Seminggu yang lalu, salah satu ikon kota Jogja, Malioboro, kembali viral. Beritanya hangat diperbincangkan di kalangan wisatawan maupun warga lokal. Dan, lagi-lagi, ini soal parkir nuthuk. Ironisnya, makin ke sini, jadi hal yang biasa terjadi di kota wisata ini.
Masalahnya, dalam waktu 1 bulan ini sudah viral 2 kali. Kasus pertama dari cuitan keresahan warga Jogja, di akun Merapi Uncover. Dia harus membayar tarif parkir sebesar Rp15.000 di Jalan Margo Utomo.
Padahal, dari ketentuan Dinas Perhubungan Kota Jogja, menyebutkan tarif parkir di kawasan I premium untuk jenis kendaraan mobil sebesar Rp5.000 untuk 2 jam pertama. Bayangkan, ini jadi 3 kali lipatnya.
Lalu, parkir nuthuk di Malioboro Jogja kembali viral. Saya mendapatkan informasi pelik dan unik ini melalui unggahan akun Instagram Wisata Malioboro. Ada kasus parkir nuthuk di daerah Gedung Gubernur DIY, Jalan Suryatmajan.
Kasus kali ini masih sama terjadi di kawasan I premium. Bedanya, tarif parkirnya makin tinggi. Pengendara harus merogoh Rp50.000 untuk parkir. Parahnya, karcis parkir hanya ditulis tangan di atas sobekan buku tulis. Seperti bocah lagi main parkir-parkian.
Parkir nuthuk kembali viral, sudah jadi hal biasa di Jogja
Parkir nuthuk di Jogja, terutama daerah pariwisata, sudah bukan lagi rahasia umum. Ini sudah jadi hal yang biasa. Meski sudah sering menjadi sorotan, kasus parkir nuthuk selalu berulang.
Alurnya kurang lebih begini. Awalnya parkir nuthuk viral, kemudian pemerintah melakukan klarifikasi, kasus selesai, selang beberapa waktu viral lagi. Begitu terus siklusnya dari zaman entah kapan hingga sekarang.
Lalu, yang terjadi hanyalah pemakluman. Baik dari ranah pemerintah, wisatawan, warga lokal dan oknum juru parkir.
Setelah saya menelusuri lebih jauh, ternyata banyak kasus viral parkir nuthuk di Jogja. Selama 5 tahun terakhir, setidaknya ada 6 kasus yang saya temui. Dan uniknya, setiap kasus viral yang terjadi menyasar kendaraan bermotor roda 4 atau lebih.
Sejak 2021, terjadi kasus viral parkir nuthuk di Titik Nol sebesar Rp20.000. Berikutnya, di 2022, ada kasus tarif parkir bus pariwisata sebesar Rp350.000 dari ketentuan seharusnya Rp75.000 untuk 3 jam pertama.
Tidak berhenti di situ, pada 2023 juga, di daerah Jalan Mangkubumi pernah viral dengan kasus parkir nuthuk sebesar Rp50.000. Di daerah Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pernah terjadi juga sebesar Rp25.000 pada 2024. Nah, yang baru viral kali ini ditodong parkir Rp50.000.
Kemudian warganet berbondong-bondong memvalidasi kasus ini. Salah satunya dari akun Ferryperuzzi, “sama… bln Juni kemarin kita jg diminta 50rb”.
Membaca komentar-komentar di unggahan akun Wisata Malioboro meyakinkan saya kalau praktik ini memang sudah biasa terjadi. Sudah tidak mengherankan lagi bagi warganet. Mereka terlihat sudah biasa dan pasrah dengan kondisi Jogja yang begini.
Kolom komentar jadi tempat adu nasib warganet
Menerima informasi dari media sosial itu ibaratnya seperti makan mie instan. Feed unggahan di Instagram itu sebagai mie instannya dan komentar adalah bumbu penyedapnya.
Kalau tidak menelusuri kolom komentar rasanya seperti makan mie tanpa bumbu. Kenyang sih, tapi tidak menikmati apa-apa. Hambar.
Begitu juga dengan menikmati unggahan di wisata Malioboro Jogja. Foto di feednya sudah menjelaskan informasi dan membuat kamu kenyang. Tetapi, akan lebih lengkap lagi kalau dinikmati bersama “bumbunya”. Maka dari itu, bacalah kolom komentar. Apalagi, kolom komentar di unggahan ini malah dijadikan tempat adu nasib warganet.
Pengaduan nasib pertama dari akun Wismanty, “LHO LHA YG DI PARKIRAN SAMPING POS KANTOR SEPANJANG KE TIMUR SD PER4.AN GONDOMANAN MALAH LEBIH MAHAL LG LHO DAN HRS ANTREEE DULU SPY BISA PARKIR DISANA.”
