Artikel ini menjawab segala pertanyaan kalian tentang hobi mainan
Sudah sekitar setahun ini saya punya hobi baru, yaitu merakit plastik model Gundam. Apa itu plastik model? Apa itu Gundam? Intinya sih plastik model adalah miniatur model kecil yang terbuat dari plastik serta harus dirakit oleh penghobi. Plastik model sendiri biasanya menggambarkan kendaraan baik sipil atau militer. Sedangkan Gundam adalah franchise serial animasi dari Sunrise Jepang yang diciptakan oleh Yoshiyuki Tomino.
Cerita Gundam berkutat di sekitar robot raksasa setinggi kurang lebih 20 meter yang digunakan untuk keperluan militer. Kesimpulannya model plastik Gundam atau yang di kalangan penghobinya disebut Gunpla (Gundam Plastic Model) adalah miniatur robot yang terbuat dari plastik dan harus dirakit terlebih dahulu, dengan kata lain: mainan robot.
Meski bentuknya mainan robot, Gunpla ini tidak memiliki peminat yang berasal dari kalangan anak-anak saja. Buktinya saya yang berumur sudah lewat dari seperempat abad pun masih memainkannya. Hal ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan, yang sebenarnya bermuara kepada satu soalan besar: sudah dewasa kok masih main gituan?
Sebenarnya soal tersebut tidak hanya ditujukan tidak hanya kepada penghobi Gunpla. Para kolektor mainan lain seperti Hotwheels, Lego, robot Power Rangers, hingga action figure pun saya yakin kerap menghadapi pertanyaan serupa. Maka dari itu lewat tulisan ini saya mau mewakili semua penghobi genre mainan lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
#1 Sudah besar kok masih hobi mainan? Masa kecilnya kurang bahagia ya?
Bahagia atau tidak itu relatif ya, tapi kalau ditanya seperti itu masa kecil saya cukup bahagia saja kok. Tapi begini, ada batasan-batasan di masa kecil yang baru bisa kita lalui ketika sudah dewasa. Batasan finansial contohnya. Dulu, nggak mungkin tiap bulan kita minta ke orang tua untuk beli mainan yang harganya terbilang lumayan mahal. Ambil Gunpla sebagai contoh, satu kit yang tergolong lumayan bisa dihargai sebesar 300 ribuan rupiah. Harga Lego lebih gila lagi, perlu merogoh kocek jutaan untuk satu set yang terbilang bagus. Bagi saya, itulah alasan terbesar kenapa baru memulai hobi mainan di umur bangkotan ini.
#2 Apa nggak sayang menghabiskan uang untuk mainan?
Tentu saja tidak. Kalau sayang uang nggak mungkin saya punya hobi mahal yang rutin melahap sebagian gaji tiap bulan. Gini deh, kepuasan tiap orang itu kan beda-beda. Satu orang nggak bisa mengukur kepuasan orang lain dengan standar puas dia sendiri. Sampai saat ini pun saya bingung melihat K-popers yang senang mengumpulkan photo card stan-nya masing-masing.
Maksud saya, kalo dibanding gunpla, photo card itu nggak ada apa-apanya. Ya secara harfiah cuma kartu yang berisi foto wajah orang aja. Nggak bisa dimainkan seperti mainan hobi saya. Harganya juga nggak bisa dibilang murah. Abg-abg alay aja sampai rela dan tega ngerobek kemasan mie instan di minimarket demi mendapat photo card bonusnya. Tapi ya itu, standar kepuasan serta kesenangan saya terhadap gunpla tidak bisa diaplikasikan sebagai standar kepuasan untuk para pemuja BTS yang suka ngumpulin foto Jungkook atau Jimin.
Lagi pula, bisa dibilang menghabiskan uang untuk membeli kit gunpla adalah hobi tersendiri di luar hobi merakit kit gunpla tersebut. Makanya jamak ditemukan hobbyist yang punya tumpukan back log atau kit yang belum dirakit di gudangnya. Selain itu prinsip lebih baik nyesel beli daripada nyesel nggak beli sudah terpatri di hati sehingga merogoh kocek untuk mengakomodir keinginan belanja mainan tidak dirasa berat.
Tapi kalau boleh jujur sih, waktu saya hitung-hitung jumlah duit yang sudah dikeluarkan untuk hobi kampret ini, saya cukup shock juga ketika mengetahui total nilainya. Hal tersebut membuat saya membatin: jian lek ditabung wis nutut gae rabi iki.
#3 Gimana cara simpannya? Apa nggak takut dimainin sama sama bocah yang datang ke rumah?
Beneran deh, ini yang paling saya takuti kalau bepergian keluar rumah di waktu libur. Saya khawatir ketika ada kerabat atau tamu yang datang bertandang serta membawa anak kecil. Sedangkan saya lagi tidak ada di rumah untuk mencegah ibu saya menawarkan mainan kepada anak-anak tersebut.
Tindakan preventif pertama yang dilakukan untuk mencegah para bocil dari menyentuh koleksi saya adalah dengan menutup pintu. Selain itu semua mainan dipajang di rak tempel tembok yang letaknya cukup tinggi sehingga sulit digapai oleh tangan-tangan mungil mereka. Kalau semua cara pencegahan di atas tidak ampuh, masih ada senjata pamungkas yang bisa dikeluarkan sebagai pengalihan: mengajak mereka melihat atau memberi makan peliharaan eksotis saya.
Selain cara yang memang saya gunakan di atas, kawan-kawan sesama penghobi punya berbagai macam cara lagi. Salah satunya adalah menaruh koleksi di lemari display kaca yang jelas belum bisa saya beli.
Di samping tiga pertanyaan di atas, ada lagi dua pertanyaan terakhir yang teman-teman saya pernah ajukan seputar hobi mainan ini. Untuk dua pertanyaan ini jujur saya agak bingung ya jawabnya.
#4 Apakah mainan bisa jadi instrumen investasi?
Saya yakin yang mengajukan pertanyaan ini kebanyakan nonton YouTube channel Frans Sanjaya yang kerap review mainan sultan yang harganya nggak masuk di kantong saya. Beberapa mainan memang bisa naik harga jualnya seperti yang biasa YouTuber itu review. Tapi, kalau disebut sebagai instrumen investasi kayaknya nggak patut aja, bisa jiper nanti portofilio yang ada di akun aplikasi reksa danamu.
Intinya sih jadikan hobi sebagai hiburan saja. nggak usah repot-repot mikirin return dari uang yang sudah dihabiskan. Kalau masih mikirin uang, mending nggak usah terjun atau coba-coba. Ngeri.
kita lanjut ke pertanyaan terakhir, dan ini yang paling mumet.
#5 Apakah mainan seperti action figure sama seperti patung yang bisa mencegah malaikat masuk ke rumah?
Kayaknya bukan kapabilitas saya untuk menjawab ini ya. Silakan ditanya ke ustaz tempat berguru masing-masing. Hehehe.
Nah, semoga tulisan saya di atas bisa menjawab pertanyaan seputar hobi mainan ya. Seharusnya pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa diaplikasikan kepada hobi-hobi lain. Intinya sih biarkanlah orang lain bersenang-senang dengan apa yang mereka sukai. Nggak usah mbok pikir kenapa begini kenapa begitu, niscaya kamu mumet sendiri.
Penulis: Salman Al Faruq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Gundam Itu Bukan Mainan Murah, Wajar kalau Diambil Bisa Bikin Marah