Jalur Imogiri: keberanian yang menyelamatkan
Penggalan lirik dari FSTVLS dengan judul “Hujan Mata Pisau” tampaknya cukup menggambarkan suasana hati setiap orang yang melewati jalur Imogiri. Jalanan berkelok, naik-turun sak penake dewe, belum lagi kondisi aspal yang sangat jauh dari kata konsisten menjadi momok tersendiri ketika terbesit keinginan untuk melewati jalur ini.
Apalagi, ada beberapa titik yang memang penerangannya nol besar seperti jembatan Dodongan dan sekitarnya serta jembatan Kaliurang dan sekitarnya. Intinya, sekalinya kamu menemukan jembatan pada jalur ini, alangkah baiknya kamu maksimalkan juga segala bentuk penerangan.
Jika kamu adalah orang yang suka nonton YouTube Jurnal Risa, saya larang keras untuk lewat jalur ini. Bukan apa-apa, orang yang sering mengaitkan setiap kejadian dengan hal-hal mistis biasanya sulit untuk diajak merasionalkan peristiwa. Wit gedang jare pocong, bagor jare gendruwo, motor macet jare ditamati macan. Weslah rasah neko-neko. Tidak perlu menambah kesan mistis soal Gunungkidul hanya karena penglihatanmu yang didasari atas ketakutan.
Saya sendiri termasuk orang yang cukup sering melewati jalur Imogiri ini baik siang atau malam hari. Alasannya sederhana. Sebagai orang yang cukup menghayati dan memaknai setiap hal yang saya lakukan, atau bahasa kerennya, lelet.
Sudah bisa dipastikan estimasi waktu yang direncanakan hancur berantakan. Pilihannya antara telat sampai ke tempat kerja atau mencari jalan agar tetep bisa gas pol tanpa kompromi dengan pengendara lain. Tentu, dalam keadaan seperti ini, saya lebih memilih pilihan kedua.
Terlepas dari kondisi genting, jalur Patuk dan Imogiri sangat cocok bagi anak senja yang ingin merayakan patah hati dengan cara sederhana. Sebab kau akan disuguhi panorama indah serta hutan rimbun, yang akan menenangkan jiwamu atas dendam di ubun-ubun.
Tapi, karena terlalu banyak tempat potensial untuk mengakhiri hidup seperti jurang dan jembatan, saya harap kalian pikir ulang. Jangan sok-sokan mau meringankan job malaikan izroil. Kasihan, nanti rundown pencabutan nyawanya kacau karena harus ngurus kamu dulu.
Sesuai kebutuhan, mengukur kemampuan
Sebagai manusia, kita memang sering dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup. Tidak ada pilihan yang sempurna. Ketika kita memilih untuk melewati jalur Patuk artinya kita harus siap berkompromi, siap menghargai, siap untuk tidak terlihat istimewa serta siap untuk menunggu truk pasir yang jalannya lambat seperti jenjang karirmu. Meskipun ketika perjalananmu terkendala sesuatu, pasti lebih banyak orang yang siap membantu.
Ketika kamu lewat jalur Imogiri artinya semua kendali ada di tanganmu. Kamu dan keyakinanmu saja lah yang akan membuat perjalanan itu menemukan ujungnya.
Yah, intinya, jalur Patuk dan Imogiri adalah dua dilema yang bikin sobat lajon Gunungkidul stres. Sebab, ya, mau gimana lagi. Dua-duanya punya plus minus yang saling melengkapi, dan itu semua sumbernya dari satu: ketimpangan ekonomi Gunungkidul dengan kabupaten lainnya di DIY.
Benar-benar adoh ratu, cedak watu.
Penulis: Muchlis Fatahilah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengenal Gunungkidul, Kabupaten (yang Dianggap) Gersang yang Ternyata Dulunya Dasar Laut




















