Ada satu anekdot yang bagus sekali ketika bicara soal pejabat dan wakil rakyat. Anekdot yang menunjukkan betapa pejabat dan wakil rakyat memang sudah mewakili rakyat, namun bukan soal aspirasi. Anekdot yang sebenarnya cukup menyedihkan, tapi memang begitu kenyataannya. Kira-kira begini bunyi anekdot itu “Namanya juga wakil rakyat. Rakyat pengin punya mobil, sudah diwakilin sama pejabat. Rakyat pengin punya rumah mewah, sudah diwakilin sama pejabat,” dan seterusnya.
Dari anekdot di atas, kita bisa tarik satu fenomena yang selama ini mengganjal di sebagian besar masyarakat. Yak, mobil dinas. Kita tahu, dan mungkin juga sering menjumpai, banyak sekali mobil dinas yang seliweran di jalan. Kebanyakan dari mobil dinas itu adalah mobil-mobil mewah, bukan mobil LCGC, bukan L300. “Kok bisa, sih, pejabat-pejabat ini mobil dinasnya mewah-mewah?”
Lalu kita tengok besaran anggaran mobil dinas untuk pejabat Indonesia. Wow, fantastis sekali. Ada yang Rp500 juta, Rp700 juta, dan ada yang lebih dari Rp900 juta, hanya untuk satu unit saja. Tinggal dikali saja itu dengan jumlah pejabat yang dapat jatah mobil dinas. Beberapa pejabat tingkat tertentu bahkan ada yang mendapat jatah dua mobil dinas. Edan. Dari mana uangnya? Ya, dari pajak kita, uang rakyat.
Daftar Isi
Pejabat yang dapat mobil dinas dan besarannya
Urusan mobil dinas ini memang sudah diatur di undang-undang. Tapi, melihat besaran anggaran untuk mobil dinas ini memang agak menyebalkan. Pejabatnya pakai mobil dinas mewah dari uang rakyat, eh rakyatnya kesusahan punya kendaraan. Lebih menyebalkannya lagi, para pejabat yang kemana-mana pakai mobil dinas dari uang rakyat ini (yang kadang dipakai untuk kepentingan pribadi), malah bicara ngawur soal kendaraan/transportasi umum, nggak peduli soal transportasi umum. Menjengkelkan, memang.
Itu mengapa, saya itu jijik sekali dengan pejabat yang koar-koar soal transportasi umum, tapi nggak pernah naik transportasi umum. Mereka nggak ngerti apa-apa soal transportasi umum, tapi sok-sokan mau bikin kebijakan soal transportasi umum. Ya ambyar semuanya. Anggaran untuk pengadaan mobil dinas para pejabat ini kalau dialihkan untuk membenahi transportasi umum—sekaligus mewajibkan pejabat itu naik kendaraan/transportasi umum—bakal jadi penghematan besar bagi anggaran negara, sekaligus bikin rakyat senang.
Pertanyaannya, memangnya kalau seluruh pejabat di Indonesia ini tidak mendapatkan mobil dinas dan wajib naik kendaraan/transportasi umum, negara bakal hemat anggaran berapa banyak?
Tidak semua pejabat itu dapat fasilitas mobil dinas. Menurut Permenkeu 76/2015 seorang pejabat bisa mendapatkan mobil dinas apabila sudah memiliki tingkat minimal jabatan eselon IV dan yang setingkat, yang berkedudukan sebagai kepala kantor dengan wilayah kerja minimal 1 (satu) kabupaten/kota. Intinya, yang dapat mobil dinas itu selain pemimpin negara adalah pejabat seperti menteri dan wakil menteri, eselon I hingga IV.
Nah, masing-masing tingkatan pejabat tentu mobil dinasnya berbeda. Jenisnya berbeda, spesifikasinya berbeda, besaran anggarannya juga tidak sama. Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 49/2023, mobil dinas yang dipakai pejabat selevel menteri dan eselon I itu dapat anggaran sekitar Rp800-900 juta per unit. Sedangkan untuk pejabat eselon II dan di bawahnya, dapat anggaran sekitar Rp500-700 juta per unit. Itu baru pengadaan ya, belum termasuk biaya perawatan dan lain sebagainya.
Triliunan rupiah untuk mobil dinas pejabat
Lalu berapa total anggaran untuk mobil dinas pejabat seluruh Indonesia? Entahlah, total anggarannya tidak tercantum di mana-mana. Tapi, mari kita hitung sendiri secara sederhana dan kasarannya.
Di Kabinet Merah Putih yang obesitas ini, ada 53 menteri dan 56 wakil menteri. Anggap saja masing-masing dapat satu mobil dinas dengan anggaran Rp900 juta per unit. Berarti, akan ada 109 unit mobil dinas seharga Rp900 juta. Totalnya, memcapai Rp98 miliar untuk mobil dinas para menteri dan wakil menteri. Genapkan jadi Rp100 miliar kalau ditambah biaya perawatan dan sebagainya. Itu baru untuk menteri dan wamen saja lho ya.
