Entah saya harus senang atau gundah gulana ketika Pak Jokowi menganjurkan untuk memperbanyak melakukan aktivitas di rumah akibat virus corona mulai merebak dengan luas di Indonesia. Baik kerja, belajar, hingga beribadah dianjurkan untuk dilakukan di rumah saja. Apalagi ketika mendengar Universitas Indonesia sudah mendeklarasikan adanya penghentian kuliah tatap muka dan mengubah sistem perkuliahan menjadi online. Hingga pada akhirnya pada tanggal 16 Maret saya melihat surat edaran dari rektor kampus saya. Isinya jelas dan mungkin hampir serupa dengan surat edaran di kampus-kampus lainnya. Menganjurkan untuk melakukan aktivitas perkuliahan secara online dan dianjurkan tidak ada aktivitas yang membuat suatu kerumunan di lingkungan kampus hingga akhir Maret.
Mungkin jika saya mahasiswa semester satu atau dua, adanya surat edaran tersebut tidak akan terlalu bikin pusing. Kuliah online sama artinya dengan tidak ke kampus. Enak, dong? Tapi saya menanggapi surat edaran rektor kampus saya tersebut dengan hati yang penuh tanya. Hati saya penuh tanya bukan karena tidak mau kuliah online. Namun, pikiran saya menerawang lebih jauh dan saat itu mungkin saya anggap konyol. Berhubung saat itu tanggal 16 Maret dan saya yakin kampus saya juga akan menerapkan kuliah online.
Pertanyaan besarnya adalah bagaimana nasib saya yang mau sidang proposal? Kebetulan dua hari berikutnya adalah jadwal saya sidang proposal. Saya sudah menyiapkan berbagai macam tetek bengek mulai dari makan dosen sampai snack untuk penonton. Saya pun sudah mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk tampil di hadapan dosen penguji. Namun ketika melihat surat edaran tersebut. Pikiran konyol saya tergelitik dan membayangkan hal yang saat itu saya anggap tidak mungkin. Mungkin sidang proposal saya bakal dilakukan secara online.
Saya sempat bercanda dengan teman saya dengan mengatakan sidang proposal saya akan dilakukan online. Tentu bercandaan tersebut tidak saya yakini akan terjadi dan saya anggap konyol jika terjadi. Namun ternyata eh ternyata, para dosen di Program Studi yang saya tempuh akhirnya berembuk untuk mencari solusi terkait bagaimana menerapkan surat edaran rektor dengan tanpa mengubah segala jadwal yang sudah disiapkan.
Menunggu keputusan para dosen program studi saya, saya sempat memprediksi bahwa sidang proposal saya pastinya akan diundur. Pasalnya, menurut saya hanya itu opsi yang masuk akal untuk akal saya saat itu. Namun seperti kata pepatah, manusia hanya bisa berusaha dan Tuhanlah yang menentukan. Begitu juga yang terjadi kepada saya saat itu.
Persiapan yang saya lakukan untuk menghadapi sidang proposal seperti pada umumnya ternyata tidak sejalan dengan kenyataan yang saya hadapi. Alih-alih sidang proposal ditonton banyak orang secara langsung ditambah tatapan bertanya-tanya dari dosen penguji secara langsung. Program Studi saya akhirnya memutuskan untuk tidak mengubah jadwal apa pun dengan tetap mengikuti anjuran rektor untuk tidak melakukan aktivitas perkuliahan tatap muka. Dan saat itu pula saya teringat bercandaan saya. Berarti saya tetap sidang proposal, dong? Ya, saya tetap sidang proposal tanpa perlu ke kampus dan bertatap muka secara langsung. Ya ternyata sidang proposal saya bakal dilakukan secara online. Anjayy.
Percayalah sidang proposal online ini adalah hal paling konyol yang sempat terbersit dalam pikiran saya dan akhirnya menjadi kenyataan. Baru saja saya menyelesaikan sidang proposal online. Dan rasanya ternyata lebih sans dengan deg-degan yang masih sama sih. Lewat aplikasi Zoom, sidang proposal saya tetap berlangsung selayaknya sidang proposal pada umumnya. Saya presentasi, menjawab, dan dicecar dosen penguji. Hanya saja yang menjadi pembeda adalah tidak ada intimidasi tatapan penonton karena penonton nontonnya online juga. Wqwqwq.
Saya juga tidak perlu menyiapkan makanan atau snack yang biasanya pada sidang proposal non online mau tidak mau saya harus menyediakannya. Bukan karena paksaan, tapi untuk menghormati kebiasaan. Dengan modal WiFi di rumah teman saya, laptop teman saya, dan headset teman saya. Resmilah saya sidang proposal dengan modal peralatan pinjaman dari teman-teman saya. Tentunya proposal hasil karya saya sendiri loh, ya. Aksi peminjaman itu tadi juga saya lakukan karena kebetulan di rumah saya tidak ada WiFi, dan untuk sidang online alangkah baiknya ditunjang dengan jaringan yang mantep. Peralatan lainnya yang saya pinjam pun itu karena pertimbangan saya yang melihat bahwa laptop saya kameranya tidak sebaik kamera laptop teman saya.
Sepanjang umur, saya tidak pernah membayangkan bakal sidang proposal online. Tapi gara-gara virus corona. Hal yang saya anggap sangat konyol dan tidak mungkin saya lakukan itu ternyata menjadi sesuatu yang sangat nyata adanya. Ya, sebenarnya tidak ada hikmah apa pun dari curhat saya ini. Hanya saja saya ingin menyampaikan bahwa ternyata hal-hal yang mungkin saja kita anggap konyol dan tidak mungkin pada awalnya, akan menjadi sesuatu yang nyata adanya. Jadi entah kenapa saya tertarik untuk berpikir konyol lagi.
Apa mungkin ya lama kelamaan, sidang proposal atau sidang hasil kelak akan berubah format. Dari yang awalnya harus pakai ruangan dan tetek bengek peralatan yang harus disediakan. Kelak akan berubah format menjadi begitu sederhana. Tinggal nyiapin kuota, laptop atau smartphone, plus tambahan headset jenis apa pun. Sidang sudah siap dilakukan di mana pun dan kapan pun. Begitu konyolnya pikiran saya.
BACA JUGA Jika Semua Orang di Dunia Sibuk Bikin Skripsi, Dunia Pasti Akan Damai atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.