Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Perbedaan Dawuh Dalem dan Pergub: Apakah Seluruh Keputusan Gubernur Jogja Bersifat Monarkis?

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
6 September 2020
A A
kenapa UMP Jogja rendah titik kemacetan di jogja lockdown rekomendasi cilok di Jogja Sebenarnya Tidak Romantis Jika Kamu Cuma Punya Gaji UMR dawuh dalem sabda pandita ratu tugu jogja monarki mojok

Jogja Sebenarnya Tidak Romantis Jika Kamu Cuma Punya Gaji UMR dawuh dalem sabda pandita ratu tugu jogja monarki mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Dalam komentar pada salah satu artikel saya, ada yang menyatakan bahwa seluruh peraturan di Jogja bersifat monarkis. Menurut blio, peraturan yang ada tidak dapat diganggu gugat demi menjaga keistimewaan Jogja. Komentar lain juga menyatakan bahwa Jogja memiliki posisi seperti “negara dalam negara”. Apakah benar demikian? Apakah Undang-Undang Keistimewaan mengakomodir pemerintahan provinsi Jogja sebagai monarki?

Ini menarik perhatian saya. Umumnya kawula Jogja memandang Sri Sultan HB X sebagai sosok raja dari sebuah pemerintahan monarki. Namun, di satu sisi kawula Jogja juga mengakui pemerintahan Indonesia, bahkan mengamini berdirinya Indonesia berkat campur tangan Kraton Jogja. Tapi, seringkali ini memunculkan pertanyaan: apakah Jogja tetap melaksanakan sistem pemerintahan monarki sebagai salah satu provinsi di Indonesia?

Menurut saya, untuk memahami ini kita perlu mengenal instrumen hukum yang mewakili posisi Sri Sultan HB X sebagai gubernur dan sultan: Peraturan Gubernur (Pergub) dan Dawuh Dalem. Nah, sebelum makin jauh, mari kita pahami dulu kedua instrumen ini.

Yang pertama adalah Pergub. Menurut hukumonline.com, Pergub adalah jenis peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, Pergub baru diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Salah satu peraturan yang lebih tinggi secara hierarkis dari Pergub adalah Peraturan Daerah (Perda) Provinsi. Perda Provinsi sendiri dibentuk berdasarkan kewenangan DPRD.

Yang kedua adalah Dawuh Dalem atau Dawuh Timbalan Dalem. Saya mengalami kesulitan dalam menemukan definisi dari Dawuh Dalem. Definisi ini juga simpang siur semenjak kisruh pengangkatan putri mahkota Kesultanan Jogja. GBPH Yudhanegara (dikenal sebagai Gusti Yudha) menyatakan pada Harian Jogja, bahwa Dawuh Dalem semacam perintah yang disampaikan sultan kepada rakyatnya.

Ada pula istilah Sabdatama dan sabda raja. Namun, saya merasa kedua sabda tersebut bukan merupakan perintah langsung. Gusti Yudha menyampaikan bahwa Sabdatama bukanlah keputusan penting melainkan hanya sebuah nasihat. Kedua sabda ini menjadi naik daun saat gonjang-ganjing pengangkatan GKR Pembayun sebagai putri mahkota.

Nah, kita sudah menemukan kedua instrumen hukum yang mewakili Ngarso Dalem selaku gubernur dan sultan Jogja sekaligus. Apakah keduanya memiliki posisi yang sama? Apakah Pergub Jogja terbit sebagai Perintah Sultan, atau tetap dalam sistem demokrasi?

Pergub Jogja tetaplah mematuhi peraturan perundang-undangan yang ada. Seperti definisi sebelumnya, Pergub dibentuk berdasarkan perundang-undangan yang telah ada dan punya posisi hierarkis lebih tinggi. Ini berarti Sri Sultan HB X selaku Gubernur DIY tetap patuh kepada DPRD Jogja yang berwenang membentuk Perda Provinsi DIY, serta pemerintah Indonesia yang berwenang membentuk UU.

Baca Juga:

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Kepatuhan ini diwujudkan dalam Pergub yang tetap bersumber dari hukum yang lebih tinggi. Sebagai contoh adalah Pergub No. 71/2020. Pergub tersebut tetap bersumber dari UU terkait seperti UU No. 3/1950. Meskipun berkedudukan sebagai sultan pada daerah istimewa, Sri Sultan HB X tetap mematuhi hukum negara kok.

