Tau apa yang menarik dari orang-orang Indonesia di abad 21? bukan soal semua orang yang berubah menua 10 tahun lebih cepat, bukan itu jawabannya. Tapi, orang Indonesia di abad 21 ribut dan terklasifikasikan berdasarkan perkara hal yang sangat tidak substantif, salah satunya adalah “tim bubur diaduk atau tim bubur tidak diaduk”.
Orang Indonesia, cita-cita dan harapannya mau semua elemen masyarakatnya bersatu tanpa terpolarisasi oleh hal apapun tapi perkara bubur diaduk atau tidak saja kita sampai terkotak-kotak, selucu itu kita.
Sebetulnya tidak hanya perkara pilihan bubur mau diaduk atau tidak, soal pilihan buang tahi saja kita juga ribut. “Kalau aku tim wc jongkok, lebih sehat” kata sebagian orang yang memilih buang hajat lewat wc jongkok. “Idih ngapain jongkok, kaki pegel, kuno banget mending wc duduk” timpa sebagian orang lain yang milih buang hajat dengan duduk di wc.
Setelah itu jangan lupa penggunaan hashtag untuk meramaikan jagat maya. Mulai dari #TimBuburDiaduk #TimToiletDuduk sampai ke #TimMartabakManis #TimMartabakTelor #TimCoklat #TimKeju #AnakIPA #AnakIPS dan kita selalu begitu, selalu ribut sama sesuatu yang sepele, ribut sama sesuatu yang enggak bisa diubah karena yang dijadiin perkara adalah pilihan hidup pribadi.
Pertanyaannya, lalu gimana kalau ternyata ada orang yang nggak masuk sama kategori-kategori tadi. Mau dimasukkan kemana orang yang tidak suka makan bubur? apakah orang yang tidak suka makan bubur juga perlu buat tim atau mereka perlu berserikat agar suara mereka diakui? dari pertanyaan sepele tersebut kelihatan kan kalau semua orang hanya fokus pada mayoritas karena pada akhirnya yang minoritas memang akan selalu bungkam.
Anyway, tau apa yang lebih lucu lagi? media massa mainstream mengangkat perkara ini jadi berita! Luar biasa sekali kekuatan polarisasi bubur ini. Hal lain yang menarik adalah, cara makan bubur ini ternyata dapat mendeteksi kepribadian seseorang. wow wow wow!Enggak tau ilmu apa yang dipakai untuk mendeteksi kepribadian seseorang berdasarkan cara makan bubur tapi menurut artikel itu kalau yang suka makan bubur diaduk tandanya orang tersebut berkepribadian cuek, percaya diri, dan penuh kebebasan sedangkan tim makan bubur tidak diaduk maka orang tersebut cenderung orang yang terencana dan rapi. Menarique ya ferguso
Maka tidak heran kalau ternyata selama ini makin banyak orang yang militan sama kesukaan dan pilihan hidupnya, yo gimana nggak militan kalau orang yang berseberangan sama pilihan kita suka banyak bacot.
Ada yang suka musik indie, ada yang militan sama Kpop, ada yang anti musik Rock, ada yang suka bubur diaduk, ada yang jijik bubur diaduk, ada orang yang kesusahan untuk jongkok, ada yang nyaman di toilet duduk, ada yang pergi ke masjid, ada yang berdoa di gereja, sebagian lainnya sering ke vihara, ada yang pindah agama, yang lainnya tidak beragama, dan bejibun pilihan hidup lainnya yang dipilih orang sesuai kenyamanan dan kebahagiaan dirinya.
Saya jadi kepikiran waktu kubu cebong – kampret ada di masa kejayaannya beberapa bulan lalu sampai sempat bikin Indonesia makin terasa tersekat-sekat ternyata bisa jadi dapat inspirasi untuk membentuk jaringan itu karenaeksistensi tim bubur diaduk dan tidak diaduk ini.
Sudahlah jangan berisik sama hal yang tidak ada substansinya. Memangnya makan buburnya pakai uang kamu terus tim bubur diaduk ini maksa beri suapan bubur yang udah diaduk ke tim bubur tidak diaduk? Emang tim wc jongkok juga nginjek tempat wc duduk yang ada di rumah tim wc duduk? Please, perkara yang sebenarnya biasa aja dan bisa berakhir selow bahkan nggak perlu banget dipikirin dan dijadiin perdebatan maka nggak perlu dibuat jadi seperti civil war gini ah.
Walaupun ribut, berdebat, dan mencari perkara memang kesukaan kita tapi kalau yang dipersoalkan adalah sesuatu yang enggak bakal nemu jawaban ya mending kita persoalkan hal lain yang menyangkut hajat hidup grassroot alias para akar rumput yang kian hari makin tersingkirkan misalnya.
Ribut soal bubur, padahal ada golongan orang yang nggak bisa beli bubur. Berisik soal wc padahal masih banyak lingkungan yang sanitasinya buruk.Membuat kubu anak IPA atau IPS tapi pergi sekolah hanya demi ijazah. Nampaknya kita sulit sekali untuk bisa bersatu dan bertindak untuk sesuatu yang realistis. Yang sebagian orang Indonesia sukai adalah bermain-main dan mempermasalahkan sesuatu yang hanya nampak permukaan tanpa pernah menyentuh inti masalah yang kompleks.
Hal itu yang sepertinya bisa jadi acuan kenapa masih sedikit dari warga +62 yang menggunakan akalnya untuk bisa berpikir kritis.
Betapa egoisnya manusia hanya membela dan ribut untuk hal-hal yang menyangkut hidup dan kepunyaannya sendiri sampai sering abai sama asas-asas kemanusiaan yang lain.
Lagipula my lov, selagi pilihan hidup setiap orang tidak merugikan orang lain dan tidak membuat onar masyarakat maka sepertinya kita nggak perlu banyak bacot apalagi untuk urusan privat seseorang. Mulut dan jari-jari tangan bisa jadi terlalu sibuk untuk urusan dan keputusan hidup setiap orang, mind your own business, my lov.