TikTok kini bisa dibilang bukan lagi platform buat mengekspresikan diri lewat joget saja. Namun, sudah banyak juga orang yang bikin konten TikTok dengan membagi-bagikan ilmu dari banyak bidang. Salah satunya ialah bidang kesehatan oleh pemilik akun yang memang seorang nakes.
Tentu ini hal yang menggembirakan sebab akses terhadap informasi kesehatan di Indonesia terbilang minim. Dan, masih banyak pula hal abu-abu tentang dunia kesehatan sehingga kehadiran konten tersebut sedikit banyak bakal mengedukasi masyarakat secara luas.
Itu, sih, harapannya. Namun pada kenyataannya, ada beberapa (orang yang ngaku) nakes di TikTok dan kontennya malah menjerumuskan ke hal-hal yang misleading, untuk tidak menyebutnya norak. Yang pada satu atau banyak kesempatan, bikin citra dunia kesehatan pada umumnya dan tenaga kesehatan pada khususnya menjadi buruk.
Satu contoh adalah konten TikTok yang sempat ramai di Twitter baru-baru ini. Di videonya, ia berekspresi layaknya sedang mempertanyakan bahkan merendahkan tatkala ada seorang pasien KB namun belum menikah. Dilihat dari sudut pandang mana saja, tetap saja terlihat bahwa dia hanya menghakimi saja, tak lebih.
Letak masalah dari kontennya itu tentu bisa dinilai dari banyak aspek. Salah satunya adalah tujuan dari keikutsertaan program KB bagi seseorang. Maksud saya, memilih mengikuti program KB, bahkan untuk yang belum menikah, adalah hal yang sah-sah saja. Dan yang tidak dipahami olehnya ialah bahwa program ini bukan semata akan dimanfaatkan oleh pasien untuk mencegah kehamilan di luar nikah sesuai apa yang dicurigainya.
Lagipula toh nggak ada yang dilanggar pula oleh pasien yang belum menikah itu jika ingin mengikuti program KB. Secara medis mashok, secara aturan pun demikian.
Akan tetapi, yang menjadi sorotan saya yang seorang tenaga kesehatan juga ialah pelanggarannya terhadap etika profesi. Dan ada beberapa etika yang ia tabrak demi konten TikTok miliknya masuk FYP.
Pertama, pelayanan yang tak memandang latar belakang pasien. Dengan kecurigaan macam itu pada pasien KB yang belum menikah, tentu ia sudah mencampuradukkan nilai moralnya dengan si pasien. Dengan kata lain, ia tak bisa bertindak profesional. Sebab, menaruh curiga bahwa si pasien memanfaatkan KB untuk hal yang tidak semestinya, mengindikasikan kalau ia berlaku diskriminatif terhadap pasiennya. Ditambah lagi, dengan ekspresi demikian pasien mana pun pasti juga bakal kehilangan respect sama nakes.
Selain itu, andai ia bisa profesional, konten yang dihasilkan mungkin justru menuai pujian. Edukasi yang diberikan bisa dijadikan pelajaran dan rujukan buat yang lain. Tapi, sayang, FYP yang nggak beri manfaat kecuali keterkenalan yang semu itu jauh lebih penting baginya.
Kedua, memberikan pelayanan yang berpedoman pada kebutuhan, kepentingan, bahkan nilai yang dianut pasien atau masyarakat. Jelas bagaimana yang ia maksud pada pasien tersebut tidak mempertimbangkan itu semua. Sebab, ia malah curiga tujuan pasien alih-alih mengedukasi manfaat KB terhadap kebutuhan pasien sebenarnya: apakah itu cocok, beresiko, atau adakah kemungkinan-kemungkinan lainnya. Dan, dari sini bisa kita lihat bagaimana ia tak mendahulukan kepentingan apalagi nilai yang dianut pasien tersebut.
Ketiga, menjaga kepribadian diri sendiri. Waduh, kalau ini sih jelas banget sudah ia tabrak. Alias, sudah nggak tertolong lagi. Maksudnya, dengan kepribadian yang judgemental macam itu, pelayanan macam apa yang bisa masyarakat harapkan?
Keempat dan cukup krusial, adalah menjaga citra dan nama baik profesi. Saya kira, etika ini juga berlaku di setiap profesi. Bahwa bila seseorang bertindak mengatasnamakan profesinya, seperti yang mbak-mbak ngaku bidan itu, setiap sikap dan tindakannya akan mencerminkan seragamnya. Tentu ini bisa dicap sebagai oknum. Namun, sudah pasti ada saja masyarakat yang menggebuk rata bahwa kelakuan bidan ya norak seperti itu. Meski mungkin yang noraknya udah lewat nalar cuman dia.
Akibatnya citra nakes secara umum—sebab bidan bagian dari nakes—ikut tercoreng. Padahal, citra nakes kini sedang membaik karena menjadi garda terdepan melawan pandemi.
Tentu, nakes di TikTok yang kelakuannya melanggar etika profesinya ada bermacam ragam dan bukan hanya dia. Maka dari itu, kalau memang ngaku nakes ya tolonglah kontennya nggak usah norak demi masuk FYP. Atau ya sebaliknya, norak silakan yang penting nggak ngaku-ngaku nakes apalagi masih mahasiswa kesehatan kayak mbak itu.
Sebab, kalau dengan kelakuan yang melanggar etika-etika tadi terus ada, sampai kapan nama baik profesi kita ini akan bertahan? Tentu, hanya menunggu waktu untuk kehilangan respect masyarakat kalau orang-orang yang mengaku nakes tapi nggak membawa etika profesinya terus eksis. Ya mana ada sih orang yang mempercayakan kesehatannya pada orang yang menjalankan etika profesinya aja nggak becus?
Sumber gambar: Pixabay