Gimana rasanya pacaran sama cewek yang punya saudara kembar?
Sebagai seseorang yang pernah berpacaran sejak 6 SD, saya sudah mengalami beberapa perputaran roda kisah percintaan. Seperti roller coaster, awalnya bikin deg-degan, sempat mual, merasa cemas, lama-lama terbiasa lagu deg-degan lagi. Muternya di situ-situ aja. Begitu seterusnya.
Beberapa kejadian sudah saya alami. Dari yang absurd, nyebelin, sampai bikin pusing. Ada yang bilang, saya melalui masa puber lebih awal dibanding teman-teman lainnya karena sudah menemukan cinta monyet sejak dini. Bahkan terlalu dini. Ada juga yang bilang, predikat bucin sudah seharusnya saya terima sejak kecil.
Saya pikir, kisah absurd ketika pacaran tidak akan saya alami lagi pada masa dewasa. Saya meyakini hal tersebut, sampai akhirnya saya pacaran dengan seorang perempuan yang memiliki saudara kembar.
Nama mereka, sebut saja Mimi dan Mumu (keduanya nama samaran). Yang menjadi pacar saya kala itu adalah Mumu.
Bukannya apa, karena memiliki kemiripan fisik (termasuk model rambut) dan gaya bicara, saya jadi sering tertukar, mana yang Mimi dan mana yang Mumu. Memang, Mumu lebih pendiam dan pemalu. Tapi, Ia bisa menyesuaikan dan berakting persis seperti Mimi. Pun sebaliknya.
Selain kompak secara fisik dan gaya berbicara, harus saya akui mereka juga kompak dalam hal jahil. Khususnya ketika menjahili saya, yang menjadi pacarnya Mumu. Betul-betul niat banget dan terencana.
Hal seperti ini sering terjadi saat saya berkunjung ke rumah untuk ngapel. Bahkan dari awal, saya sudah sering kena prank. Mereka berdua suka berganti peran, seakan sudah kompromian sebelumnya. Niatnya ya apalagi jika bukan ingin ngisengin saya.
Salah satu kejahilannya adalah ketika saya berkunjung ke rumahnya untuk ngapel di suatu akhir pekan. Saya datang tanpa rasa curiga, biasa saja. Setiba di rumahnya, saya setor muka dan menyapa orang tuanya terlebih dahulu, lalu duduk di halaman depan melihat lingkungan sekitar. Kemudian, Mumi datang menghampiri dan kami ngobrol ngalor-ngidul seperti biasanya.
Tidak lama, Mumu datang dari dalam rumah dan berkata, “Hayo! Kamu nggak bisa bedain, kan? Aku Mumu, lho, pacarmu!”
Jebul saya malu setengah mampus. Orang tuanya pun ikut cengengesan dan menghampiri saya, lalu berkata, “Gimana, sih, Mas. Masih aja belum bisa bedain. Hahaha.” Lalu masuk lagi ke dalam rumah. Sumpah, saya tengsin. Saya cuma bisa senyum tipis-tipis setelahnya. Muka mau ditaro di mana, Bos?!!
Ternyata yang dari awal ngobrol dengan saya adalah Mimi, kembarannya. Dan yang baru datang menegur adalah Mumu, pacar saya. Haduuu. Ribet pokoknya pacaran sama orang yang kembar identik. Nggak mukanya, nggak fisiknya, ealah, gaya rambut dan suaranya juga sama. Bukan salah saya sepenuhnya dong, kalau masih sering tertukar? Hiks.
Hal absurd lain adalah ketika saya salah pegang tangan. Saat itu, kami bertiga jalan ke mal dan mereka sedang mengenakan pakaian kembar. Sejak awal saya sudah was-was dan mewanti-wanti diri, “Jangan sampai salah lagi, nich.”
Dan akhirnya betul kejadian. Ketika saya ingin menggenggam tangan Mumu, (pacar saya), saya malah pegang tangannya Mimi. Ya saya kena tegur lagi, “Lha, kamu salah pegang tangan. Baju kami memang sama, tapi, sepatunya kan beda. Masa nggak nandain, sih?”
Ya, bukannya nggak lihat, masa selama jalan saya nunduk terus sih biar bisa membedakan kalian berdua. Duh, ampun.
Sejak saat itu, saya jadi mikir-mikir lagi kalau mau jalan bareng bertiga. Kecuali, salah satu di antara mereka mau membedakan penampilan. Biar saya nggak ketuker lagi gitu. Lagian, pikir saya, secara genetik maupun fisik boleh saja kembar, tapi kalau sudah kembar identik, mohon kasih pembeda sebagai ciri khas, agar tidak tertukar dan keliru sampai berulang kali gitu. Hiks.
Di luar dari persoalan tersebut, bagi saya yang paling penting sih bisa membedakan mana pacar saya, mana kembarannya. Bukannya apa, suatu waktu, ketika saya mau coba bicara serius menjurus ke romantis, kan tengsin juga kalau salah orang.
Dan rasanya nggak salah-salah amat jika pada masanya, saya memohon pada pacar saya untuk sedikit mengubah penampilan. Biar saya nggak salah gandeng melulu gitu. Malu, tauk.
BACA JUGA Apa Benar Kopi Dapat Menentukan Kasta Seseorang? dan tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.