Pertanyaan ini ada di benak saya dan banyak orang lainnya sebagai penggiat pendidikan. Mungkinkah mutu pendidikan meningkat dengan cara mengganti Ujian Nasional dengan Asesmen Nasional? Kenapa diganti? Mungkinkah ini solusinya? Lantas apa itu Asesmen Nasional?
Kalangan dunia pendidikan harus segera merespons perubahan tersebut. Mereka perlu memahami maksud dan tujuan kebijakan pemerintah ini yang akan segera digulirkan di tahun 2021.
Asesmen Nasional adalah asesmen yang dilakukan dalam skala nasional. Asesmen sendiri memiliki pengertian sama dengan penilaian, yaitu proses untuk memperoleh informasi atau data tentang input, proses, dan output belajar, yang akan dijadikan evaluasi (umpan balik) bagi guru dan sekolah.
Jadi, Asesmen Nasional adalah sebuah proses pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang dasar dan menengah. Tentu yang dipetakan ini berkaitan mutu proses dan hasil belajar sebagai bagian indikator penilaian kognitif, karakter yang terbangun, layanan pendidikan, dan lingkungan yang support.
Ini berbeda dengan Ujian Nasional yang memiliki orientasi penilaian prestasi belajar pada individu siswa yang berupa angka atau nilai capaian mata pelajaran (IPA, Matematika, Bahasa Indonesia) di tingkat dasar. Sementara Asesmen Nasional berupa mutu atau kualitas belajar di sekolah yang menggambarkan potret keseluruhan sekolah.
Lantas, apakah ini menjadi sesuatu yang membebani dan membingungkan guru? Atau malah menjadi kabar baik bagi guru? Saya sendiri sebagai guru merasa sangat senang dengan perubahan menjadi Asesmen Nasional. Alasannya, minimal anak, orang tua, dan guru tidak tegang dan stress saat menghadapi Ujian Nasional.
Pasti semua orang tua yang memiliki anak akhir jenjang sekolah dan mau ikut Ujian Nasional pernah mengalami fase deg-degan, tidak tenang, khawatir, suka marah-marah ke anak dan tentu saja bikin stress. Belum mencari tempat les dan bimbel untuk anaknya yang membutuhkan biaya mahal.
Dan guru pun di sekolah harus menyiapkan tambahan belajar berupa pemantapan atau pengayaan, les tambahan, serta membuat soal-soal untuk try out. Belum lagi waktu pembelajaran di jam ke-nol maksudnya di jam sebelum jam pelajaran dimulai. Pun pemantapan ini sudah dimulai di awal semester kelas di jenjang terakhir sekolah.
Sungguh tekanan yang luar biasa, bukan? Maka, dengan adanya Asesmen Nasional ini memberikan harapan bagi siswa, guru, dan orang tua untuk meningkatkan kualitas prestasi belajar lebih baik di sekolah.
Siswa, guru, kepala sekolah, dan orang tua perlu memahami tujuan dari Asesmen Nasional ini, yakni untuk mendorong guru meningkatkan kompetensi kognitif dasar siswa, pengembangan kompetensi dan karakter siswa, serta memberi gambaran karakteristik esensial sekolah yang efektif dan kondusif untuk mencapai tujuan tersebut.
Beberapa tahun belakangan ini, saya sudah sangat gelisah dengan rutinitas dan ketegangan menghadapi Ujian Nasional. Ditambah beban stres anak dan orang tua yang menumpuk untuk mendapatkan nilai terbaik dan masuk ke jenjang sekolah favorit berikutnya.
Sementara itu, apakah nilai-nilai yang tinggi ini dapat menjamin anak-anak sukses, siap menghadapi perubahan dunia yang begitu cepat, beban hidup yang tinggi di masyarakat, serta gesekan selisih kepentingan di dunia kerja? Harus ada instrumen ujian yang dapat mengukur kematangan emosi, menilai baik buruknya perilaku (karakter), serta prasyarat apa yang dibutuhkan untuk mengukur itu.
Hal ini tentu tidak bisa dijawab dengan Ujian Nasional yang berupa angka mata pelajaran tertentu saja atau selembar Surat Keterangan Hasil Ujian. Persoalan yang kompleks di dunia kerja dan masyarakat menuntut sistem pendidikan yang ada mampu menyiapkan sumber daya manusia yang unggul baik dari sisi mental-spiritual, keterampilan, kompetensi keilmuan, kecerdasan sosial emosi, dan karakter.
Memang betul, sikap dan perilaku siswa yang baik sebagai output dari proses belajar yang baik. Proses belajar yang berkualitas akan mengacu pada character building dan tidak semata-mata membangun pengetahuan. Karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini, seperti contoh anak yang jujur, rendah hati. Alih-alih anak yang sombong, pintar, dan ujungnya menipu serta korupsi. Jelas ini kegagalan. Sistem pendidikan yang ada telah gagal membangun karakter jujur pada diri anak di sekolah.
Bagaimanapun proses belajar yang ada harus mampu mengasah kecerdasan emosi dan sosial anak, sehingga anak mampu mengendalikan emosi dan bergaul dalam masyarakat. Anak adalah bagian dari masyarakat dan nanti akan terjun ke masyarakat.
Seorang siswa yang mau berbagi makanan dengan teman di kelasnya, siswa yang berempati pada temannya yang sakit dan mendapat masalah di sekolah, dan siswa yang meminta maaf ketika melakukan kesalahan pada orang lain. Karakter-karakter ini yang dibutuhkan dalam sistem pendidikan kita. Keren, bukan?
Pembentukan karakter yang baik akan dapat tumbuh baik pada lingkungan belajar suportif. Lingkungan yang memiliki sarana prasarana belajar untuk membentuk kemampuan kognitif dasar. Baik buruknya lingkungan belajar akan berpengaruh signifikan pada proses dan output yang dihasilkan.
Untuk mengukur kemampuan kognitif dasar, karakter anak, serta lingkungan yang suportif adalah tepat jika menggunakan Asesmen Nasional.
Lantas, perlukah panik dan melakukan berbagai persiapan untuk menyongsong Asesmen Nasional? Jelas tidak perlu. Semua berlangsung apa adanya di sekolah dan ada apanya di sekolah. Tidak usah ada persiapan apa pun yang mengada-ada di sekolah.
Catatan penting untuk pemerintah dari penggunaan Asesmen Nasional adalah kepala sekolah, guru, semua perangkat, dan stakeholder pendidikan harus segera mendapat sosialisasi, pelatihan (Bintek), dan implementasi di lapangannya. Data dan hasil dari Asesmen Kompetensi Minimum, survei karakter, maupun survei lingkungan belajar akan bermanfaat bagi guru, kepala sekolah, sekolah, dan dinas pendidikan terkait untuk melakukan perbaikan kualitas pendidikan yang ada di wilayah binaannya.
Sejatinya, Asesmen Nasional ini dapat melakukan pemetaan kekuatan/kelebihan potensi belajar yang ada di sekolah, menemukan hambatan/kelemahan belajar, serta mengetahui kebutuhan sekolah untuk mencapai prestasi belajar. Dengan demikian, bukankah sangat mungkin kalau mutu pendidikan nasional akan meningkat?
BACA JUGA Mempertanyakan Esensi Renungan Sebelum Ujian Nasional