Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Pengalaman KKN di Gunungkidul: Warung Tutup Jam 7 Malam dan Menyaksikan Kemenangan Jokowi di Desa Pro Prabowo

Rizky Prasetya oleh Rizky Prasetya
4 Agustus 2023
A A
Mitos Seram di Gunungkidul selain Pulung Gantung Terminal Mojok

4 Mitos Seram di Gunungkidul selain Pulung Gantung (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya sampai sekarang nggak pernah percaya dengan orang yang secara terbuka bilang “KKN itu menyenangkan!!!” yang akan diikuti dengan “pengin balik KKN lagi deh!!!”. Bagi saya, itu hanya ungkapan impulsif yang muncul karena usaha melarikan diri dari kenyataan yang dijalani.

Tapi saya nggak mau memungkiri juga, memang ada momen-momen menyenangkan di KKN. Sewaktu KKN, saya lumayan menikmati, meski tak bisa dibilang bahagia. Saya menjalin bonding dengan beberapa bocil yang bikin mereka menangis sewaktu kami cabut. Saya juga masih ingat ada satu bocah yang tak sudi main sama teman satu kelompok saya, tapi lengket banget sama saya. Kalau nggak salah namanya Afa, bocahnya gendut, bertenaga, larinya kenceng.

Afa, kalau kamu baca tulisan ini, artinya kamu udah besar. Pesan saya, jangan nyoba alkohol. Keputusan buruk dalam hidup, selalu dimulai dari tegukan pertama. Oke, lanjut.

Jika ada yang bilang KKN itu adalah cara bikin mahasiswa humble, saya baru setuju pake banget. Masa-masa ini memang menaruh mahasiswa yang kepalanya terlalu tinggi untuk rata dengan tanah. Mereka, yang biasa ngomongin ide besar, ikut menceburkan diri dalam tempo dunia yang cepat, dipaksa memahami karakter manusia yang bodo amat dengan standar dunia kapitalis.

Gegar-gegar budaya pun terjadi. Saya yang aslinya orang desa, nggak kaget sama sekali dengan gaya hidup orang desa tempat saya KKN. Terlebih, tempat saya KKN, Semanu, Gunungkidul, nggak beda jauh kulturnya dengan Wonogiri, tempat saya lahir. Ditempatkan di desa itu, bagi saya cuman kayak pindah desa.

Tapi, kawan-kawan saya, berbeda. Kebanyakan kawan satu kelompok saya ini orang kota. Terlahir kota, bergaya hidup kota. Mereka asing dengan hidup seperti ini, dan mereka menyikapinya dengan lumayan lucu. Wong ya nggak tahu, bagi saya ya wajar.

Nah, dari penyikapan tersebut, saya jadi punya banyak pengalaman lucu yang bikin saya dan kawan-kawan jadi humble.

Kaget dengan pembukuan ekonomi orang desa Gunungkidul

Kebetulan, waktu KKN kelompok saya berbarengan dengan rencana hajatan si pemilik rumah tempat kami numpang. Mau nggak mau, kami ikutan rewang. Nggak cuman rewang sih, bahkan kami ikut rapat rencana hajatan pernikahan.

Baca Juga:

5 Hal yang Bikin Saya Kaget Waktu KKN di Madiun

KKN di Bulan Agustus Itu Anugerah Sekaligus Musibah: Gara-gara Proposal Agustusan, Akhir KKN Serasa di Neraka

Jadi gini, Gaes. Saya nggak tahu daerah Gunungkidul yang lain itu mengadopsi hal ini atau tidak, tapi di tempat saya, hajatan keluarga itu yang ikut satu desa. Rapatnya pun melibatkan satu desa. Yang saya salutkan sih, misal nggak punya modal, desa mau minjemin modal yang nanti bisa dikembalikan. Orang nikahan kan pasti dapat amplop ya, nah hasilnya nanti buat balikin uang pinjaman.

Kawan saya, dengan polosnya berpikir, orang desa pasti pembukuan ekonomi atau akuntansi atau apalah itu, nggak baik. Nggak proper, istilahnya. Kawan saya, dengan pedenya, menawarkan bantuan untuk memperbaiki. Saya sudah mencegah dengan pelan-pelan, takutnya itu menyakiti hati warga desa. Tapi selain itu, saya yakin pembukuannya udah bagus. Wong ini tradisi panjang lho.

Dan ternyata betul, setelah dicek, malah temenku yang belajar, ternyata pembukuan bisa dibuat kayak gini. Mendengar itu, saya ketawa kenceng.

Warung tutup jam tujuh malam di Gunungkidul

Hari pertama KKN saya lewati dengan anjing betul.

Begini, saya KKN pada hari pertama Ramadan. Saya, yang nggak paham amat dengan kegiatan ekonomi di desa itu dengan enteng tidak nyetok rokok. Pikir saya, halah, pasti ada yang buka malam. Saya lupa, ini Gunungkidul, bukan Sleman, tempat kos saya.

Maka, ketika jam 1 pagi, rokok habis, saya kebingungan nyari warung buka. Usut punya usut, warung kelontong di desa saya hanya buka sampai jam 7 malam.  Akhirnya saya motoran ke daerah Alun-alun Gunungkidul jam 1 pagi, sambil menggigil kedinginan. Bayangin, motoran sepagi itu, dari Semanu ke Alun-alun. Cok, mending aku semaput wae.

