Pengalaman Saya sebagai “Anak Baik-baik” Tinggal di Kos LV Jogja yang Penuh Drama

Pengalaman Saya sebagai “Anak Baik-baik” Tinggal di Kos LV Jogja yang Penuh Drama Mojok.co

Pengalaman Saya sebagai “Anak Baik-baik” Tinggal di Kos LV Jogja yang Penuh Drama (unsplash.com)

Banyak pengalaman unik yang saya alami selama tinggal di kos LV Jogja.

Mencari kos itu kurang lebih mirip dengan cari jodoh. Cocok-cocokan. Kalau ada satu kelebihan yang kamu cari di orang yang baru, ada sesuatu yang rasanya lebih sreg saat bersama yang lama. Ketika orang baru punya sesuatu yang kamu nggak suka, kamu akan berkompromi untuk menerima saja karena dia mungkin punya sesuatu yang nggak berhasil kamu temukan di orang lama. Oh, tapi ini bukan tentang jodoh. Ini tentang kos-kosan murah di Yogyakarta.

Tepat setahun yang lalu, saya pindah dari kosan lama di Karangmalang ke sebuah kos-kosan murah di dekat Terminal Condongcatur. Harganya yang relatif murah dan sirkulasi udara yang bagus membuat saya langsung deal dan transfer uang tiga bulan pertama ke rekening bapak kos. 

Kebetulan kos-kosan ini tidak memiliki penjaga dan saya tidak ngeh bahwa ternyata penghuni kos bisa menerima tamu lawan jenis. Artinya, kos ini termasuk dalam jajaran kos LV. Kos LV (Las Vegas) Jogja adalah istilah sarkas atau candaan yang sering dipakai untuk menyebut kos bebas, merujuk pada suasana Las Vegas di Amerika yang identik dengan kehidupan malam, hiburan bebas, dan aturan yang longgar.

Yogyakarta sebagai kota pelajar memang menawarkan banyak pilihan kos, tetapi beberapa di antaranya justru terlalu bebas, tanpa aturan jelas, dan minim pengawasan. Bagi mereka yang ingin tetap taat aturan, tinggal di lingkungan seperti ini bisa menjadi tantangan tersendiri—tidak hanya karena suasana yang cenderung longgar, tetapi juga karena tekanan sosial dari sesama penghuni. Berikut hal-hal yang saya rangkum sebagai keresahan selama menghuni kos-kosan bebas dan murah di Jogja. 

Dianggap aneh adalah hal yang biasa

Kebanyakan orang mengincar kos LV Jogja karena kebebasan yang ditawarkan. Saya yang memilih kos LV murni karena harganya yang murah jadi dipandang aneh. Beberapa teman laki-laki memang pernah mampir ke kos, tapi saya memiliki batasan yang jelas dalam menerima tamu. Teman lawan jenis mampir untuk alasan-alasan yang jelas saja, seperti menjenguk ketika saya sakit atau meminta bantuan yang benar-benar urgent. 

Bukannya ingin jadi polisi moral yang suka mengotak-ngotakan mana yang “baik” dan “buruk”, tapi sulit dimungkiri, prinsip yang tegas soal tamu lawan jenis membuat saya seperti “anak baik-baik” di kos ini. Bahkan, seseorang pernah bertanya alasan saya memilih kos bebas padahal saya nggak punya pacar. Mendengar itu, saya sebenarnya sedikit geli. Seolah-olah ngekos di Kos LV seperti ini otomatis harus diiringi dengan agenda tersembunyi: membawa pasangan, menikmati kebebasan tanpa batas, atau setidaknya ikut dalam gaya hidup yang mereka anggap normal. 

Sementara itu, saya yang hanya ingin tempat tinggal murah, nyaman, dan fungsional malah dianggap aneh. Seolah keberadaan saya yang stay single ini terasa seperti anomali. Menanggapi pertanyaan itu, jujur saya hanya bisa menjawab, “Memangnya salah ya ngekos di sini murni karena harganya murah saja? Tanpa embel-embel niat terselubung, tanpa motivasi lain selain sekadar mencari tempat istirahat yang nyaman?”

Baca halaman selanjutnya: Bapak kos …

Bapak kos minus akhlak dan suka menyebar fitnah

Ada harga ada kualitas memang benar adanya, tak terkecuali dalam urusan kos-kosan. Harga murah sering kali datang dengan berbagai konsekuensi, dan salah satu minus besarnya bisa jadi adalah bapak kos yang rese. Suatu hari, teman saya ditegur hanya karena orang tuanya parkir mobil di halaman kos tanpa izin lebih dulu. Kami sebenarnya tidak tahu kalau bapak kos akan datang berkunjung dan membawa mobilnya sendiri sehingga nggak kebagian parkir.

Bukannya menegur langsung dengan baik, bapak kos malah nyindir di grup WhatsApp penghuni kos, bilang kalau ada “bapak-bapak tidur di kamar” teman saya. Melihat pesan itu, teman saya otomatis mencak-mencak, dirinya merasa terfitnah seolah dirinya peliharaan gadun. Padahal, itu cuma ayahnya sendiri yang sedang berkunjung. Daripada sekadar memastikan parkiran cukup untuk semua, bapak kos ini justru lebih sibuk mengurusi hal-hal yang nggak penting.

Jadi arena berantem pacar dan selingkuhan

Kos bebas ternyata nggak cuma identik dengan tamu lawan jenis yang keluar masuk seenaknya, tapi juga rawan jadi tempat berantem. Saya ingat betul, saat itu hari Minggu pagi, saya dan penghuni kos lain sedang bermalas-malasan di kamar masing-masing. Tiba-tiba, suasana berubah ricuh. Ada dua pria dewasa yang berantem di tangga kos. Awalnya saya nggak tahu apa yang terjadi, sampai akhirnya ada penghuni lain yang nge-spill bahwa semua ini gara-gara salah satu penghuni kos yang ketahuan membawa dua cowok berbeda: yang satu ketahuan, yang satunya lagi justru memergoki.

Adegan pukul-pukulan pun tak terhindarkan. Penghuni kos lain yang panik sampai harus memanggil satpam dari klinik depan untuk melerai mereka. Sementara itu, saya cuma bisa menonton dari lantai dua, sambil live report ke teman saya yang sedang nggak ada di kos, seolah sedang jadi saksi mata pertandingan tinju dadakan.

Itu dia hal-hal kocak yang pernah terjadi selama ngekos di kos bebas dan murah. Tinggal di kos LV Jogja bukan berarti harus ikut-ikutan bebas. Meskipun lingkungan sekitar penuh dengan kebebasan tanpa batas, setiap orang tetap punya hak untuk berpegang pada prinsipnya sendiri. Butuh mental yang kuat untuk bertahan di tengah situasi yang sering kali bertolak belakang dengan nilai-nilai yang diyakini. Akan selalu ada tekanan sosial, stigma, atau bahkan omongan iseng yang menguji batas kesabaran. Bagi saya, yang penting adalah merasa nyaman dan tetap menjalani hidup dengan tenang, tanpa perlu terpengaruh oleh standar orang lain. Seperti prinsip saya: Stay waras stay single, teman-teman!

Penulis: Annisa Rifka Nurwijaya
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Seturan Jogja: Bekas Kerajaan Jin yang Kini Jadi Surganya Coffee Shop dan Kos LV

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version