Menyikapi tulisan saya mengenai konten Kultum Pemuda Tersesat, ternyata ada saja sekelompok orang yang masih terkungkung dalam penjara eksklusivitas. Mereka yang tetap memilih menutup mata atas realitas keberagamaan sehari-hari yang begitu kompleks.
Jadinya, ya wajar saja kalau mereka terkesan tidak suka dan malah cenderung keberatan dengan keberadaan kelompok Pemuda Tersesat (julukan untuk viewers Kultum Pemuda Tersesat). Bagi mereka—dari komentar dan DM yang saya himpun—Kultum Pemuda Tersesat ini jauh dari kata etis dan beradab untuk disebut sebagai konten dakwah.
Ada juga yang secara terang-terangan menyebut, Kultum Pemuda Tersesat merupakan konten dakwah yang sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai dakwah Islamiyah dan amat sangat tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat muslim. Ah, iri bilang, Buosss. Bilang aja takut kalau konten dakwah-hijrah-khilafah antum kalah viewers. Gitu aja pakai bikin narasi yang nggak-nggak. Heran ane.
Beberapa poin yang menjadi catatan mereka antara lain, pertama, kultum besutan Habib Husein Jafar al-Hadar dan MLI ini terkesan menggampangkan hukum agama. Dasar tuduhan mereka adalah, dilihat dari konteks pertanyaan para Pemuda Tersesat yang memang nyeleneh dan mind blowing. Di seri terbaru yang tayang di Jeda Nulis-nya Habib Jafar malah ada yang nanya, “Jika di akhirat nanti berat pahala dan dosa kita seimbang, apakah bakal ada extra time untuk menentukan, ke manakah kita akan dimasukkan? Surga atau neraka?”
Anggapan mereka, model semacam itu bahaya betul bagi kemapanan hukum Islam. Karena tendensinya seolah-olah ada banyak celah dalam hukum Islam yang bisa dimanipulasi sesuka hati. Bagi mereka, hukum Islam itu sudah paten—dengan wujud seperti yang mereka pahami—dan tidak boleh dibuat main-main.
Kedua, mereka komplain atas penggunaan kata “kultum” sebagai embel-embel konten tersebut. Alasannya, kultum itu identik dengan majelis ilmu, sedangkan yang ditampilkan Kultum Pemuda Tersesat, secara keseluruhan itu menyesatkan. Alias tidak ada ilmu-ilmunya babar blas. Katanya, “Masa majelis ilmu banyak bercandanya. Mana ketawanya nggak aturan lagi. Majelis ilmu itu harus yang khidmat, santun, dan penuh perenungan.” Hadeeehhh, wong namanya juga Majelis Lucu, Akhi, ya harus ada ketawa-ketawanya, dong.
Ketiga, Kultum Pemuda Tersesat dianggap sudah melecehkan habib sebagai keturunan Nabi. Waduh, kok bisa?
Begini, adabnya kepada habib itu harusnya kan santun dan menaruh hormat. Hla ini, si Muslim dan Coki malah terkesan nggak ada batas dan malah sering gojloki Habib Jafar dengan jokes-jokes vulgar ala mereka.
Muslim dan Coki juga dianggap telah menjebak Habib Jafar—sebagai keturunan manusia mulia—untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang fasik dan munafik yang di baliknya terselebung kepentingan mencari celah hukum dan legitimasi atas ketersesatan mereka. Apalagi kita tahu, Coki nggak menganut agama mana pun, sementara Muslim adalah orang Islam buronan ormas. Sebuah konspirasi kefasikan dan kemunafikan yang amat sangat nyata sekali.
Baik, tanpa berlama-lama, saya mau menegaskan ke antum bahwa, model dakwah ala Kultum Pemuda Tersesat ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi, loh. Jadi, tiga poin penyangkalan di atas secara otomatis sudah gugur di sini. Kurang percaya? Oke, oke, mari kita urai pelan-pelan.
Pertama, saya tegaskan sekali lagi kalau realitas keberagamaan kita itu begitu kompleks. Agama itu bukan hanya milik “kelompok masjid”. Tapi juga milik semua elemen masyarakat, tidak terkecuali mereka para Pemuda Tersesat. Justru jadi kontra-produktif kalau kita menegasikan keberadaan kelompok-kelompok marjinal tersebut dari lingkaran agama, sementara dalam banyak kesempatan kita sering mengampanyekan Islam sebagai rahmatan lilalamin.
