Bekerja sebagai Makeup Artist (MUA) mungkin jadi impian banyak orang. Khususnya, mereka yang terlahir sebagai Generasi Milenial dan Generasi Z. Konon, dua angkatan tersebut cenderung lebih menyukai waktu bekerja yang fleksibel ketimbang kemapanan seperti PNS.
Dunia kecantikan memang menawarkan kreativitas tanpa batas berikut beragam kesempatan untuk eksplorasi. Menggeluti pekerjaan sebagai MUA membuka peluang bertemu dengan berbagai orang yang dapat membuka wawasan. Pun, bisa berpartisipasi dalam aneka acara bergengsi.Â
Ditambah lagi, MUA tidak terkungkung jam kerja kantoran yang rentan membuat bosan maupun tekanan atasan yang menambah beban. Namun, di balik segala keunggulan tersebut, bidang tata rias wajah nyatanya bukan selalu jadi opsi yang tepat sekalipun kalian berbakat.
Daftar Isi
Kaum baperan minggir dulu kalau nggak mau hati pilu
Bila bekerja di kantoran menuntut keahlian cari muka, MUA dianjurkan lihai dalam berbicara. Sebab, tidak sedikit orang yang masih memandang pekerjaan ini sebelah mata. Mereka mengira, menaburkan bedak dan mengoleskan lipstik bukan pekerjaan yang layak dibayar mahal.Â
Akibatnya, banyak calon pelanggan yang coba-coba menawar harga. Di sinilah keterampilan menjelaskan harga jasa mereka akan sangat berguna. MUA juga sebaiknya lancar memaparkan kesesuaian pemilihan warna dengan tone kulit. Jangan hanya diam saja memenuhi segala keinginan klien yang berujung pada ketidakpuasan pelanggan.Â
Tidak hanya itu, kecakapan argumentasi juga wajib dikuasai. Apalagi tidak sedikit konsumen memperrtanyakan kredibilitas MUA hanya karena menggunakan makeup produk lokal.
Siap tempur di berbagai medan, kurang tidur bukan alasan
Nasihat bagun pagi agar rezeki tidak dipatok ayam patut menjadi pegangan hidup para MUA. Sebab, sering kali pekerjaan mereka dilakukan sebelum matahari terbit. Tidak jarang, sejak jam 2 atau 3 dini hari, MUA dituntut sudah hadir di lokasi.
Sialnya, fleksibilitas jam kerja kerja yang dimaksud di bidang ini sama artinya dengan harus siap kerja di mana saja dan kapan saja. Saat ambil bagian dalam suatu sesi pemotretan, acara sakral, atau sebuah pagelaran, MUA diminta sedia setiap saat. Boleh jadi, jam kerjanya melebihi karyawan kantoran. Maka dari itu, lumrah saja ketika melihat mereka suatu kali terciduk mencuri waktu tidur di saat senggang demi mengisi energi.
Kemampuan finansial tetap diperlukan untuk jadi MUA
Belajar dengan metode autodidak mungkin memang murah. Namun, ilmu yang diperoleh tidak sedalam mereka yang mengambil kursus di jurusan atau sekolah kecantikan. Padahal, harga kelas tata rias wajah profesional di sebuah lembaga pelatihan bertaraf nasional sudah mencapai angka belasan juta untuk tingkat dasar. Angka ini belum mencakup biaya sewa model, tata rambut, dan kostum saat penilaian ujian.
Tidak cukup sampai di situ. Seorang MUA juga harus rela merogoh kocek lebih dalam demi mengumpulkan perintilan peralatan dan perlengkapan makeup. Pantang bagi MUA jika hanya mengandalkan tangan kosong belaka jika tak mau dibilang jorok. Berbagai jenis kuas wajib dipunya. Belum lagi, setiap kosmetik yang dibawa setidaknya terdiri atas dua shade yang berbeda supaya dapat menyesuaikan warna kulit pelanggan.
Begitulah lika-liku MUA yang penuh tantangan. Pekerjaan ini mungkin terlihat sepele, tapi sebenarnya pekerjaan ini perlu keterampilan dan keteguhan mental. Jadi kalau kalian ingin jadi MUA karena selama ini melihat sisi enaknya saja, lebih baik buang jauh-jauh angan-angan itu. Jadi MUA itu berat.Â
Penulis: Paula Gianita
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.