Dari berbagai jenis temen di tongkrongan, tipe yang paling bikin mangkel adalah yang merasa baterai HP itu kudu 100 persen terus. Iya, bagi tipe model begini, baterai bukanlah baterai kalo nggak 100 persen. Mungkin yang jenis begini lupa bahwa baterai yang berkurang itu sungguh manusiawi (maksudnya bateraiwiawi) dan memang semua baterai di dunia ya bakal berkurang.
Tipe yang beginian itu pasti juga jenis orang yang merasa bensin harus full terus dan dikit-dikit ke pom bensin, atau galon di dispenser harus segera diganti kalo udah dipake buat rebus Mie Sedaap, atau yang kudu ngganti pulpen setelah tintanya berkurang buat nulis di satu lembar kertas A4. Asli, pokoknya segala-galanya kudu full terosss.
Balik ke baterai HP tadi, saya sering mangkel kalau ada temen di tongkrongan yang dikit-dikit ngecas HP-nya. Baru juga dipakai buat streaming bokep, belum kelar satu adegan, eh udah kudu dicas gara-gara baterainya sudah berkurang dua persen. Weh, asu tenan. Iya asu, sebab bagi saya, selama masih bisa mempertahankan dayanya, baterai HP nggak perlu sering-sering dicas.
Orang model begitu pasti nggak tahu betapa hebat angka 2 persen dibandingkan 98 persen daya baterai keseluruhan. Percayalah, ketika baterai tersisa dua persen, HP masih bisa digunakan selama bermenit-menit dan nggak kunjung berkurang sekalipun dipakai terus. Sementara kalau baterainya masih 80 persen, dalam hitungan menit bisa langsung anjlok ke 75 persen. Yakinlah!
Lebih ngeselinnya lagi, orang jenis begini ada yang nggak modal cas-casan. Jadi, si kampret ini ikutan nongkrong, mendadak baterai HP-nya tersisa 50 persen, lantas dia gusar. Kegusarannya ini membuat saya iba dan meminjamkan cas-casan kepadanya. Iya, agar kegusaran teman saya sirna, saya meminjamkan cas-casan, padahal baterai HP saya tersisa 20 persen sementara dia masih 50 persen.
Sebenernya bukan karena perhatian ke temen sih, lebih karena cas-casan saya nganggur karena bagi saya 20 persen daya baterai itu masih lebih dari cukup. Tapi, lucunya, ketika saya minta gantian buat ngecas karena baterai HP saya tinggal 3 persen, si perfeksionis masalah persenan baterai HP itu menyuruh saya menunggu. Alasannya sepele, baterainya belum full 100 persen. Baru 95 persen katanya. Itu kan asu maksimal namanya.
Kejadian ini mirip meme yang bertebaran di medsos. Ada anak cewek yang nangis pas pembagian hasil ujian, terus ada anak cowok yang mencoba menenangkan, tapi jatuhnya si anak cowok shock melihat nilai ujian si anak cewek yang 98 sementara dirinya cuma dapat 40. Iya, orang jenis begitu emang ada dan berhamburan di semesta raya. Salah satu dari mereka ya tumbuh dewasa dan menjadi manusia yang merasa baterai HP kudu 100 persen terus. Woy, sadar. Kalo baterai HP mau 100 persen terus, nggak usah dipake HP-nya. Dihias cantik-cantik, dikasih pigura, terus dipajang di dinding kamar. Nah, liatin terus tuh baterainya, bakal berkurang apa nggak.
Pleidoi yang akan disampaikan kaum pemuja baterai 100 persen pasti tentang jaga-jaga. Iya, siapa tau kudu pergi ke mana gitu dan pakai google maps, jadi ya baterainya kudu full biar nggak mati di tengah jalan. Pokoknya sedia payung lebih baik daripada jas hujan, gitu kali ya.
Tapi, kalo pleidoinya begitu, mbok pikir yang nggak dikit-dikit ngecas nggak berjaga-jaga gitu? Nggak bisa mengira-ngira kapan harus pergi jauh dan perlu baterai yang agak banyak? Kagak kayak gitu juga, Maemunah. Misal memang niat pergi, ya sudah, pastikan ngecas HP dulu sampai penuh, baru pergi ke mana-mana dan nggak ngecas di sana-sini.
Lagian baterai 50 persenan juga masih cukup kok buat mobat-mabit ke sana kemari. Kecuali baterai HP kalian pada bocor dan dikit-dikit kudu dicas. Itu juga kayaknya disebabkan keseringan ngecas deh. Mbok tobat!
Makanya, wahai kalian yang demen ngecas HP padahal masih 50 persen, mending coba sekali-kali muhasabah diri, siapa tahu ada yang konsleting. Kalau nggak mempan, coba minta diruqyah. Ya kali aja selama ini ketempelan dajal.
Photo by Karolina Grabowska via Pexels.com
BACA JUGA Review ‘Wonder Woman 1984’ yang Ternyata Mirip Misteri Ilahi Indosiar dan tulisan Riyanto lainnya.