Nasib orang di bawah garis kemiskinan memang tidak jauh-jauh dari kata pahit. Setelah beberapa tahun lalu viral istilah “orang miskin dilarang sekolah”, lalu “orang miskin harus banyak puasa”, lalu lanjut lagi dengan “tanda orang miskin adalah banyak nasi”. Yang bilang? Gubernur NTT, Viktor Laiskodat
Duh, susah.
Meski berdasar Bank Dunia, saya jelas bukan termasuk dalam kategori miskin. Tapi kenaikan harga yang menggila bikin banyak orang yang merasa miskin, meski jelas pendapatan mereka jauh dari kata itu. Dan mau tak mau, bikin kita banyak makan nasi agar tetap kenyang dalam waktu yang lama.
Saya yakin, sebagian dari kita kadang-kadang banyak makan nasi. Itu pun masih ditambah lauk yang sama banyaknya. Apakah itu artinya kaya? Tidak. Sebab, kadang lauknya bukan lauk-lauk fancy. Seringnya ya, mi instan.
Sehat? Tidak, tentu saja, karena memang bukan kesehatan yang dicari, tapi bertahan hidup. Meski ya, kesehatan adalah unsur pertama bertahan hidup.
Tapi kita di sini tidak sedang bicara sehat atau tidak, tapi kondisi hidup.
Orang miskin justru nggak bisa makan!
Begini, ya. Misal, misal benar bahwa orang di bawah garis kemiskinan itu banyak makan nasi, itu bukan karena mereka suka. Itu karena, bisa jadi, mereka merayakan kalau mereka akhirnya bisa makan.
Yang perlu dipahami orang adalah, orang miskin itu justru nggak banyak makan nasi. Bisa makan saja udah syukur.
Mereka nggak memikirkan lauk. Mereka nggak memikirkan opsi makan. Mau mikirin gimana, orang makan aja belum tentu bisa. bisa makan bagi mereka bukan kepastian, tapi suatu prestasi.
Ini dulu yang harus dipahami. Alih-alih insult, bagi mereka “orang miskin banyak makan nasi” itu malah jadi doa. Mereka berharap ejekan itu jadi nyata.
Saya tahu pernyataan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat yang bilang tentang orang miskin makan nasi banyak itu memang tak pantas diucapkan. Seorang pemimpin harusnya tak perlu ngomong pandangan buruk seperti itu. tapi realitasnya memang pedih. Sepedih itu.
Sudah susah makan, masih kena hujat.
Biarkan saja orang miskin makan nasi banyak-banyak. Tidak usah diceramahi untuk memperbanyak protein, mau beli pakai apa? Biarkan juga mereka ribut tentang beras. Jika memang rakyat ribut tentang beras, tugas pemimpin lah untuk memastikan keributan itu selesai dengan cara yang tepat. Yak betul, sediakan beras untuk mereka.
Narasi orang miskin banyak makan nasi mungkin kurang tepat. Kalau menurut saya, mereka malah jarang makan nasi karena beras mahal. Sehingga mungkin tudingan-tudingan terhadap nereka perlu dikurangi. Lagi pula, miskin itu bukan pilihan siapa-siapa.
Siapa juga yang ingin hidup miskin?
Penulis: Woade Nurmuhaemin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Orang Miskin yang Sebenar-benarnya Miskin Adalah Kaum Marjinal Tanpa KTP