Warga Kecamatan Pace Nganjuk ramah, tapi bakda isya banyak yang sudah menutup pintu rumahnya
Selain warung kopi yang masih ala-ala tempo doeloe, warga di sana—khususnya yang sering ngopi di warung semacam itu—sangat ramah dengan pendatang baru. Bahkan nggak sampai satu minggu saya kenal mereka, saya sudah diajak ngopi setiap pagi hari secara rutin sama mereka.
Saya pribadi sih nggak tahu apa alasan mereka kok akhirnya mengajak ngopi anak muda modelan saya secara rutin. Tapi yang jelas, kebanyakan dari mereka itu cukup nyentrik; bukan termasuk orang tua yang membosankan. Selalu ada saja pengetahuan-pengetahuan yang mereka ceritakan soal sejarah Nganjuk dan kondisi politik hari ini.
Bahkan ada juga satu dua petani di Kecamatan Pace Nganjuk yang ternyata adalah mantan dosen. Saya lupa namanya. Tapi yang pasti, beliau sangat humoris dan pintar soal ilmu bisnis dan sejarah. Semoga saja beliau sekarang masih sehat walafiat.
Tapi sayangnya, di balik keunikannya itu, ada satu hal yang bikin saya merasa kurang nyaman hidup di Kecamatan Pace. Bakda isya, warga di sana sudah banyak yang menutup pintu rumahnya. Kalau kata orang-orang di warung kopi sih alasannya karena angin setelah isya bertiup cukup kencang. Makanya pintu rumah kudu ditutup biar nggak kedinginan.
Tapi entah kenapa, saya pribadi nggak pernah sekalipun merasa kedinginan jika pintu rumah tidak ditutup bakda isya. Malahan saya merasa Kecamatan Pace Nganjuk terlalu sunyi dan cenderung mencekam seperti tidak ada penghuninya.
Banyak jalan sepi, minim penerangan, dan punya riwayat sarang begal
Tak hanya itu yang bikin mencekam, di Kecamatan Pace Nganjuk juga cukup banyak jalanan yang sepi penduduk. Saya pribadi waktu satu bulan pertama tinggal di sana sempat parno kalau mau berkendara malam hari. Ya gimana, ha wong setiap kali saya belok, ketemunya nyaris selalu jalanan yang kanan-kirinya hamparan sawah dan kebun, kok. Sudah begitu, minim penerangan pula jalanannya.
Tentu saja tidak semuanya titik jalan di Kecamatan Pace selalu sepi penduduk. Setelah dua-tiga bulanan, barulah saya hafal dan sadar kenapa saya dulu nyaris selalu belok ke jalan yang sepi penduduk. Dan itu sebenarnya wajar bagi pendatang, sebab di Kecamatan Pace memang terdapat cukup banyak hamparan sawah, kebun, bahkan lapangan.
Nyatanya ketakutan saya juga tidak keliru-keliru amat. Belakangan saya dapat info dari teman-teman asal Nganjuk, bahwa Kecamatan Pace memang sempat punya riwayat sebagai sarangnya begal. Ada banyak jalan yang teman saya sebutkan. Tapi menurut mereka, yang paling sering terjadi pembegalan adalah di Jalan Berbek-Pace.
Syukurnya meski sempat bertemu jalanan sepi di Kecamatan Pace, saya tak pernah sekalipun bertemu ataupun dikejar-kejar sama begal. Yang sering ketemu ya tadi; warung kopi ala tempo doeloe, es setrup, dan warga yang nyentrik. Jadi, buat kalian yang berencana ke Nganjuk, cobalah berkunjung ke Kecamatan Pace. Besar kemungkinan kalian juga masih mendapat pengalaman yang sama seperti saya tempo hari.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kabupaten Nganjuk, Satu-satunya Tempat di Jawa Timur yang Akan Membuatmu Kaya Raya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.