Kudapan atau camilan berbahan dasar aci memang memiliki banyak varian, mulai dari cilor, cimol, cireng, cilok, bakso aci, dan masih banyak camilan lainnya yang kerap dijajakan berkeliing. Dari banyaknya varian camilan yang berbasis aci, cilok rupanya menjadi top favorite camilan yang paling mudah ditemukan. Bahkan di tempat saya tinggal, eksistensi tukang cilok rupanya hampir menyaingi eksistensi penjaja dawet ayu. Meski demikian bukan berarti cilok harus nggendero dengan eksistensinya, karena sebelum cilok menjadi jajanan favorit anak TPQ, masih ada jajanan berbasis aci yang cukup populer saat saya masih kecil, yaitu salome.
Pertemuan saya dengan salome terjadi saat saya masih berseragam TK, sedangkan pertemuan saya dengan cilok terjadi saat saya sudah kuliah semester 2 di Purwokerto, itupun karena ditraktir teman. Dan entah kenapa saat ini penjaja salome sepertinya semakin jarang ditemukan. Semoga saja tidak ada upaya embargo kepada pedagang salome karena baik cilok maupun salome keduanya harus terus dijaga eksistensinya agar jajanan tersebut tidak punah.
Kedua camilan tersebut boleh dikata serupa tapi tak sama, bahkan ada yang menyebut salome sebagai cilok Jawa. Berikut ini adalah perbedaan antara keduanya yang perlu diketahui para pencinta jajanan kaki lima:
#1 Tekstur
Salome memiliki tekstur kenyal yang mudah digigit, sehingga tidak perlu berlama-lama mengunyah. Hanya perlu 3 kali kunyahan, sudah bisa ditelan. Selain itu, bentuk dari salome juga cenderung abstrak dan tidak bulat mulus. Sementara cilok memiliki tekstur yang lebih alot ketika digigit sehingga dibutuhkan effort lebih untuk mengunyah sebelum menelannya, umumnya cilok membutuhkan durasi pengunyahan yang lebih lama dibandingkan salome. Cilok sendiri bentuknya bulat utuh dan cenderung mulus.
#2 Instrumen dalam mencari perhatian calon pembeli
Hampir setiap penjaja makanan keliling pasti menggunakan instrumen untuk menarik perhatian konsumen. Ada yang menggunakan bambu, mangkok, dan ada juga yang menggunakan speaker seperti tahu bulat.
Sepengalaman saya, tukang salome kerap menggunakan terompet kecil yang ditekan sehingga akan mengeluarkan bunyi ngik ngok ngik ngok. Terompet ini sangatlah ikonik bagi tukang salome, sehingga ketika ada suara terompet kecil tersebut, maka bisa dipastikan 95% bahwa bunyi tersebut berasal dari tukang salome.
Sedangkan untuk cilok, penjaja cilok kerap menggunakan botol kosong untuk dipukul dengan kayu kecil yang dibuat mirip stik drum. Tentu saja desibel bunyi yang dihasilkan oleh botol kaca tersebut lebih humble jika dibandingkan tukang salome yang menggunakan terompet kecil sebagai jalan ninja mencari pelanggan.
#3 Pembumbuan/seasoning
Salome sendiri terkadang dibumbui dengan saus kacang dan saus Niki Sari, lalu ditambah kecap sebagai pemanis. Namun, saat ini salome dengan bumbu kacang agak sulit ditemukan. Salome memiliki tingkat gurih yang rendah, sehingga akan terasa kurang nikmat jika tidak dicampur saus ataupun kecap.
Harus diakui bahwa perpaduan antara kecap dan saus Niki Sari memang memiliki godaan tersendiri bagi para pengabdi jajanan, apalagi jika kedua unsur tersebut disatukan ke dalam plastik berisi salome. Duh, kenikmatannya sampai membuat kita lupa sejenak bahwa PPKM ternyata diperpanjang. Wqwqwq.
Sedangkan cilok umumnya dibumbui dengan kecap, saus, bubuk cabe, dan bumbu masak. Umumnya, bumbu masak yang digunakan adalah bumbu merek Atoom dan cabai bubuknya menggunakan cabai bubuk merek Aida. Entah kenapa Atoom dan Aida seolah dua merek yang tidak bisa dipisahkan layaknya gitar listrik dengan amplifire. Selain itu, cilok memiliki tingkat gurih yang strong, sehingga masih bisa dinikmati walau tanpa kecap, saus, bumbu Atoom, dan cabai bubuk.
Itulah sedikit penjabaran singkat mengenai perbedaan antara salome dan cilok. Meski keduanya berbeda, cara makannya tetap sama, kok. Sama-sama dimakan melalui ujung plastik yang dilubangi dengan gigitan kecil. Ehehehe, nikmaaat~
Sumber Gambar: YouTube SoloposTV
BACA JUGA 3 Rekomendasi Cilok di Jogja yang Paling Yahud dan tulisan Dhimas Raditya Lustiono lainnya.