Jokowi menang pemilu di desa pro Prabowo

Saya kira ini pengalaman yang nggak bikin humble, nggak lucu-lucu amat, justru malah menyeramkan.

Jadi, saya KKN di Gunungkidul tahun 2014. Kita tahu, 2014 adalah tahun awal mula Indonesia terpecah belah. Cebong kampret, dimulai dari tahun itu. Dan desa KKN saya pun tak luput ikutan kontestasi.

Perlu saya bilang, desa saya itu desa yang… gimana ya. Jadi, waktu observasi pertama, bendera PDI mendominasi. Tapi, entah ketika penerjunan, desa itu penuh dengan bendera PKS. Ha jelas ini membingungkan. Dan usut punya usut, desa saya itu juga ada posko pemenangan Prabowo. Kita, yang nggak mau tahu politik, bodo amat dengan hal itu. Toh, penduduk desa baik, nggak memaksakan kita untuk milih capres tertentu.

Masalahnya adalah, pada waktu pemilihan selesai, yang menang PDI dan Jokowi. Mumet? Saya aja masih mumet sampe sekarang.

Jadi, pemilu kan hari libur, otomatis peserta KKN ikutan “turun” dari posko. Hanya ada dua anggota KKN yang bertahan, bantuin warga desa dan pegawai KPU di tempat kami KKN. Saat itu, kami sudah bisa menebak, Prabowo dan PKS akan menang mudah di dusun kami. Wajar lah ya.

Yang terjadi malah sebaliknya, PDI dan Jokowi menang telak. Kami, yang kebanyakan saat itu sedang di Jogja jadi ketar-ketir. Lha vibes desa langsung jelek je. Ditambah fakta bahwa kami ini, pendukung Jokowi dalam diam! Wkwkwkwk.

“Jokowi menang, Gaes!”

Ketika balik ke posko, kami sepakat untuk nggak ngomongin politik sama sekali. Mitigasi yang bisa kami ambil saat itu ya cuman itu. Dua-tiga jam pertama kami di posko, aman. Setelah itu, semuanya buyar.

Ada satu anggota kelompok kami yang datang telat. Maklum, Gunungkidul memang jauh. Tapi bukan itu masalahnya, masalahnya adalah, dia datang dengan muka berbinar sambil ngomong keras-keras, “JOKOWI MENANG HOREEE.”

Selama seminggu setelah kejadian dia teriak, kami memilih untuk menunduk kalem. Dalam hati, selama seminggu saya misuh “wo kontol!”.

Ini yang perlu kalian ingat ya, adek-adek yang mau KKN tahun depan. Wis, rasah ngomong politik. Buat warga desa, itu topik yang benar-benar tabu. Jalani saja hidup kalian, dan bikin konten saja. Jauh lebih mending ketimbang ikut-ikutan bikin masalah.

Setelah dua bulan KKN di Gunungkidul, sebenarnya saya belajar banyak. Kepala yang mendongak, pasti akan rata dengan tanah ketika sampai di tempat KKN. Keramahan warganya tak akan bisa saya lupakan, sama halnya dengan betapa buruk kualitas jalanan di tempat itu.

Meski kalian nggak suka KKN (kayak saya), tetap pegang ini: akan ada pengalaman bodoh yang terkenang dan bikin bertanya-tanya sepanjang hidup. Kayak pengalaman saya, kok ya ada orang dengan pede bilang dukung Jokowi di daerah pro Prabowo. Gendeng.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Gunungkidul Adalah Sebaik-baiknya Kabupaten untuk Tempat KKN

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 4 Agustus 2023 oleh

Tags: JokowiKKNPemiluPengalamanPrabowo
Rizky Prasetya

Rizky Prasetya

Redaktur Mojok. Founder Kelas Menulis Bahagia. Penulis di Como Indonesia.

ArtikelTerkait

jon snow dan permainan tahta

Jon Snow dan Sosok Mendiang Gus Dur: Tak Perlu Mati-Matian Mempertahankan Tahta

16 Mei 2019
Membayangkan Rasanya Jadi Mahasiswa KKN di Kampung Durian Runtuh Upin dan Ipin

Membayangkan Rasanya Jadi Mahasiswa KKN di Kampung Durian Runtuh “Upin dan Ipin”

9 Desember 2023
KKN Itu Asyik dan Menyenangkan, tapi Tidak untuk Diulang

KKN Itu Asyik dan Menyenangkan, tapi Tidak untuk Diulang

8 Maret 2023
pak prabowo Menteri Kabinet Indonesia Maju

Menteri Kabinet Indonesia Maju: Pak Jokowi Suka Bikin Kejutan, Ah.

24 Oktober 2019
KKN itu Pengabdian Masyarakat, Bukan Menjilat Kelurahan (Unsplash) mahasiswa KKN, KKN di kota

Tolok Ukur Keberhasilan KKN Itu Bukan pada Jumlah Proker yang Berhasil, tapi Mahasiswa dan Desa Bisa Saling Belajar!

31 Maret 2024
Burgerkill

Bangga Menjadi Fan Burgerkill di Tengah Aksi Mahasiswa

3 Oktober 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

27 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.