Pernah dengar obat yang namanya Paracetamol? Paracetamol adalah obat yang sangat mudah didapatkan, baik menggunakan resep maupun dibeli bebas tanpa resep dokter di apotek atau toko obat.
Obat ini, selain digunakan untuk menurunkan demam (antipiretik) juga bisa menjadi obat penahan nyeri (analgetik). Biasanya, Paracetamol tersedia dalam bentuk tablet (untuk orang dewasa), sirup (anak/bayi), maupun suppositoria (biasanya digunakan pada anak/bayi yang mengalami kejang, penggunakan melalui anus).
Semua obat memiliki “caranya” masing-masing dalam menjalankan tugasnya untuk mengurangi atau menyembuhkan suatu gejala kesakitan. Paracetamol juga begitu. Obat ini memiliki cara kerja yaitu dengan menghambat pembentukan enzim siklooksigenase sehingga prostaglandin nggak akan terbentuk.
Prostaglandin ini tugasnya adalah pengirim sinyal rasa nyeri atau demam ke otak. Lalu, otak menginstruksikan bahwa adanya sensasi tersebut ke seluruh sel dalam tubuh. Nah, berkat Paracetamol, maka otak tidak akan menerima sinyal dari prostaglandin sehingga nggak bakalan timbul rasa nyeri. Namun, seaman-amannya Paracetamol, pasti ada efek yang membahayakan bahkan bisa sampai mengancam nyawa kalau penggunaannya nggak sesuai aturan.
Dosis menggunakan Paracetamol
Menurut Pusat Informasi Obat Nasional, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (PIONAS BPOM-RI), dosis yang disarankan seperti ini. Untuk dewasa 500 sampai 1.000 mg, diberikan setiap 4 sampai 6 jam sekali. Dosis maksimalnya 4.000 mg per hari.
Untuk bayi (dosis sekali minum), diberikan setiap 4 sampai 6 jam sekali. Kalau usianya 3 sampai 5 bulan, dosisnya 60 mg. Untuk usia 6 sampai 23 bulan, 120 mg.
Sementara itu, untuk anak (dosis sekali minum), diberikan setiap 4 smpai 6 jam sekali. Bagi yang berusia 2 sampai 3 tahun, sebanyak 180 mg. Sementara itu, untuk usia 4 sampai 5 tahun, 240 mg. Selebihnya seperti ini:
- Usia 6–7 tahun: 240–250 mg.
- Usia 8–9 tahun: 360–375 mg.
- Usia 10–11 tahun: 480–500 mg.
- Usia 12–15 tahun: 480–750 mg.
- Usia ≥16 tahun: 500–1.000 mg.
Itulah dosis yang disarankan dan aman menggunakan Paracetamol. Kendati demikian, meskipun dikonsumsi dengan dosis yang normal, bagi orang yang “sensitif”, Paracetamol dalam dosis lazim ini bisa menimbulkan efek samping. Misalnya, nyeri abdomen (sensasi rasa nyeri di perut bagian bawah), urine berwarna gelap, hilang nafsu makan, pusing, dan sebagainya. Itulah beberapa efek samping ringan yang mungkin timbul dan hanya di beberapa orang saja.
Efek samping lainnya
Efek samping yang fatal dan dapat membahayakan nyawa adalah efek hepatotoksisitas atau keracunan organ hati. Ujungnya bisa terjadi kerusakan pada organ hati. Efek ini timbul akibat penggunaan Paracetamol yang melebihi dosis lazim. Bisa juga karena penggunaan yang terus-menerus tanpa ada indikasi yang diobati.
Kamu harus memahami bahwa hati atau liver merupakan organ tubuh yang perannya sangat vital. Organ ini berfungsi sebagai organ detoksifikasi atau pembuangan zat-zat beracun dalam tubuh.
Menurut The New England Journal of Medicine, mekanisme kerusakan hati oleh Paracetamol diakibatkan oleh metabolit (zat hasil metabolisme) obatnya sendiri yang bernama N -asetil-p-benzokuinon imina (NAPQI). NAPQI ini bersifat toksik terbentuk sebagai hasil dari metabolisme parasetamol oleh organ hati.
Sisi “bahaya” dari Paracetamol
Dalam penggunaan dengan dosis yang lazim, NAPQI akan dikeluarkan dari tubuh oleh hati melalui proses detoksifikasi tadi. Namun, overdosis Paracetamol menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah NAPQI yang tersebar dalam organ hati. Akibatnya adalah kerusakan dan kematian hepatosit (sel hati), menyebabkan nekrosis hati akut (kerusakan hati) dan akan berlanjut pada fase gagal fungsi hati.
Menurut Journal of Clinical and Translational Hepatology setelah terjadinya kejadian overdosis Paracetamol akan menyusul gejala-gejala berupa rasa lelah, sakit perut, atau mual. Setelah beberapa hari tanpa gejala, biasanya muncul kulit kekuningan, masalah pembekuan darah, dan kebingungan sebagai akibat dari gagal hati.
Komplikasi tambahan termasuk gagal ginjal, pankreatitis, gula darah rendah, dan asidosis laktat juga bisa terjadi. Jika tidak terjadi kematian, penderita cenderung pulih sepenuhnya dalam waktu lebih dari beberapa minggu. Jika penderita tidak diobati, pada beberapa kasus akan pulih dengan sendirinya. Namun, pada kasus lain dapat menyebabkan kematian.
Itulah sekilas tentang Paracetamol, obat yang aman digunakan bahkan oleh ibu hamil. Namun, yang terlihat aman membahayakan apabila kamu mengonsumsinya tanpa melihat aturan yang tepat. Ya gimana ya, meski aman, obat adalah “komoditas racun” yang penggunaanya harus bijak. Yang paling penting adalah sebelum mengonsumsi, sebaiknya konsultasi dengan dokter, apoteker, atau tenaga kesehatan lainnya.
Penulis: Rio Yunaris Umbara
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Penjelasan Ilmiah Perkara Sudah Minum Obat, tapi Masih Sakit
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya