Cuci motor sendiri di rumah memang hemat sih, tapi…
Bagi kaum mendang-mending, berhemat adalah sebuah skill yang harus dikuasai. Bagaimana tidak? Setiap rupiah yang dihemat bisa memperpanjang napas, setidaknya sampai gajian bulan berikutnya.
Salah satu langkah penghematan, yang sialnya salah alamat tapi jamak dilakukan, adalah mencuci kendaraan sendiri. Persetan dengan banyaknya tempat cuci motor dan mobil di luar sana. Tinggal giring saja kendaraan ke depan rumah, ulurkan selang air, siapkan sabun dan lap, beres, deh. Kendaraan kinclong, dompet pun nggak bolong.
Para pelaku cuci kendaraan depan rumah ini, mungkin merasa bahagia ketika memutuskan untuk mencuci kuda besi mereka secara mandiri. Pertama, jelas, dalam rangka penghematan. Lumayan kan beberapa lembar rupiah nggak jadi melayang. Kedua, aktivitas mencuci kendaraan ini bisa saja jadi semacam kegiatan untuk mengisi waktu senggang di rumah. Ya memang sih, isik-isik kendaraan itu menyenangkan. Apalagi kalau ditemani lagu favorit. Wah, bisa auto lupa kalau besok sudah harus jadi budak korporat lagi.
Tapi, kamu sadar nggak sih kalau memaksakan diri untuk mencuci kendaraan sendiri di depan rumah itu berpotensi bikin kesel orang lain? Terutama tetangga yang tinggal di samping rumah.
Maksud saya, air bekas cuciannya itu, lho! Ya Lord, mengalir sampai jauh persis kayak Bengawan Solo. Gerimis nggak, hujan nggak, tapi jalan jadi becek. Berbusa pula! Hiiih.
Ah, cuma genangan air ini. Nanti juga kering.
Mbahmu!
Kalau genangan air gara-gara hujan sih masih bisa maklum. Ha, wong hujan itu berkah dari Tuhan, jeh. Tapi, kalau terjadi karena ulah tetangga yang seenaknya sendiri cuci motor atau mobilnya di depan rumah? Oh, tunggu dulu. Nggak semudah itu untuk dimaklumi.
Keberadaan genangan air di depan rumah itu seperti teman toksik di tempat kerja. Bikin illfeel tahu! Merusak hari yang tadinya baik-baik saja sebelum kehadirannya. Misalnya, kamu baru pulang kerja, nih. Badan terasa capek dan pengin langsung selonjoran. Elah, jebul di depan rumah becek gara-gara tetangga habis cuci motor miliknya. Padahal saat itu kamu harus membawa motormu masuk ke dalam. Akhirnya mau nggak mau, ban motormu terpaksa melintas melewati genangan tadi.
Tahu selanjutnya apa yang akan terjadi? Persis! Tanah basah bakal nempel ke ban motor, lalu tiap guliran ban motor akan meninggalkan jejak seperti kenangan. Kotor nggak? Kotor nggak? Ya, kotor lah!
Makin parah lagi kalau rumahmu adalah tipe rumah yang all in one, alias apa-apa serba di ruang tamu. Mulai dari nanton TV, terima tamu, sampai parkir motor semua terjadi di ruangan itu. Coba pikir, apa jejak kenangan ban tadi itu nggak bakal bikin si mbok bengok-bengok nantinya?
Akhirnya, agenda selonjoran sepulang kerja yang sudah direncanakan harus rela dipending dulu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, terpaksa angkat kain pel demi menghapus jejakmu, eh, jejak ban motor.
Belum soal kesan kumuh dan jorok yang ditimbulkan dari adanya genangan berbusa di depan rumah. Duh, auto bikin istighfar.
Artinya, upaya penghematanmu—yang bela-belain cuci motor sendiri—telah membuat orang lain repot dan kesel di waktu yang sama. Tega bener.
Sebetulnya, kalau rumahmu luas dan bisa memastikan bahwa air bekas cucian nggak bakal mbleber ke mana-mana sih no what-what. Sebaliknya, selama air bekas cucianmu berpotensi mengalir dan membuat jalan depan rumah tetangga jadi becek, mending nggak usah sok-sokan cuci motor sendiri, deh!
Apalah artinya menghemat 15 sampai 40 ribu jika itu membuat orang lain jadi terzalimi karena perbuatanmu? Apalagi sama tetangga. Ingat, tetangga itu adalah saudaramu yang paling dekat. Jadi, kudu baek-baek sama tetangga. Ya, nggak?
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi