Beberapa waktu yang lalu sempat ramai di lini masa Twitter saya perihal kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini cukup ramai dibicarakan, sebab korbannya adalah kasta tertinggi jalanan. Bukan motor, tapi salah seorang rombongan pesepeda yang sedang konvoi dan dikawal. Dikawal sama siapa? Ya yang itulah, kek mana kalian pake nanya.
Saya pertama kali menemukan berita kecelakaan ini lewat cuitan dari akun Twitter milik komika, Acho, yang membuat cuitan soal kecelakaan tersebut. Isi cuitannya seperti ini :
((( TEROBOS LAMPU HIJAU ))) 🤣
Emang selama ini kalo lampu hijau, orang harus ngapain? Ganti oli?? 🤣🤣 pic.twitter.com/mJiJrkxNMi
— Acho (@MuhadklyAcho) November 7, 2022
Reply dari cuitan tersebut sangat amat ramai, banyak yang isinya mencaci dan menghina komunitas sepeda. Ada juga yang berkata bahwa konyol pesepeda yang ditabrak malah nuntut ke pengendara mobil. Menurut saya mereka semua salah. Iya. Salah. Pesepeda yang ditabrak adalah korban sesungguhnya!
Pertama, ingat bahwa di jalanan, khususnya di jalanan Jakarta, mobil itu selalu salah. Pengendara mobil, apa pun jenisnya, tidak memiliki hak sama sekali. Kebenaran hanyalah milik kendaraan bermotor selain roda empat. Itu sudah absolut. Haqqul yaqin.
Mau mobil itu yang ditabrak, sampe jungkir balik kek, kalau ada korban dari motor/sepeda ya jelas salah mobilnya. Pokoknya, semakin banyak ban dan besar kendaraannya, dialah yang harus disalahkan. Dasar hukumnya? Ya nggak perlu ditanya, itu memang sudah sunnatullah. Pertanyaan dasar hukum soal tersebut itu sama seperti mana duluan ayam atau telur, nggak akan ada habisnya.
Kedua, sepeda tersebut dikawal. Ingat, dikawal! Kalau sudah dikawal, nggak boleh disenggol. Disenggol di internet saja sudah salah, langsung dikasih nasihat bahwa kita orang-orang kecil yang masih kredit kendaraan nggak berhak protes, lah ini malah disenggol dan bahkan menerobos lampu hijau. Ya pasti jelas lebih salah.
Apalah arti kendaraan kita yang nggak seberapa itu dibandingkan dan disandingkan dengan sepeda-sepeda mewah dan gagah itu. Malah, seharusnya, kalau kita sedang di jalan dan rombongan pesepeda sedang lewat, kita harusnya mematikan kendaraan dan turun sejenak. Sambil membungkukkan kepala tanda hormat ke mereka. Kita emang nggak ada harga dirinya, cuman merekalah yang berharga di muka bumi ini.
Ketiga, kesalahan terbesar dari pengendara mobil adalah kenapa hari itu dia lewat situ. Ouh tidak, bahkan kenapa dia mengendarai mobil di hari itu? Coba kalau nggak mengendarai, pasti nggak bakal menabrak korban. Lagian, dari sekian banyak hari kok malah milih hari itu buat berkendara, loh. Apa nggak tahu bahwa hari itu ada pesepeda keren yang hendak konvoi? Ckckck.
Kalau pesepeda? Ya suka-suka dia lah, itu hak dia. Kan sudah aku bilang di atas, kita mah nggak punya hak, yang punya hak para pesepeda mewah itu. Kita sebagai orang kecil alias miskin mah diem aja seharusnya. Nggak boleh protes. Lagian, mau hari apa pun, itu pesepeda boleh berkendara dan konvoi.
Konon juga ya, nanti saat hari kiamat pun mereka tidak akan dihalangi oleh rombongannya Dajjal. Dajjal pun minggir. Oh iya, saat di Siratalmustakim pun mereka lah yang boleh lewat duluan. Kendaraan yang paling cepat masuk surga, ya, mereka itu lah. Bukan unta, bukan pahala atau amal baik. Memang cuman mereka aja yang paling diutamakan baik di dunia dan akhirat.
Jadi teman-teman, kalau memang mau aman di jalanan itu bukan menggunakan kendaraan yang SNI dan lengkap dengan helm dan surat-suratnya, tapi kuncinya adalah jadi pesepeda (yang kaya) ya!
Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Gowes Dulu dan Kini: Sempat Kelihatan Keren Sekarang Kena Stigma Nyebelin