemacetan di perlintasan KRL Pasar Minggu dibiarkan begitu saja? Ya nggak. Pemerintah dan pihak terkait rupanya sudah membangun jalan alternatif yang berada di sebelah timur dan barat perlintasan.

Rencananya, jalan alternatif di sebelah barat perlintasan ini akan mengarahkan pengendara menuju Jalan Raya Pasar Minggu arah Tanjung Barat-Lenteng Agung tanpa menyeberang perlintasan kereta. Sementara jalan alternatif di sebelah timur akan mengarahkan pengendara menuju Kalibata tanpa menyebrang perlintasan kereta. Setelah saya cari tahu lebih lanjut, ternyata salah satu tujuan pembangunan jalan alternatif karena akan dilakukan penutupan perlintasan KRL Pasar Minggu secara permanen.

Sayangnya, jalan alternatif yang sebagian besar sudah dibangun dan jadi itu belum bisa dilewati karena ada sedikit masalah pembebasan lahan. Padahal jalan alternatif tersebut sudah lama dibangun, lho. Waduh, ujung-ujungnya balik lagi ke urusan pembebasan lahan. Memang problematik banget, ya.

Saran saya, selagi masalah pembangunan jalan alternatif diselesaikan, sebaiknya pihak-pihak terkait menerjunkan petugas untuk mengatur lalu lintas di perlintasan KRL Pasar Minggu. Dengan kehadiran petugas diharapkan situasi kemacetan bisa sedikit terkendali.

Selama ini saya hanya melihat warga sekitar dan tukang ojek pangkalan yang membantu mengatur arus lalu lintas. Setidaknya dengan tambahan personel untuk mengatur arus kendaraan, kemacetan di sekitar perlintasan bisa terurai. Walaupun saya sangsi juga mengingat jumlah kendaraan yang lewat sini memang terlalu banyak untuk jalan sekecil itu.

Penulis: Muhammad Arifuddin Tanjung
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Jembatan Gantung Pasar Minggu, Jalan Pintas Penghubung Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang Menyimpan Bahaya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version