Pelarangan Turis Asing Sewa Motor di Bali: Perketat Aturannya, Jangan Langsung Larang

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Bali turis asing sewa motor

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Bali (Pixabay.com)

Pemprov Bali sebaiknya memperketat aturan ketimbang langsung melarang sewa motor untuk turis asing

Bali punya segalanya, dan saya tak berlebihan. Jadi tak perlu heran jika turis-turis merasa betah berada di Bali, khususnya turis mancanegara atau turis asing. Ada banyak alasan mengapa turis-turis asing betah berada di Bali. Dua hal yang pasti, adalah soal keramahan orang Bali dan banyaknya destinasi wisata. Biaya hidup yang cukup murah juga jadi alasan. Selain itu, batas kebebasan di Bali juga lebih longgar dari tempat-tempat lain di Indonesia.

Dengan situasi semacam ini, para turis asing tentu akan merasa lebih nyaman dan betah berada, atau bahkan hidup di Bali.

Para turis asing tak hanya bisa menikmati keindahan yang Bali suguhkan. Bahkan terkadang ada beberapa dari mereka yang merasa status mereka itu sudah bukan turis lagi, melainkan warlok alias warga lokal. Mereka bahkan bisa hidup di sana, memiliki properti dan kendaraan, dan melakukan hal-hal yang dilakukan orang Bali asli, termasuk bekerja di Bali.

Lalu masalah muncul. Turis-turis asing yang tinggal mulai berulah.

Turis asing yang kebanyakan atraksi

Dalam kurun beberapa bulan terakhir, kita kerap menjumpai kejadian-kejadian yang melibatkan turis asing dan warga lokal. Satu yang paling mengundang pembicaraan adalah sebuah video yang menunjukkan turis asing perempuan yang berdebat dengan polisi lalu lintas. Dalam video tersebut, turis asing perempuan itu tak terima ditilang oleh polisi, dengan dalih bahwa dia sudah tinggal di Bali selama 23 tahun.

Sebenarnya dalam video tersebut pelanggarannya sudah sangat jelas. Si turis asing mengendarai motor tanpa menggunakan helm, juga melawan arus. Tak salah jika akhirnya dia ditilang polisi, sebab aturan yang berlaku di Indonesia, memang seperti itu. Meskipun saya nggak pernah sepakat dengan polisi, tapi untuk kasus ini saya sepakat. Turis asing itu memang harus ditilang.

Kejadian ini nyatanya bukan pertama kali. Ada banyak kejadian-kejadian sebelum ini yang melibatkan ulah turis asing dan kendaraan bermotor. Bagaimana turis asing ini berkendara juga kerap menjadi masalah. Selain itu, kita juga sering melihat turis-turis asing yang menyewa motor lalu mengganti plat nomor seenaknya dengan tulisan lain (nama turis tersebut atau nama akun Instagramnya).

Pemprov Bali bertindak

Rentetan ulah turis asing ini membuat akhirnya pemerintah Bali bertindak. Pemprov Bali memberikan ancaman kepada turis-turis asing (khususnya turis asal Rusia, yang mana mereka kerap berulah) dengan mencabut visa on arrival jika mereka berulah. Lebih spesifik lagi, Pemprov akan melarang para turis asing ini menyewa motor di Bali.

Pro kontra lalu muncul. Ada banyak yang sepakat dengan rencana Pemprov. Mereka yang sepakat berdalih bahwa turis asing di Bali ini terlalu bebas dan mudah untuk menyewa motor, sehingga mereka bisa seenaknya sendiri. Kalau ini dibiarkan dan tidak segera ditindak, maka akan banyak turis-turis asing yang berulah.

Namun, ada juga yang tidak sepakat dengan rencana Pemprov. Mereka yang tidak sepakat kebanyakan berasal dari pihak persewaan motor. Jika nanti aturan ini diterapkan, jasa persewaannya pasti akan sepi. Apalagi mengingat bahwa Bali minim sekali transportasi umum, dan pelanggan persewaan motor paling besar adalah dari turis asing. Jasa persewaan motor ini juga baru saja bangkit dari pandemi.

Dari pro dan kontra yang muncul, sebenarnya kita sudah bisa mengambil jalan tengahnya, jalan yang bisa jadi paling fair untuk semua pihak. Jalan tengah tersebut adalah dengan memperketat lagi regulasi persewaan motor, khususnya untuk turis asing.

Turis asing yang dapat karpet merah

Kalau melihat apa yang terjadi saat ini, sepertinya turis-turis asing ini terlalu mudah untuk menyewa motor di Bali. Mereka mungkin hanya perlu menunjukkan identitas (KTP, Paspor,dsb) saja kepada pihak jasa persewaan. Seperti tidak ada aturan yang benar-benar diterapkan terkait turis asing yang menyewa motor ini. Kalaupun ada, kok ya tidak diterapkan dengan maksimal.

Nah, daripada langsung melarang turis asing menyewa motor, Pemprov sebaiknya menggalakkan lagi aturan terkait persewaan motor untuk turis asing. Mungkin bisa dengan cara seperti ini.

Jika ada turis yang ingin menyewa motor, tak cukup hanya dengan menunjukkan kartu identitas saja. Mereka harus menunjukkan SIM Internasional sebagai syarat. Selain itu mereka juga harus menunjukkan visa mereka. Ini bisa diperketat dengan adanya penjamin. Turis asing harus punya penjamin jika ingin menyewa motor.

Terakhir adalah soal durasi waktu. Harus ada batas waktu yang diberikan kepada turis asing ketika ingin menyewa motor. Misalnya begini. Tak peduli berapa lama turis asing akan tinggal, batas waktu sewa motor adalah maksimal 14 hari. Jika turis asing masih ingin menyewa, maka harus memperpanjang durasi sewa dengan datang ke tempat jasa persewaan, dan membawa kartu identitas, visa, penjamin, dan SIM Internasionalnya.

Itu baru persyaratannya. Lalu apa hukumannya jika melanggar? Ya motornya ditarik. Sesederhana itu harusnya. Harus ada koordinasi antara pihak jasa persewaan dan pihak yang berwajib (polisi atau semacamnya) untuk menindak para turis asing yang melanggar. Tentu saja dengan syarat harus tegas dan tidak pandang bulu. Harus adil.

Jalan tengah yang kudu diupayakan

Ini bisa jadi jalan tengah yang paling fair untuk semua pihak. Pemprov Bali nggak perlu langsung melarang turis asing untuk menyewa motor. Terlalu gegabah kalau langsung melarang. Mending diperketat saja aturannya. Tentu saja dengan catatan, sosialisasinya harus jelas dan merata, dan penerapannya juga harus maksimal.

Gini lho ya, terlalu baik sama orang itu nggak bagus. Kadang, kebaikan kita itu tak berbalas setimpal dengan kebaikan pula. Kebaikan kita kadang dibalas dengan kesewenangan, bahkan dibalas dengan keburukan. Berbuat baik mah secukupnya aja.

Berkaca pada Bali, kita mungkin terlalu baik kepada turis asing, terlalu mengistimewakan turis asing, dan bikin mereka merasa superior. Makanya, ini sudah saatnya memperlakukan turis asing dengan biasa saja. Perlakukan mereka sebagai manusia pada umumnya, bukan sebagai raja yang bisa melakukan segalanya. Kalau salah ya harus dihukum, kalau benar ya harus didukung. Sesimpel itu, sesimpel itu.

Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Membela Turis Indonesia yang Gemar Belanja dan Berfoto Ria

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version