Sewaktu masih aktif melihat karya orang lain di Pinterest, sudah biasa rasanya saya melihat tulisan stop making stupid people famous dengan segala bentuk kreativitas dari tiap kreator atau senimannya. Jauh sebelum melihat quote tersebut melalui aplikasi pinterest, saya sudah melihatnya melalui akun Twitter banksy—seorang seniman misterius asal Inggris—yang dikenal selalu memposting karya grafiti pada akun media sosialnya.
Pikir saya kala melihat tulisan tersebut, “quote-nya kok keren, ya. Relate sama kehidupan sekarang”. Kemudian saya pun berpikir memang sudah semestinya demikian, buat apa sih orang yang dianggap serta bertingkah konyol dan membuat keisengan dalam berperilaku viral di internet juga media sosial?
Sudah pasti keisengan itu akan memberikan dampak negatif bagi yang melihat, khususnya remaja atau mereka yang terbilang masih labil dan dalam masa peralihan menuju dewasa. Singkat cerita, mejadikan mereka sebagai inspirasi dalam berperilaku kurang baik.
Namun entah kenapa, seseorang yang dianggap konyol dalam berperilaku di internet seringkali viral dan karya apa yang dibuat menjadi trending di platform masing-masing. Tidak sedikit dari mereka bahkan memiliki subscriber ratusan ribu hingga jutaan. Jika memang nyatanya demikian, apakah sesuatu yang seperti itu lebih diminati dibanding yang sungguh-sungguh memberi edukasi?
Tentu hal itu perlu menjadi perhatian bersama. Kemudian, sepertinya quote “stop making stupid people famous” menjadi tidak relevan atau tidak berlaku. Realitanya, justru berbalik—kini stupid people justru lebih cepat tenar dan tidak sedikit diantara mereka yang mendapatkan uang lebih banyak dari konten yang diciptakan.
Mungkin itu kenapa Deddy Corbuzier menyapa para viewers-nya dengan sebutan “smart people”. Bisa jadi itu semacam doa dan harapan untuk kita semua dalam memilah informasi atau sesuatu yang dipantau di media sosial—yang baik dipertahankan juga dibudayakan, yang kurang baik dipilah.
Baru-baru ini, ada cerita tentang perilaku yang dianggap bodoh oleh sebagian masyarakat juga warganet. Beberapa mahasiswi asal Makassar dengan penuh keisengan dan tanpa berdosa menjilat buah durian dalam kemasan yang berada di rak display di suatu minimarket. Selain itu, mengutip dari detik.com mereka menjatuhkan tisu dan beberapa snack ke lantai.
Celakanya, mereka meng-upload kebodohan tersebut ke media sosial yang kemudian sudah pasti menjadi wewenang dan kuasa untuk membuat viral ada pada jemari warganet. Dan alur cerita setelahnya mudah ditebak, info tersebut trending untuk beberapa saat. Walau saat ini kabarnya sudah mengerucut, karena selamatnya, mereka—para Mahasiswa—mengakui kesalahan dan meminta maaf. Juga akan bertanggungjawab, mengganti kerugian minimarket.
Lebih lanjut, mereka berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama di kemudian hari. Biarpun salah, aksi mereka dalam meminta maaf dan bertanggungjawab patut diapresiasi. Namun, di sisi lain hal itu juga menegaskan kebiasaan yang sering dilakukan oleh banyak orang saat ini: melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, lalu membuat klarifikasi sampai dengan meminta maaf.
Padahal, jika berpikir panjang dan memikirkan akan resiko yang akan diterima, perilaku yang tidak ada manfaatnya sama sekali tersebut bisa diminimalisir—lebih baik tidak dilakukan sama sekali.
Hal tersebut sebelumnya juga dilakukan oleh salah satu remaja di kawasan Texas, Amerika Serikat. Mengutip dari Kompas.com, menjadi viral karena sebelumnya merekam aksi keisengan yang dilakukannya dengan menjilat es krim sebelum akhirnya dikembalikan lagi ke dalam freezer. Bahkan jika terbukti bersalah, wanita ini terancam mendapatkan hukuman 20 tahun penjara.
Ketika saya melakukan penelusuran terkait info yang sama di internet, langsung ada kabar terkini dari laman Kompas.com perihal dua orang remaja yang meludahi minuman bersoda di suatu supermarket lalu langsung dikembalikan ke lemari pendingin di kawasan Indianapolis, Amerika Serikat. Belum diketahui juga apakah nanti akan ada video klarifikasi atau tidak dari yang berangkutan—si penjilat es krim dan yang meludahi minuman soda. Eh, gimana?
Entah apa yang dipikirkan oleh para remaja di zaman sekarang. Menjadi viral sih sah-sah saja, namun tolong ditinjau kembali apa yang dilakukan dan bagaimana dampaknya terhadap diri sendiri terkait masa depan. Atau jangan-jangan memang tidak mau memikirkan tentang masa depan?
Agar mereka yang melakukan hal konyol tidak merajalela dan tidak merasa senang karena kontennya tidak ada yang memberi respon, bagaimana kalau secara perlahan kita mulai menerapkan quote “stop making stupid people famous”? Walau harus diakui, perilaku menyimpang yang mereka lakukan ini cukup menarik untuk dihujat.