Loh, mana? Katanya rahmat bagi seluruh alam, tapi kok pilih-pilih? Dengan begitu malah terlihat, mana yang sebenarnya merepresentasikan nilai-nilai keislaman. Bukan untuk menggampangkan hukum agama, tapi mengenalkan bahwa sebenarnya agama itu sangat gampang. Karena asumsi mereka yang jauh dari agama, rata-rata karena menganggap tata aturan dalam agama itu rumit dan menakutkan.
Akhirnya, banyak yang memilih jauh-jauh saja dari agama. Tidak ada yang salah dengan ini, wong Tuhan sendiri juga bilang, “Tidak akan membebani di luar batas kemampuan hamba-Nya.” Buktinya, memang banyak, kok, rukhshah (keringanan) dalam agama. Contohnya bisa antum cari sendiri, ada banyak.
Terus dari segi pertanyaan, kalau misalnya pertanyaan tentang STMJ (Salat Terus Masturbasi Jalan) dianggap tidak senonoh, wah jangankan sekelas Habib Jafar, wong Rasulullah saja pernah dapet pertanyaan semacam itu, kok.
Gus Baha, dalam seminar di UNISMA Senin (31/08/2020) lalu menyebut sebuah riwayat, ada seorang sahabat yang datang kepada Nabi dan bertanya perihal wajib tidak kah dia mandi junub, sementara ketika bersetubuh dengan istri dia belum sampai keluar mani. Sungguh sangat tersesat sekaliii.
Kedua, kata siapa dalam kultum atau majelis ilmu tidak boleh ada bercanda-bercandanya? Hash, padahal Nabi kita itu kan sosok yang selain berwibawa, tapi juga dikenal sebagai sosok yang humoris. Contohnya juga ada banyak, bisa antum cari sendiri.
Oleh karena fakta tersebut, imam besar tarekat Syadziliyah—Abu al-Hasan al-Syadzili—menggunakan model kultum yang harus bisa bikin ketawa, dalam rangka meniru gaya humoris Rasulullah. “Kalau setiap mengajar guru kalian tidak pernah kelihatan tertawa, maka tinggalkanlah.” Fatwa beliau kepada murid-muridnya.
Ketiga, saya kira pertanyaan-pertanyaan nyeleneh dari para Pemuda Tersesat itu bukan untuk melegitimasi ketersesatan mereka, sih. Melainkan mencari pengayoman kepada Habib Jafar sebagai keturunan Nabi, agar kelak mereka mendapat garansi syafaat dari simbahnya Habib Jafar, Rasulullah. Itulah kenapa Habib Jafar disebut sebagai The Protector Helm Level 3.
Jangan salah, itulah gelar yang memang disandang oleh Rasulullah sebagai sang pemberi syafaat, pelindung, dan pembela umatnya di hadapan Allah. Apa itu kalau bukan disebut “the protector”?
Lagian mana salahnya coba jika antara Muslim dan Coki yang notabene “orang bermasalah” terkesan nggak ada batas dengan Habib Jafar? Malah sering gojloki Habib Jafar juga.
Gini, Rasulullah itu ya terkenal nggak ada batasnya loh, dengan sosok bermasalah pada masa itu. Nuaiman si pemabuk. Malah dalam satu riwayat di kitab Musnad Imam Ahmad dikisahkan, suatu hari Rasulullah kedatangan tamu orang Badui yang mengendarai seekor unta montok.
Nah, ketika si Badui ini menghadap Rasulullah, Nuaiman mengajak sahabat lain untuk menyembelih unta montok si Badui buat prasmanan. Pas ada yang melarang, si Nuaiman malah berseloroh, “Halah, kalau si Badui marah, kan ada Nabi. Kalau ada beliau, semua masalah amaaannn.”
Benar saja, mengetahui hal itu, si Badui langsung melapor kepada Rasulullah. Ketika Rasulullah bertanya siapa iniastornya, para sahabat menyebut nama Nuaiaman serta mengutip ucapan Nuaiaman bahwa semua beres kalau ada Rasulullah. Sementara Nuaiman sendiri sudah bersembunyi di rumah Zibaah binti Zubair.
Mendengar pengakuan dari para sahabat tersebut, alih-alih marah, Rasulullah malah tersenyum atas kekonyolan si Nuaiman. Dan tentu, bertanggung jawab atas unta si Badui tadi. Ah, bener-bener the protector level tak terhingga Rasul kita ini.
BACA JUGA Menggugat Perusakan Alam Lewat Lagu-lagu Sisir Tanah dan tulisan Aly Reza lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.