Nasi Usus Sawahan, Kuliner Surabaya yang Memanjakan Lidah

Nasi Usus Sawahan, Kuliner Surabaya yang Memanjakan Lidah

Nasi Usus Sawahan, Kuliner Surabaya yang Memanjakan Lidah (Pixabay.com)

Berbicara tentang kuliner, Surabaya tidak akan pernah ada habisnya. Dari berbagai golongan masyarakat mengakui bahwa kuliner di Surabaya tidak pernah memberikan penyesalan. Saya setuju jika Surabaya pantas disebut sebagai surganya kenikmatan kuliner. Mulai dari makanan ringan hingga berat, selalu memberi efek ingin kembali lagi untuk menikmatinya.

Tidak terkecuali nasi usus Sawahan. Sebenarnya saya tidak tahu pasti nama warungnya, lantaran setiap kali berkunjung ke sana, tidak pernah ada tulisan nama warungnya. Hanya saja, saya selalu menyebutnya nasi usus Sawahan. Kenapa? Karena letaknya ada di Kecamatan Sawahan, Surabaya.

Sebenarnya, penjualnya bukan sekadar menjual nasi usus. Banyak menu penyetan lainnya yang disajikan di sana. Jika demikian, kenapa saya menyebutnya nasi usus Sawahan? Sebab, menu yang paling digemari di sana adalah nasi ususnya. Setiap kali saya pergi ke sana, hampir setiap pengunjung memesan nasi ususnya, bukan menu lainnya.

Kenikmatan nasi usus Sawahan yang aduhai

Memang rasa nasi usus di Sawahan tidak perlu diragukan lagi. Saya coba gambarkan sisi kenikmatannya. Dari segi bau, ususnya tidak meninggalkan bau amis. Tidak semua warung makan yang menyajikan nasi usus, bisa mengolah ususnya agar tidak meninggalkan bau. Saya coba beberapa kali mencicipi nasi usus di beberapa tempat makan di Surabaya, rata-rata masih tercium bau amisnya.

Apabila berbicara tentang tekstur, nasi usus Sawahan juga pas. Tidak terlalu lembek, juga tidak terlalu keras. Tidak mengherankan kalau di setiap kali gigitannya, ada rasa gurih di setiap mengunyahnya. Rasa gurih nasi usus yang ada di Sawahan, saya sukar mendapatkannya di warung lain yang juga menyajikan nasi usus. Entah, terkadang teksturnya lembek. Terkadang pula alot, sehingga tidak nyaman ketika dimakan.

Yang tidak kalah penting dari nasi usus Sawahan adalah bumbu kuning dan sambalnya. Bumbu kuning dan sambalnya begitu nikmat, dari saking nikmatnya saya tidak bisa mendeskripsikannya. Setiap kali saya makan, saya penasaran kenapa bumbu kuning dan sambalnya begitu nikmat.

Madura adalah kunci

Saya punya asumsi, bahwa kenapa bumbu kuningnya begitu nikmat, karena penjualnya ternyata orang Madura. Saya mengetahuinya ketika sesama penjualnya saling mengobrol dengan logat dan dialek bahasa Madura. Orang Madura sendiri, tidak pernah gagal manakala meracik bumbu kuning dan sambal.

Kesuksesan orang Madura dalam membuat bumbu kuning dan sambal sudah diakui oleh masyarakat Surabaya. Di berbagai media sosial akun makanan Surabaya, selalu menjelaskan kalau orang Madura begitu lihai menyajikan kenikmatan bumbu kuning dan sambalnya. Sampai-sampai teman saya memberi julukan kalau orang Madura ahlinya membuat sambal dan bumbu kuning.

Dari saking penasarannya, dia mengajukan pertanyaan, “Kenapa orang Madura pintar meracik bumbu untuk sambal dan bumbu kuning, Mas?” Mendengar pertanyaan darinya, saya membisu sesaat karena saya juga bingung. “Entah, cuman orang Madura memang begitu punya kedekatan dengan terasi, garam, dan cabai. Kalau masalah bumbu kuning, aku juga kurang paham,” jawab saya dengan tidak pasti.

Terlepas dari polemik kenapa orang Madura pintar meracik bumbu untuk sambal dan bumbu kuning, bagi saya bumbu kuning dan sambalnya lah yang menjadi daya pikat pengunjung untuk membeli nasi usus Sawahan. Dari saking nikmatnya, saya sering melihat pengunjung meminta agar sambal dan bumbu kuningnya ditambah.

Harganya murce

Kelebihan lain dari nasi usus Sawahan adalah harganya yang murah. Harga satu porsinya dengan nasi hanya sepuluh ribu. Harga yang sangat ekonomis, tidak membuat dompet jadi jebol. Meskipun harga nasi usus di warung lainnya, rata-rata sama sepuluh ribu. Cuman dengan kenikmatan nasi usus Sawahan, akan membuat orang lebih memilih untuk membelinya di sana.

Di sisi lain, saya ada satu hipotesis yang membuatnya ramai pengunjung, yakni bukanya malam hari sampai dini hari. Apa hubungannya? Dengan kondisi panasnya Surabaya di siang hari, akan membuat orang menjadi tidak mood untuk membeli makanan, terlebih jika jaraknya jauh. Setahu saya, rata-rata mahasiswa dan karyawan jika siang hari hanya beli makanan di tempat terdekat.

Nah, nasi usus Sawahan buka malam hari sampai dini hari. Tentu saja pelanggan berbondong-bondong menyerbu.

Jadi jika ada yang mengatakan, tidak afdal pergi ke Surabaya tanpa mengunjungi jalan Tunjungan. Bagi saya justru menjadi tidak afdal saat mengunjungi Surabaya tanpa mencicipi nasi usus Sawahan.

Atau mungkin saja jadikan nasi usus Sawahan sebagai simbol keberagaman di Surabaya. Soalnya, di sana tidak mengenal perbedaan usia, jabatan, gender, suku, dan agama. Semuanya membaur menjadi satu untuk merasakan rasa enak dari masakannya, terutama ususnya. Sungguh indah bukan, hidup dengan menghargai perbedaan?

Penulis: Akbar Mawlana
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 5 Tempat Makan di Surabaya dengan Porsi Jumbo, Dijamin Wareg!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version