Pangalengan menjadi salah satu serpihan surga yang ada di dunia. Kecamatan paling selatan di Kabupaten Bandung ini diperkaya dengan keindahan alam yang sungguh memanjakan mata. Udara Pangalengan Bandung yang sejuk ampuh melepas penat. Tak heran kalau kecamatan ini menjadi tujuan kebanyakan orang untuk sejenak menepi dari hiruk pikuk perkotaan. Sayangnya, itu semua berlaku hanya bagi wisatawan.
Sebagai warga lokal, saya dan kebanyakan warga lain justru merasakan sebaliknya. Hampir tiap jelang akhir pekan, kami merasa hoream (malas) untuk keluar rumah. Alih-alih pengin liburan, kami lebih memilih menghabiskan akhir pekan dengan rebahan. Keluar rumah di akhir pekan hanya membuat kami menjadi orang terpinggirkan. Kenapa demikian? Ya tentu karena macet.
Daftar Isi
Pangalengan Bandung jadi lautan kendaraan di akhir pekan
Sekali dalam seminggu, Pangalengan Bandung seketika menjadi lautan kendaraan. Hal ini jelas membuat warga lokal seperti saya memilih bermalas-malasan di akhir pekan ketimbang liburan.
Arus kendaraan di Pangalengan saat akhir pekan memang bukan sesuatu yang luar biasa. Namanya juga kawasan wisata, kan. Tapi yang bikin jengkel, sikap para pengendara dari luar Bandung yang kurang memerhatikan etika berkendara ala orang Bandung. Misalnya soal klakson. Orang Bandung menyalakan klakson sebagai alat komunikasi sesama pengendara di jalan, bukan alat untuk merepresentasikan sikap nggak sabaran alias buru-buru.
Baca halaman selanjutnya: Masalah nggak cuma macet…
Masalahnya nggak cuma macet
Menjadi warga lokal dari suatu kawasan wisata memang banyak suka dukanya. Sukanya tentu karena pertumbuhan ekonomi di daerah tinggal saya berjalan lancar. Para pengrajin olahan susu sapi khas Pangalengan Bandung pun diuntungkan. Pengelola wisata lokal mendapat pemasukan dari kedatangan wisatawan. Selain itu, UMKM juga banyak yang sejahtera karena orang-orang yang liburan.
Akan tetapi, dukanya juga ada. Beberapa hal yang kerap dikeluhkan warga lokal adalah soal akses jalan dan lahan parkir. Soal akses jalan ini misalnya. Jalanan Pangalengan cenderung sempit untuk dilalui kendaraan besar macam bus telolet.
Selain itu, lahan parkir yang nggak memadai juga menjadi masalah yang kerap menghantui daerah wisata seperti Pangalengan. Memang rest area di sini sudah banyak, tapi tempat parkirnya masih kurang untuk menampung bus para wisatawan yang kerap dadakan berhenti di pinggir jalan untuk berbelanja buah tangan.
Butuh kerja sama semua pihak
Guna memecahkan permasalahan di Pangalengan Bandung, butuh kerja sama dari semua pihak. Dari pemangku kebijakan, masyarakat, pengelola wisata, dan bahkan para wisatawan.
Bagi para pemangku kebijakan, jangan cuma terima PAD wisata Pangalengan. Tolonglah benahi akses jalannya juga, tapi jangan bangun jalan tol di sini. Intinya sih kami ingin akses jalan yang lebih lebar, fasilitas lahan parkir yang memadai, dsb. Saya percaya, sebagai pihak yang berwenang, kalian tentu lebih mengerti soal ini daripada kami yang cuma warga biasa.
Lalu untuk masyarakat dan pengelola wisata, jadilah tuan rumah yang baik. Ayo, kita terapkan prinsip ke-Sunda-an kita, someah hade ka semah (berlaku baik kepada tamu). Janganlah kita semena-mena. Hindari segala bentuk pungutan liar, entah itu alasannya untuk kebersihan, keamanan, dll. Kalau mematok uang jasa jangan seenaknya, sesuaikan tarifnya biar sebagai warga lokal kita nggak langka kayak beras.
Dan terakhir, pesan untuk wisatawan yang datang ke Pangalengan Bandung. Kita saling menghormati, ya. Jangan mentang-mentang lagi liburan, kalian senang-senang tanpa memerhatikan kearifan lokal di Pangalengan. Kalian sopan, kami pun sebagai warga lokal segan. Kalian nyaman liburan, kami dapat pendapatan. Semuanya jadi senang, kan? Meskipun pilihan terbaik bagi warga lokal tetap rebahan di akhir pekan, sih~
Penulis: Dede Setiawan
Editor: Intan Ekapratiwi