Lalu bagaimana dengan Dawuh Dalem? Dawuh Dalem merupakan hukum adat yang tidak termasuk dalam hierarki perundang-undangan Indonesia. Menurut jurnal dari Raisa Rizani (2016), hukum adat dapat menjadi sumber hukum tata negara. Salah satu contoh dari kasus ini menurut Bayu Dardias Kurniadi (2015) adalah munculnya UU Keistimewaan Jogja yang bersumber dari Sabdatama. Namun, hukum adat hanya dapat berperan apabila tidak bertentangan dengan hukum formal yang telah ada.

Contoh dari Dawuh Dalem juga sangat sedikit. Yang berhasil saya ketahui hanyalah Dawuh Dalem dalam mengubah gelar Sri Sultan HB X menjadi Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kaping 10, Suryaning Mataram, Senopati Ing Ngalogo, Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo. Sebagai warga Jogja, saya sendiri belum hapal gelar terbaru Ngarso Dalem.

Namun, saya pernah bersinggungan dengan peraturan Sultan yang mungkin bisa disebut sebagai Dawuh Dalem. Pada waktu itu, saya sedang mengurus Serat Kekancingan Darah Dalem sebagai bukti bahwa saya keturunan Sri Sultan HB II. Persinggungan ini saya alami ketika membahas tentang tata cara penerbitan surat tersebut.

Pihak kantor Tepas Darah Dalem yang berwenang dalam urusan ini menyampaikan aturan terbaru. Aturan tersebut adalah: dalam penerbitan serat kekancingan tidak dapat dilakukan secara individu. Melainkan secara kolektif dalam satu keluarga. Tujuannya adalah agar seluruh anggota keluarga tercatat dan sah sebagai keturunan sultan.

“Ngarso Dalem yang memerintahkan ini.” Itulah yang ditegaskan blio. Saya pikir inilah bentuk Dawuh Dalem. Sebuah peraturan yang sifatnya absolut dan turun langsung dari titah seorang sultan. Saya juga memandang tata kelola Sultan Ground (SG) juga merupakan bentuk Dawuh Dalem. Karena dalam penggunaannya, SG tetap tunduk pada keputusan sultan dan bukan keputusan Pemprov

Saya tidak menemukan perintah Sri Sultan HB X dalam kapasitas monarki yang absolut selaku gubernur. Dari penentuan UMR, Penanganan COVID-19, sampai penentuan cuti bersama semua merujuk pada sistem demokratis. Bahkan, pelaksanaan UU Keistimewaan juga dalam hierarkis perundang-undangan yang sah di Indonesia. Dari yang saya temukan, perintah Sri Sultan HB X selaku raja tetap dalam koridor keistimewaan Jogja. Sisanya tetap dalam kapasitas selaku gubernur

Tentunya, kondisi ini tidak melukai keistimewaan Jogja. Justru kepatuhan Jogja pada hukum formal makin menguatkan posisi keistimewaan ini. Tapi, sayang sekali jika kawula Jogja salah kaprah perihal ini. Bahkan mengusir orang yang berseberangan dengan hukum formal di DIY, ketika hukum tersebut dibentuk secara demokratis, hehehe.

BACA Mengapa Ganja Dilarang di Sini dan Dilegalkan di Sana? dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 4 September 2020 oleh

Tags: gubernurJogjamonarki
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

ilustrasi kos murah

Pengalaman Saya 7 Tahun Menempati Kos Murah tapi Angker di Jogja

17 Oktober 2021
Tips Membelah Kemacetan di Depan Plaza Ambarrukmo, Salah Satu Jalur Paling Macet di Jogja

Tips Membelah Kemacetan di Depan Plaza Ambarrukmo, Salah Satu Jalur Paling Macet di Jogja

9 November 2022
Nggak Usah Sok Ngomong Bahasa Jawa Saat Belanja di Malioboro, Nggak Semua Pedagangnya Orang Jawa Kok!

Malioboro Tanpa Kendaraan Bermotor: Memangnya Sudah Siap?

27 Oktober 2020
Nggak Usah Sok Ngomong Bahasa Jawa Saat Belanja di Malioboro, Nggak Semua Pedagangnya Orang Jawa Kok!

Menelusuri Asal Usul Nama Malioboro, Ikon Kota Jogja

2 September 2020
makelar kontrakan jogja bapak kos terminalmojok

Semua Warga Jogja itu Ramah, kecuali Bapak Kos

4 Februari 2021
4 Tempat Wisata Jogja yang Sebaiknya Dihindari Jelang Libur Akhir Tahun, Pikir Lagi kalau Mau ke Sini

4 Tempat Wisata Jogja yang Sebaiknya Dihindari Jelang Libur Akhir Tahun, Pikir Lagi kalau Mau ke Sini

16 Desember 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

27 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.