Kabar gembira buat kita semua. Baru-baru ini pemerintah membuka penerimaan Calon ASN secara besar-besaran di beberapa instansi pemerintah. Meski profesi ASN ini kerap mendapatkan hujatan dari masyarakat, saya yakin animo para pendaftar tetap besar. Menurut prediksi saya, para pendaftar CASN tahun ini akan didominasi oleh para Gen Z, yaitu mereka yang lahir di rentang tahun 1995 sampai tahun 2000-an.
Kehadiran Gen Z di pemerintahan pastinya bakal membawa angin segar. Mereka, para Gen-Z itu, memang dikenal sebagai orang-orang yang kreatif, dinamis, realistis, dan melek teknologi. Karakteristik ini sangat cocok dengan kondisi pemerintahan saat ini yang butuh perubahan.
Sayangnya, dunia birokrat justru didominasi oleh musuh bebuyutan mereka, Gen X dan Baby Boomers. Saya bilang seperti itu karena karakteristik ketiga generasi itu sangat berbeda dan bahkan saling bertolak belakang.
Menurut data tahun 2022 dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 69,93% ASN di Indonesia merupakan Gen X dan Baby Boomers. Bisa dibayangkan kan kalau para Gen Z ini masuk dan berbaur di lingkungan yang “dikuasai” oleh Gen X dan Baby Boomers? Bisa-bisa bakal terjadi konflik yang berujung pada pertumpahan darah dan air mata.
Untuk itulah, sebagai ASN yang sudah lebih dari 10 tahun mengabdi, saya memberikan beberapa nasihat kepada para Gen Z yang keukeuh pengin banget jadi ASN. Silakan disimak nasihat penting dari saya sampai habis, ya.
Daftar Isi
Ada begitu banyak simbol-simbol yang digunakan para ASN dalam pekerjaannya sehari-hari, khususnya ketika berinteraksi dengan pimpinan. Bahkan, simbol-simbol itu sudah menjadi budaya dan stereotipe para birokrat.
Sebagai contoh, ketika pimpinan memberi suatu instruksi, maka respons yang harus diberikan adalah kata-kata seperti “Baik, Pak!”, “Iya, Pak!”, “Betul, Pak!”, atau “Siap, Pak!”. Kalau instruksi itu disampaikan melalui aplikasi WhatsApp, maka responsnya bisa ditambah dengan kata-kata “Noted!” atau emot hi-five.
Jangan sekali-kali merespons instruksi pimpinan dengan kata-kata “Tapi, Pak”, “Kalau menurut saya, Pak”, apalagi “Gini deh, Pak”. Kata-kata seperti itu dianggap sebagai bentuk bantahan terhadap instruksi dan bisa bikin pimpinan murka. Kalau tidak percaya, silakan dicoba sendiri.
Sebaiknya gunakan cara-cara lama ketimbang yang canggih, modern, dan out of the box
Gen Z boleh-boleh saja berkarya sekreatif mungkin, secanggih mungkin, dan berpikir se-out of the box mungkin, tapi ketika masuk ke dunia birokrat, sebaiknya jangan diumbar. Ingat, segala keputusan—baik-buruk dan benar-salah—ada di tangan pimpinan yang notabene dari Gen X dan Baby Boomers. Jadi, saran saya, gunakan saja cara-cara lama dan tradisional (baca: ketinggalan zaman) ketika berkarya dan menunaikan instruksi pimpinan.
Sebagai contoh, ketimbang membuat desain baliho yang kreatif, kekinian, dan out of the box, lebih baik mengikuti desain baliho dari template yang sudah dipakai turun-temurun, lengkap dengan foto pimpinan yang menutup separuh baliho.
Sebaiknya manut saja pada sistem yang ada
Birokrasi itu sistemnya rigid dan formal. Jadi, ya ikuti saja apa yang diinstruksikan oleh pimpinan dan prosedur yang berlaku. Kalau misalkan mendapatkan undangan rapat secara offline, ya datang saja ke tempat rapat. Jangan sekali-kali meminta untuk rapat online apalagi hybrid.
Contoh lainnya, kalau diminta untuk mengisi rekap laporan satu per satu via aplikasi WhatsApp, ikuti saja meskipun isi chat WhatsApp jadi panjang berderet-deret. Kalau mendapatkan gaji dan tunjangan yang tidak sesuai ekspektasi, terima saja dengan ikhlas dan lapang dada. Pokoke manut saja selama itu bukan merupakan bentuk penyimpangan dan pelanggaran kode etik ASN.
Nah, kurang lebih itulah beberapa nasihat yang bisa saya berikan buat para Gen Z yang pengin banget berkarier menjadi ASN. Maksudnya sih biar para Gen Z tidak kaget ketika memasuki dunia birokrat. Karena menurut saya, kehidupan di dunia birokrat itu sangat berbeda dengan kehidupan dunia nyata, bahkan dunia gaib sekalipun.
Penulis: Andri Saleh
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Single Salary ASN Cuma Mimpi Jika yang Bilang Bukan Bu Sri Mulyani.