Tugas akhir skripsi telah menjadi ujian kehidupan yang lumayan berat bagi sebagian besar mahasiswa. Bak badai yang menggelora di dalam kesunyian kamar kos yang menjadi saksi hidup, prahara tugas akhir skripsi mengombang-ambingkan hati dan pikiran mahasiswa di sepertiga malam. Teman-teman yang mulai meninggalkan kampus, tekanan keluarga, dosen pembimbing yang sibuknya minta ampun menjadi makanan sehari-hari bagi mahasiswa akhir.
Dalam perjalanan mengarungi lika-liku pengerjaan tugas akhir skripsi yang penuh cobaan itu, mahasiswa sering kali mengalami keputusasaan. Membuka layar laptop pun seakan-akan menjadi momok yang sangat menakutkan, berat sekali rasanya. Rasa-rasanya, pergi ke kampus pun sudah tidak menarik lagi. Bahkan, terkadang loker-loker paruh waktu sering menjadi pelarian yang ampuh bagi mahasiswa akhir untuk melupakan tanggung jawabnya dalam mengerjakan skripsi. Uang jelas di depan mata, ngapain ngerjain skripsi yang problematik dan belum kelihatan hasilnya itu, iya kan?
Tapi, terkadang, dukungan dari orang-orang terdekat menjadi angin segar bagi hati dan pikiran. Afirmasi positif dan kasih sayang yang diberikan oleh lingkungan mampu secara signifikan membangkitkan kembali komitmen dan semangat untuk mengerjakan skripsi. Malah, menurut saya pribadi, kehadiran mereka merupakan bentuk dari kebaikan Tuhan untuk mendorong mahasiswa akhir untuk tetap semangat untuk berjuang dalam titik rendahnya dalam kehidupan.
Untuk itu, menuliskan ucapan terima kasih yang mendalam bagi orang-orang ini adalah suatu kewajiban. Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak dosen yang sensi ketika mahasiswa menuliskan kata “kekasih/pacar” di bagian ucapan terima kasih.
Menuliskan nama pacar di skripsi itu sah-sah saja
Ada beragam alasan yang menjadi dasar bagi dosen untuk menentang mahasiswa untuk berterima kasih kepada kekasihnya di dalam kata pengantar. Sejauh ini, salah satu alasan yang menjadi jurus utama bagi dosen untuk membuat mahasiswa galau adalah adanya kemungkinan bahwa akan ada penyesalan ketika setelah mengerjakan skripsi, orang tersayang tidak lagi menjadi bagian dari kehidupannya.
Oleh karena itu, dosen berpikir bahwa tidak ada urgensi memberikan ucapan terima kasih kepada pasangan di dalam skripsi. Lantas, apakah ini benar dan harus kita ikuti?
Melalui tulisan ini, saya mencoba mendorong para dosen agar menormalisasi ucapan terima kasih yang dilayangkan oleh mahasiswa pejuang skripsi kepada kekasihnya. Bapak-ibu mungkin tidak pernah tahu tentang bagaimana perjuangan mereka, para kekasih ini, dalam memberikan dukungan kepada para pejuang skripsi untuk tetap bertahan dan semangat dalam mengerjakan tanggung jawabnya.
Bahkan, bagi anak rantau yang tidak punya siapa-siapa di kota orang, apalagi yang ditinggal oleh teman-temannya karena mulai fokus pada kehidupannya masing-masing, kehadiran seorang pacar sangat memberikan arti yang mendalam.
Memang, selalu ada kemungkinan bahwa pacar belum tentu menjadi pasangan hidup di waktu yang akan datang. Tetapi mereka tetaplah bagian penting dalam selesainya skripsi. Apa salahnya mengucapkan terima kasih kepada seseorang yang hanya mampir dan membantu sebentar? Toh, bukannya setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya?
Mengucapkan terima kasih nggak pernah salah kan?
Tidak ada yang kekal dalam kehidupan. Setiap partikel di alam semesta bergerak, entah luruh atau pergi. Untuk itu, di dalam kehidupan yang singkat ini, mengukir kenangan bisa memberikan makna dan cerita yang berharga bagi seseorang. Malah, dalam titik tertentu, ukiran terima kasih itu akan menjadi harap yang membuat suatu hubungan bertahan dan semakin berkembang. Rasa syukur atas kehadiran orang-orang terkasih akan memberi semangat untuk mengusahakan yang terbaik untuk kebaikan bersama.
Jadi, bapak-ibu dosen harusnya ngerti kalau ada mahasiswa yang masukin nama pacar dalam skripsi. Berterima kasih kepada orang-orang baik, yang dalam konteks ini adalah kepada pacar, bukan hal yang salah. Tidak perlu disinggung atau dilarang-larang. Maksud baik bapak-ibu untuk melindungi mahasiswa dari kekecewaan dan penyesalan adalah hal yang baik. Tapi terkadang alangkah baiknya kalau kita saling menghargai dan tidak melewati batas urusan pribadi, apalagi menyangkut masalah asmara.
Syukur-syukur, kalau bapak-ibu dosen mendukung, siapa tahu malah dapet undangan nikahan anak bimbingnya, ihir!
Penulis: Natanael Anang Yuanda
Editor: Rizky Prasetya