Di detik saya membuat tulisan tentang pet lovers ini, saya sedang mangkel semangkel-mangkelnya kepada kakak saya yang kurang ajarnya nggak ketulungan. Jadi begini, kami punya tiga kucing betina bernama Kiki, Kuku, dan Keke. Kebetulan Kiki dan Keke baru saja melahirkan masing-masing empat ekor anak beberapa minggu yang lalu. Kuku adalah satu-satunya yang belum hamil.
Entah kenapa dan bagaimana, Kuku malam ini muntah tepat di atas lemari saya. Mungkin doi ngidam atau keracunan. Yang sialannya muntahannya jatuh ke lantai belakang lemari. Kebetulan yang lebih sialan lagi, di sebelah lemari tersebut, ada meja belajar yang beberapa detik lalu saya gunakan untuk makan. Bisakah Anda membayangkan bagaimana rasanya baru selesai makan lalu dihadiahi sebuah muntahan? Uenak tenan e, Ngab!
Kakak saya yang besar mulut soal kecintaannya dengan hewan peliharaan terutama kucing yang sekaligus dia juga yang membawa induk kucing dari K bersaudara itu kemari dulunya, waktu saya mintai tolong untuk bantu membersihkan muntahan malah menolak dengan alasan nanti doi ikutan muntah. Ya Tuhan, kenapa saya punya kakak sepayah dia, sih? Andai karakter Akame itu nyata, saya mau memohon sama Tuhan untuk tukar kakak saya sama Akame aja.
Saya yakin tipe pet lovers abal-abal seperti ini banyak bertebaran di muka Bumi. Yang ngakunya sayang hewan, yang sok kampanye untuk stop menyiksa dan mengonsumsi hewan peliharaan di media sosial, tapi giliran disuruh bersihin tai dan muntahannya ogah setengah mati. Okelah kalau kampanye sesuatu yang memang positif, tapi mbok ya kampanyenya nggak usah muluk-muluk dulu seperti ngurusin hewan disiksa atau dijadikan konsumsi di luar sana, mulai saja dulu dengan memperbaiki tindakan sehari-harinya yang bersihin kotoran hewan saja masih ogah.
Kalau begini, pet lovers dari sisi mananya, sih? Dari lubang sedotan saja nggak terlihat sisi cintanya yang dikoar-koarkan itu. Kalau memang karakter diri sendiri itu mudah merasa jijik, ya nggak usah memelihara hewan. Namanya juga hewan, nggak punya akal untuk berak atau muntah pada tempatnya. Persetan soal tempat, yang penting bagi mereka ya keluarkan saja dulu apa yang harus dikeluarkan.
Plis deh, daripada ngerepotin orang lain padahal diri sendiri yang ngebawa hewan tersebut ke rumah, mending nggak usah dibawa sekalian. Biar hewan-hewan itu jadi liar seumur hidup. Daripada Anda dicap sebagai orang yang tanggung jawabnya setengah-setengah. Saya sebagai orang yang nggak suka juga nggak benci alias netral, merasa bahwa pilihan yang saya sebut barusan adalah pilihan paling realistis. Ya ngapain dibawa ke rumah kalau nggak mau ngurusin?
Kalau mengaku sebagai pet lovers, tentunya sadar dong kalau definisi mengurus itu bukan cuma sekadar ngelus-ngelus bulunya setiap hari, diajak becanda, serta disuguhin makanan, dan minuman aja. Seharusnya mengurus itu dari semua sisi mulai dari sisi menggemaskan hingga sisi menjijikkan. Kalau maunya cuma nikmatin hal yang menggemaskan, mending datang ke neko kafe saja, deh. Elus-elus noh, kucing-kucing bersih nan imut di sana sampai puas.
Walau saya nggak tahu sih, neko kafe sudah ada di Indonesia atau belum. Kalau sudah begini, apa nggak kasihan sama orang-orang seperti saya yang merasa biasa saja ke hewan peliharaan tapi malah kebagian tugas ngebersihin kotorannya? Ya jelas saya terpaksa bersihin karena kalau nggak, siapa lagi? Masak saya biarkan saja kotorannya sampai membusuk di tempat? Edan, po?
Apa nggak malu sama diri sendiri yang ngeklaim diri sebagai pecinta hewan tapi ngurus secara penuh aja nggak mampu? Hewan juga makhluk hidup yang bisa sakit. Bersamaan dengan fakta tadi, sebagai manusia yang berkomitmen memelihara hewan, harusnya sudah siap mental dong kalau datang momen di mana hewan peliharaan muntah atau mencret sembarangan? Jangan malah berdalih bisa ikutan muntah, dong.
Dikira saya dan manusia lain yang senasib ini nggak merasa jijik apa ketika ngebersihin kotoran? Ya, jijik lah. Mikir, Bos!
BACA JUGA Reptil dan Tarantula Adalah Pilihan Tepat ketimbang Pelihara Hewan Lain dan tulisan Vivi Wasriani lainnya.