Berikutnya dari Wu223r20n3_r360rn_2, “Jogja DARURAT PARKIR .. Anakku pernah Mogok didepan Gerbang Jogja. Karena kondisi dn wkt bs ambil mobilnya untuk ditarik selang 2 hr kemudian. Ditarik minta 50rb, katanya itu Peraturan dr @dalops.dishubjogjakota. Entah itu tarif resmi ato enggaknya, drpd ribet trs aku kasih aja.”
Terakhir saya ambil komentar dari akun mirzha__, “Kalo di Bandung parkir mobil pernah sampe 150 ribu, didekat Bandung Zoo. Saya asli Bandung yang muak dengan kota sendiri, lebih suka main ke Jogja. Tolonglah Jogja jangan ikut ikutan kayak Bandung.”
Saya mengambil komentar-komentar yang paling emosional. Terasa sekali, kan? Apalagi kalau sudah capslock, itu bukan main-main lagi emosinya. Dari 3 komentar ini semakin memvalidasi bahwa parkir nuthuk sudah jadi hal biasa di Jogja. Meresahkan tapi ya mau bagaimana lagi.
Parkir nuthuk Jogja berbahaya
Parkir nuthuk yang tidak masuk akal ini saya pikir bisa menggeser pamor klitih di Jogja. Bedanya, klitih selalu diwaspadai ketika malam hari. Sementara parkir nuthuk, selalu bisa menghantui karena tidak mengenal hari dan situasi.
Sebagai pengendara yang membutuhkan fasilitas parkir, mau tidak mau, harus membayar harga yang ditentukan. Untuk kasus viral kali ini, menurut saya cukup nekat dan lucu juga sih. Bagaimana tidak, semua warganet langsung salah fokus dengan karcis yang diberikan.
Di kasus kali ini, cuma bermodalkan sobekan buku tulis. Lalu diberi keterangan “PARKIR MALIOBORO RP 50.000”. Belum lagi ditambah tanda tangan yang entah punya siapa. Mungkin biar dikira karcis resmi, eh malah bikin semua orang keki. Minimal usaha sedikit dengan cetak karcis sendiri. Ya, seenggaknya biar kelihatan “niat” kalau mau jadi pelaku parkir nuthuk.
Harusnya oknum juru parkir melakukan pertimbangan kalau mau nuthuk harga. Harus ada aturan main yang diikuti. Begini, dengan mengandalkan budaya nrimo ing pandum wisatawan dan warga Jogja bisa menerima parkir nuthuk dengan catatan tertentu.
Seperti yang disampaikan Anisa (warga Jogja), “Parkir nuthuk masih ada yang bisa ditoleransi, sih. Misalnya, kalau mobil dari Rp5.000 jadi Rp10.000 dan motor dari Rp3.000 jadi Rp5.000. Itu masih ga papa soalnya di batas wajar. Tapi kalau bisa ya jangan sampai begitu, ga baik juga kalau diteruskan”.
Parkir nuthuk juga bikin warga lokal geram dan bisa jadi bumerang
Parkir nuthuk di Jogja tidak hanya menyasar wisatawan tapi warga lokal juga. Teman saya, Tarissa (warga Jogja), menceritakan soal pengalamannya terkait parkir nuthuk yang bikin geram.
“Aku pernah parkir di tempat wisata dan disuruh bayar Rp10.000 untuk motor. Tapi, yang paling bikin kesel itu ketika waktu itu hujan. Tukang parkir tidak membantu mengurus helm dan jaketku di motor. Sudah bayar mahal tapi pelayanannya ga ada. Ya buat apa? Aku jadi malas ke sana lagi.”
Saya sepakat dengan Tarissa. Masalahnya, ini bisa jadi bumerang bagi pariwisata yang ada di Jogja. Warga lokal maupun wisatawan pasti akan berpikir ulang untuk datang ke tempat wisata karena parkirnya mahal tapi tidak mendapatkan pelayanan maksimal.
Hal serupa juga disampaikan Anisa, “Kalau harga parkirnya melejit sampai Rp50.000 seperti yang lagi viral, ya mending nggak usah ke Malioboro. Lebih baik ke pantai sekalian, parkirnya masih murah.” Saya sebagai kaum mendang-mending juga pasti lebih memilih saran ini.
Jika sudah begini, parkir nuthuk bisa jadi bumerang bagi warga Jogja sendiri. Kalau Malioboro jadi sepi, mau gimana lagi?
Penulis: Karisma Nur Fitria
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Dosa Penjual Keripik Buah di Malang yang Perlahan “Mengusir” Pembelinya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