Masalahnya, di dalam satu kementerian itu masih banyak pejabat-pejabat seperti beberapa dirjen/deputi, beberapa stafsus, dan beberapa staf ahli. Setidaknya, satu kementerian (termasuk menteri dan wamennya) butuh setidaknya 20 mobil dinas. Jumlah 20 mobil dinas itu baru di satu kementerian. Dikalikan 53 kementerian, berarti akan ada 1.060 mobil dinas untuk seluruh Kementerian.
Sekarang mari kita jumlahkan. Jika 1.060 mobil dinas itu punya harga per unitnya Rp900 juta, maka akan ketemu angka Rp954 miliar. Ini belum termasuk biaya perawatan, yang mana bisa menyentuh angka 3-5 juta per tahunnya. Berarti anggaran mobil dinas untuk seluruh kementerian setidaknya ada Rp957 miliar rupiah.
Itu baru di level Menteri, belum di level pejabat-pejabat lain seperti gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, walikota-wakil walikota, hingga pejabat-pejabat di parlemen—mulai dari parlemen pusat hingga daerah.
Hitung-hitungan di level pejabat daerah
Di level kepala daerah provinsi misalnya, yang mana Indonesia punya 38 provinsi, berarti akan ada 76 mobil dinas untuk gubernur dan wakil gubernur. Katakan anggaran mobil dinas untuk gubernur dan wagub itu sekitar Rp700 juta per unit. Berarti, akan ada anggaran Rp53 miliar (genapkan jadi Rp55 miliar plus perawatan). Itu mobil dinas hanya untuk gubernur dan wagub saja. Tapi di Provinsi, kan, nggak hanya Gubernur dan Wagub saja yang dapat mobil dinas. Berarti besaran anggarannya lebih dari itu, dan bisa dua kali lipat.
Di level kabupaten/kota, dengan jumlah total 514 kabupaten/kota di Indonesia, berarti akan ada 1.028 mobil dinas untuk bupati/wabup dan walikota/wawali. Karena jabatannya setara eselon II, maka anggaran mobil dinasnya ada di angka Rp700 juta. Ini berarti, Rp700 juta dikali 1.028 akan ketemu angka sekitar Rp719 miliar. Genapkan jadi Rp725 miliar untuk perawatan dan segala macamnya.
Sekali lagi, di level kabupaten/kota juga nggak hanya pemimpinnya saja yang dapat mobil dinas. Masih ada pejabat-pejabat yang lain yang juga dapat kendaraan, berarti besaran anggarannya bisa lebih dari itu, bukan tidak mungkin angka tadi bisa menggelembung hingga dua kali lipat.
Hitung-hitungan di level DPR/DPRD
Pengadaan mobil dinas untuk anggota DPR/DPRD agak beda, sebab tidak semua anggota DPRD dapat mobil dinas (biasanya hanya ketuanya saja). Namun, seluruh anggota DPR RI yang jumlahnya ada sekitar 580 itu dapat mobil dinas dan plat khusus DPR. Jadi, kita hitung yang anggota DPR RI saja biar enak.
Kita asumsikan satu unit mobil DPR sebesar Rp900 juta per unit saja. Sebab, tidak mungkin anggota DPR RI yang terhormat itu menggunakan mobil dinas yang biasa saja seperti LCGC. Harga mobil jutraan rupiah itu dikalikan dengan jumlah anggota DPR RI sebanyak 580 orang, maka akan ketemu angka Rp522 miliar rupiah. Angka ini bisa digenapkan jadi Rp525 miliar rupiah jika termasuk perawatan.
Potensi penghematan anggaran negara
Sekarang, berapa potensi penghematan anggaran negara ketika seluruh pejabat di Indonesia tidak mendapat mobil dinas? Oke, mari kita tengok lagi hitung-hitungan kasar dan sederhana di atas. Apabila dijumlahkan, kita akan mendapat angka yang fantastis yakni minimal Rp2,2 triliun.
Ingat triliunan rupiah itu adalah angka minimal, sebab kita belum menghitung berapa pejabat lain seperti kepala dinas di tiap Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat mobil dinas. Kita juga belum menghitung berapa banyak Ketua/Wakil Ketua DPRD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat mobil dinas. Intinya, angka Rp2,2 triliun itu masih bisa membengkak berkali-kali lipat. Ingat juga, duit Rp2,2 triliun hanya untuk fasilitas mobil dinas pejabat saja. Padahal selain kendaraan pejabat juga mendapat fasilitas rumah dinas dan tunjangan ini-itu. Saya yakin angkanya akan lebih fantastis lagi.
Sekarang coba bayangkan kalau para pejabat itu tidak mendapat mobil dinas dan dipaksa menggunakan transportasi publik. Triliunan rupiah akan terselematkan dan bisa dialihkan untuk membenahi transportasi umum di berbagai daerah. Lebih dari itu, pejabat jadi nggak ngawur kalau bikin kebijakan soal transportasi umum karena merasakan sendiri kondisi di lapangan.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Peruri Bisa Kantongi Rp67 Miliar Hanya dari Jualan e-Meterai Selama Pendaftaran CPNS 2024
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.