Ternyata tak semua daerah menyajikan pecel lele yang sama. Buktinya di Bandar Lampung kuliner ini tampil sedikit berbeda.
Ngomongin kuliner malam, nggak sedikit orang yang bilang pecel lele adalah makanan yang paling tepat. Makanan yang satu ini memang identik dengan warung tendanya yang buka di malam hari. Pecel lele asalnya dari Lamongan, namun saat ini sudah menjamur di mana-mana. Saya yang tinggal di Jawa Barat saja mudah sekali menemukan warung tenda pecel lele di setiap sudut jalan.
Kalau lagi di rumah, biasanya kita punya tempat langganan dan balik ke tempat itu lagi. Tapi kalau lagi nggak di rumah dan kepingin makan pecel lele, biasanya kita akan beli di tenda mana saja. Nggak perlu cari yang istimewa, yang penting keinginan makan terpenuhi.
Kalau belinya bukan di tempat langganan, ekspektasi kita nggak banyak. Malahan kita nggak berekspektasi. Tapi kalau ada yang beda dari pecel lele pada umumnya ya kaget juga. Pada umumnya, pecel lele isinya nasi, lele, sambal terasi tomat matang, dan lalapan. Saya menemukan semua warung tenda pecel lele punya formasi hidangan di mejanya seperti itu, kecuali ketika saya ada di Bandar Lampung.
Sambal pecel lele di Bandar Lampung menggunakan sambal mentah
Gimana sih sambal pecel lele pada umumnya itu? Dari visualnya dulu. Merah dan oranye pekat, sehingga membangkitkan selera makan. Semua bahannya digoreng sampai matang jadi agak sedikit berminyak dan kandungan airnya sudah menipis. Terkadang, dari melihat gambar saja, kita sudah bisa mendefinisikan bahwa ini adalah sambal pecel lele. Atau bisa juga disebut sambal penyetan. Secara cita rasa, sambal ini cenderung pedas dan manis.
Ketika saya membeli pecel lele di Bandar Lampung, saya kaget karena yang saya dapati adalah sambal mentah tomat, yang biasa ditemukan di restoran Sunda. Sambal yang paduannya kalau di restoran Sunda adalah ikan asin dan berbagai jenis lalapan dan punya cita rasa yang cenderung pedas dan asam. Secara visual, warna sambal seperti ini biasanya lebih merona dan lebih terang warnanya. Kandungan air pada sambalnya juga masih banyak.
Baca halaman selanjutnya: Awalnya saya kesulitan…
Awalnya saya kesulitan makan sambal pecel lele di Bandar Lampung. Rasanya sulit mencocol sambal ini karena masih ada air yang mengalir dari tomat dan bahan-bahan yang belum halus. Terkadang ada tomat yang masih terlihat utuh, sehingga makan sambal ini lebih nikmat apabila dicomot daripada dicocol.
Secara rasa enak-enak saja. Tapi karena saya besar di Jawa Barat dengan budaya kuliner nyunda, saya lebih terbiasa makan sambal mentah dengan teman ikan asin dan lalapan. Selain itu, lele sebagai bintang utama di piring menurut saya terlalu mewah. Sambal mentah di restoran Sunda terlihat cocok karena paduannya yang duduk sama rata. Tidak ada yang mendahului satu sama lain.
Kalau bukan karena rampai, tomat kecil khas Lampung, saya bisa makin terheran-heran kenapa pecel lele di Bandar Lampung malah pakai sambal mentah. Sambal, yang jadi kunci utama dari kenikmatan kuliner ini, malah diotak-atik.
Lelenya dapat dua ekor
Harus diakui, ini adalah bagian positif dari keterkejutan saya makan pecel lele di Bandar Lampung. Biasanya kalau kita pesan satu porsi, tentu lelenya dapatnya cuma satu. Maksudnya, satu ekor. Nah, di Bandar Lampung, satu porsinya mendapat dua ekor ikan lele.
Ukuran lelenya sih lebih kecil, hampir setengahnya lele besar yang biasanya. Tapi kalau hitung-hitungan daging, dua ekor lele kecil dan satu ekor lele besar, dagingnya lebih banyak dua ekor lele kecil. Saya juga langsung berpikir, bisa juga berhemat dengan cara seperti ini. Cuma bayar satu porsi, kita dapat dua ekor lele yang sebenarnya satu lelenya nggak kecil-kecil banget kalau dimakan untuk satu porsi orang dewasa.
Preferensi saya untuk pecel lele adalah lele yang garing. Dengan ukuran yang kecil, kegaringan lele akan jauh lebih gampang didapatkan. Buat bumbu, juga jauh lebih mudah menyerap ke dalam lelenya sehingga cita rasanya jadi jauh lebih nikmat. Tapi kalau ngomongin rasa, rasanya terlalu subjektif. Kadang, kita mau yang pasti-pasti aja. Kalau secara jumlah lebih menguntungkan dua ekor lele kecil dibandingkan satu ekor lele besar, tentu saya akan pilih dua ekor lele kecil.
Bicara autentisitas pecel lele yang aslinya dari Lamongan, jelas ini sudah melenceng jauh. Tapi kalau soal makanan, kita suka bingung mana yang harus didahulukan. Antara budaya dan tradisi atau perut dan lidah. Saya cinta tradisi asli, tapi sambal yang nikmat dan dua ekor lele siapa yang bisa nolak?
Penulis: Muhammad Fariz Akbar
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Dosa Penikmat Pecel Lele yang Kerap Dilakukan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
