Terhitung sejak SMP, saya suka sekali mendengarkan lagu atau perbincangan lewat radio. Bisa melalui handphone yang pada masanya, teknologinya masih sebatas monophonic dan polyphonic dengan layar berwarna putih, kuning, juga oren atau melalui radiotape di rumah juga kendaraan roda empat. Biasanya saya mendengar radio sewaktu dalam perjalanan atau di rumah agar lebih khidmat dalam mendengarkan beberapa lagu dan topik yang diperbincangkan.
Entah kalian sepakat atau tidak, bagi saya mendengarkan banyak lagu lewat radio selalu lebih menyenangkan dan menggembirakan dibanding radio yang lewat handphone, CD (compact disc), dan juga kaset—bahkan hingga sekarang yang semua-muanya sudah serba digital seperti halnya via Spotify atau JOOX. Hal itu masih menjadi misteri hingga sekarang dan saya belum menemukan alasannya.
Salah satu segmen yang saya suka saat mendengarkan radio adalah bertukar salam, bisa dengan keluarga, saudara, pacar, bahkan teman lama walaupun tidak ada jaminan di waktu yang bersamaan mereka ikut mendengarkan saluran radio yang sama. Tidak jarang salam yang disampaikan akan berujung sia-sia, namun bukan di situ poinnya. Setidaknya salam kita sudah dibacakan oleh penyiar, dengan harapan rindu tersampaikan. Seperti penggalan lagu dari Sheila on 7 yang berjudul Radio. Liriknya “lewat radio aku sampaikan, kerinduan yang lama terpendam” betul-betul mewakili premis saya sebelumnya. Begitulah kira-kira.
Segmen lain yang dirasa menyenangkan adalah request lagu termasuk untuk siapa lagu itu diputar—apakah gebetan, pacar, atau mantan. Seingat saya, tidak semua SMS dan request lagu yang masuk dibacakan juga diputar. Saya pernah mengirim SMS lagu apa yang ingin didengar dan akhirnya diputar. Rasanya ada kesenangan tersendiri. Walau lagu yang di-request sudah ada dan saya miliki di salah satu koleksi kaset dan CD.
Sewaktu mati listrik di rumah, mendengarkan radio melalui Tape (menggunakan baterai) atau Walkman menjadi kenangan tersendiri bagi saya dan orang tua—tak lupa sambil ditemani oleh cahaya lilin. Sama seperti saat menonton TV, kami selalu rebutan saluran radio favorit, maklum karena kami hanya memiliki satu Radio Tape.
Selain itu saya, Ibu, dan Bapak memiliki saluran favorit masing-masing. Saya lebih menyukai mendengarkan saluran yang memutar lagu-lagu terkini, Ibu dengan lagu tembang kenangan, dan Bapak yang seringkali lebih menyukai mendengar warta berita. Rasanya rindu saat seperti itu, walau tidak bisa dirasakan kembali, paling tidak secara langsung saya pernah mengalami dan akan selalu menjadi kenangan tersendiri yang tersimpan baik dalam memori.
Sekarang ada sensasi yang berbeda saat mendengar radio—tetap menyenangkan tapi selalu ada perbandingan dengan inovasi lain yang dianggap lebih menyenangkan. Fokus kepada media sosial, menonton channel YouTube, sampai dengan sibuk dengan handphone masing-masing. Ada yang hilang dari sisi kebersamaan—khususnya dalam keluarga.
Dengan segala editan video dan visual yang memukau, harus saya akui menonton video di YouTube kini lebih menarik. Amat sangat memanjakan mata para penonton selain memang banyak pula ide cerita yang juga dikemas semenarik dan se-relate mungkin dengan kehidupan sehari-hari—tak terkecuali konten prank yang sedang kekinian sekaligus lama-lama membosankan, khususnya bagi saya.
Sebetulnya pada saluran radio pun ada segmen di mana penyiar berpura-pura menelfon ke seseorang menanyakan banyak hal dan di ujung percakapan penyiar menyampaikan bahwa dia salah sambung. Hal tersebut menjadi pembeda untuk saya saat mendengarkan radio. Mungkin ini hanya pembelaan saya, tapi harus diakui segmen tersebut sama menariknya dengan konten prank di banyak channel YouTube.
Selain yang sudah disebutkan sebelumnya, ada juga segmen di mana pendengar bisa menelfon dengan tujuan memberi kabar lalu lintas terkini, memberi saran, sampai dengan curhat masalah sehari-hari. Loh? Terus apa bedanya dengan curhat yang selalu dikirim ke akun Instagram anonim untuk kemudian dimunculkan di postingan mereka dengan dalih meminta saran atau nasihat? Jawabannya, ya setidaknya bukan aib yang diceritakan juga bukan curhat sembarang apalagi ke akun medsos anonim.
Lalu yang terakhir, jika ada meet and greet antara penyiar radio dengan pendengar, rasanya antusias sekali karena akhirnya bisa mengetahui rupa mereka yang sebelumnya hanya terdengar suaranya saja. hehe. Biarpun mendengarkan radio dianggap sebagai kebiasaan orang jadul bagi sebagian orang, dan intensitas saya dalam mendengarkan tidak serutin dahulu, saya akan tetap mendengarkan radio—setidaknya sampai dengan saat ini—dengan segala nostalgia yang dapat dikenang.