Dulu pas zaman saya SMP, saya mbribik cemceman itu pakai surat cinta dan puisi-puisi sok romantis. Oh, nggak kelupaan pakai tukeran biodata juga, lengkap dengan makanan favorit, minuman favorit, bahkan band favorit.
Mentok kalau mau agak romantis ya kirim-kirim salam lewat program radio, sambil tak lupa ngucapin semoga PR-nya cepat selesai, cepat bobok, dan tak lupa mimpiin aku.
Iya, dulu tampak sangat simpel dan mudah. Akan tetapi, semuanya berubah saat tahun demi tahun berganti. Bagi muda-mudi yang gampang insekyur dan nggak percaya diri, mbribik lawan jenis itu adalah petaka. Makanya banyak yang mencoba mencari cara gimana caranya mbribik yang paling efektif.
Acara TV Take Me Out Indonesia hadir menjawab keresahan muda-mudi untuk urusan cari mencari jodoh. Sayangnya, acara tersebut hanya menjangkau kalangan menengah ke atas. Klan pemuja angkringan dan hidup di kos-kosan dengan ruangan 3×3 nggak bakal bisa ikutan Take Me Out.
Ada satu alternatif lainnya yaitu ngirim iklan di koran. Iya, ada rubrik khusus yang isinya cari jodoh. Minimal kalau nggak ada rubrik khusus, ya, bakal nyempil di bagian iklan baris. Biasanya menyertakan nama, usia, agama, pekerjaan, nomor HP, kadang foto juga. Harapannya ada pembaca iklan itu dan iseng menghubungi, ngobrol-ngobrol, kopi daratan, terus jadian. Apakah cara ini efektif? Saya punya teman yang justru ketipu karena menghubungi iklan cari jodoh. Pas udah kopi daratan, eh malah ditawarin MLM.
Namun itu dulu, saat segalanya masih primitif. Sekarang segala-galanya berubah digital, pun dengan urusan cari jodoh. Saat ini banyak platform yang bisa bantu nyari jodoh. Di Twitter, setiap malam minggu pasti ada biro jodoh, meski saya kok ragu mereka yang ikutan beneran nyari jodoh. Saya lebih yakin mereka ngejar hadiah saldo GO-PAY, OVO, atau entah apa itu lagi jenis dompet digital lainnya.
MiChat juga datang untuk urusan hubungan lelaki dan perempuan. Meski aplikasi ini justru kerap dimanfaatkan buat para perempuan pemuas nafsu menjajakan dirinya. Saya sempat nginstall MiChat, nyari-nyari, ngechat, dan langsung saya hapus itu aplikasi karena khawatir terjadi hal-hal yang diinginkan. Iya, diinginkan.
Platform yang lantas populer saat ini adalah Tinder. Itu loh, yang nampilin banyak foto mas-mas dan mbak-mbak yang nyari pasangan. Kalau di-swipe kanan artinya tertarik, kalau swipe kiri artinya nggak tertarik. Iya, mencari jodoh udah kayak nyari video bokep, yang penting fisiknya oke, maka dicomot. Kalau kebetulan yang di-swipe kanan itu swipe kanan foto kita juga, terjadilah match. Kalau udah match, bisa lanjut ngobrol, haha hihi, ketemuan, ngedate, terus ngedot. Eh, nggak, ding.
Saya sendiri pernah iseng meng-install Bumble, semacam Tinder tapi masih kurang populer dan mencoba menyelami dunia per-swipe-swipe-an itu. Pertama, saya bikin akun dulu dan pasang foto (yang menurut saya) terbaik, barulah saya mulai nyari mbak-mbak di aplikasi itu. Seorang teman merekomendasikan agar asal swipe kanan semuanya tanpa pandang bulu biar peluang match-nya juga banyak. Setelah terjadi match, barulah diseleksi mana yang terlihat oke. Akan tetapi, saya menolak keras saran itu, karena sama saja memberi harapan palsu kepada siapa saja yang sudah swipe kanan ke saya. Biarlah urusan swipe kanan memang karena tertarik. Supaya kalau match ya sudah nggak perlu nyeleksi lagi, tinggal ngobrol dan mbribik saja.
Saya lebih suka nyeleksi di awal dan tinggal nunggu hasilnya apakah ada yang match atau nggak. Kalau ada, eksekusi. Kalau nggak ada, ya cari yang lain lagi.
Saran dari teman saya yang lain lebih nggateli lagi. Dia, sebut saja Kampret, menyarankan buat masang foto pria tampan buat menarik perhatian. Kampret sendiri pernah melakukannya, dan berhasil mbribik banyak perempuan dan sampai lama berhubungan. Kampret menggunakan foto pria tampan yang didapatnya entah di Google atau Instagram atau mbuh dari mana, lantas banyak yang match. Setelah itu, dia bakal menggunakan skill mbribiknya yang luar biasa biar si cewek nyaman. Setelah terlanjur nyaman dengan obrolan, barulah beberapa hari atau minggu kemudian Kampret ngaku kalau foto yang dia pasang itu palsu. Hasilnya apa? Ada yang kecewa dan cabut. Ada juga yang bertahan karena kadung nyaman.
Akan tetapi, saya menolak menggunakan trik itu karena lagi-lagi pasti bikin kecewa. Dan saya yakin, banyak dari kubu cewek juga kerap melakukan hal yang sama. Mereka menggunakan foto cewek cakep nan glowing buat menarik perhatian biar banyak yang match. Sayangnya, kadang ada yang kurang lihai melakukannya. Saya banyak menemui cewek dengan foto artis Korea, bahkan ada yang menggunakan foto Hinata Hyuga. Anjeeeng, siapa pula yang bakal swipe kanan akun yang fotonya Hinata Hyuga? Naruto Uzumaki? Yakali Naruto juga mainan Tinder. Lagian bisa geger kalau Naruto nemuin foto istrinya di platform Tinder. Bisa berantakan rumah tangga mereka.
Makanya, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, saya memilih menggunakan foto saya apa adanya saja dan biarkan para cewek menentukan mau swipe kanan atau kiri. Saya sendiri pasang foto lebih dari satu karena saya sendiri sering ragu kalau nemu cewek yang fotonya cuma satu. Kayak… meragukan gitu.
Kalau fotonya lebih dari satu dan memang terbukti menarik, barulah di-swipe kanan. Urusan dianya swipe balik apa nggak, sih, bodo amat, ya. Yang penting milih dulu. Kalau ternyata berhasil match, ya giliran saya menggunakan skill mbribik yang lumayan mumpuni.
Yang pasti untuk urusan Tinder dan aplikasi sejenis, hanya dibutuhkan salah satu dari dua hal berikut, yaitu paras bagus atau skill mbribik yang bagus. Lebih geger kalau punya kedua-duanya. Jadi bagi yang terlahir memang nggak terlalu berparas oke kayak saya, sudah waktunya untuk mendalami skill mbribik agar urusan jodoh menjadi lancar.
BACA JUGA Kenapa sih kok Harus Malu Kalo Kepergok Main Tinder? dan tulisan Riyanto lainnya.